Senin, 02 Februari 2009

CATATAN KEUANGAN

*tulisan saya yang satu ini pernah dimuat di rubrik Gado-Gado Majalah Femina edisi 41/Oktober 2008

Sejak awal menikah, suami menyerahkan sepenuhnya pengaturan keuangan keluarga pada saya. Untuk memudahkan mengontrolnya, setiap hari saya mencatat semua pengeluaran –sekecil apapun- di buku catatan khusus. Mulai dari belanja sayuran, ikan, gula, beras, bensin, bayar parkir, listrik, telepon, PAM, sampai membeli perabot atau baju baru semua saya catat. Karena sudah kebiasaan, mencatat pengeluaran sehari-hari buat saya sama sekali nggak jadi beban. Saya senang-senang saja melakukannya, seperti mengisi buku harian.

Waktu kemudian saya bisa mengoperasikan program Microsoft Excel di komputer, catatan keuangan saya makin rapi dan akurat. Saya nggak perlu repot-repot beli buku untuk mencatat atau sibuk mencari kalkulator untuk menghitung berapa pengeluaran bulan ini.

“Kurang kerjaan amat?” komentar kakak saya waktu tahu kebiasaan saya yang satu itu. Saya cuma nyengir kuda, tapi maju terus pantang mundur. Dibilang kecanduan, kok kedengarannya aneh. Masa kecanduan mencatat pengeluaran harian? Hahaha…

Tapi buat saya kegiatan ini jelas terasa manfaatnya. Dengan rutin mencatat setiap pengeluaran, saya jadi tahu berapa biaya hidup rata-rata yang saya habiskan setiap bulan sehingga saya bisa menyusun dan merencanakan anggarannya. Semua pengeluaran rutin saya buat posnya masing-masing. Untuk bayar listrik sekian, bayar telepon sekian, belanja bulanan sekian, transport sekian, rekreasi sekian, tabungan sekian. Bahkan untuk sumbangan sosial pun ada. Jadi, bukan berarti kalau semua dicatat, saya jadi pelit setengah mati. Wah, nggak tuh. Saya masih tetap bisa bersenang-senang menikmati hidup, menabung untuk masa depan, tapi juga nggak lupa menyisihkan rejeki untuk sesama yang membutuhkan.

“Ya iyalah, semua orang juga pengennya begitu kalau gajinya besar,” ujar salah seorang teman.

Jangan salah! Saat menikah tahun 2001, gaji suami kurang lebih Rp 2.000.000 sedangkan saya Rp 1.000.000. Saya bisa hidup dengan cukup leluasa –artinya nggak prihatin-prihatin amat tapi juga nggak foya-foya banget- dengan Rp 2.000.000 sampai Rp 2.500.000 sebulan. Sisanya saya tabung untuk keperluan mendadak di luar pengeluaran rutin dan nggak pernah dikutak-katik untuk hal-hal yang bersifat komsutif. Nggak percaya? Saya masih punya kok catatannya sampai sekarang.

Saat ini penghasilan saya dan suami sudah meningkat jauh dari awal menikah dulu, tapi kebiasaan mencatat semua pengeluaran masih setia saya lakukan. Jadi, kalau ada yang tanya berapa harga sofa, kulkas, mesin cuci atau lemari pakaian di rumah saat saya membelinya dulu, saya bisa menjawab dengan tepat, lengkap dengan uang tips yang saya berikan untuk orang yang mengantar barang itu ke rumah. Begitu juga biaya bersalin, uang muka rumah, biaya pendaftaran sekolah anak, tahun berapa mulai ikut asuransi pendidikkan anak, sampai berapa bulan lagi angsuran mobil lunas, saya tahu semuanya detil –cukup dengan melihat catatan keuangan.

Kadang kalau sedang iseng buka-buka catatan lama, saya dan suami suka heran campur geli melihat perbedaan harga dulu dan sekarang. Di bulan April 2002, misalnya, harga ½ kg ikan kembung (isi 4-5 ekor) masih Rp 4.000, bayam Rp 500 seikat, tempe (kira-kira bisa dipotong 10 ukuran sedang) Rp 1.000 dan bumbu-bumbu (bawang merah, bawang putih, cabai merah, tomat) Rp 2.000 Dengan modal Rp 8.000 saya bisa belanja untuk dua kali makan berdua suami dengan menu sederhana yang cukup sehat bergizi. Sekarang mana dapat dengan uang segitu?

Saat itu telur ayam 1 kg masih Rp 8.000 sekarang sudah naik dua kali lipatnya. Minyak goreng Rp 5.150 seliter, sekarang melambung jadi Rp 13.000 dengan merk yang sama. Gas isi 12 kg masih Rp 26.500 sekarang sudah mencapai Rp 75.000,- Beli bensin sepeda motor Rp 5.000 sudah full tank, sekarang untuk jumlah yang sama harus membayar sebesar Rp 20.000. Aqua waktu itu Rp 2.500 satu galon,- sekarang sudah Rp 11.000,- di warung dekat rumah saya. Masih banyak perbedaan harga dulu dan sekarang yang berhasil saya catat, yang nggak mungkin saya tulis satu per satu di sini. Diam-diam saya sudah ikut mencatat sejarah kan hahaha...

Saya memang bukan ahli keuangan dan nggak pernah kursus atau sekolah yang berhubungan dengan keuangan. Tapi saya memetik satu pengalaman berharga dengan rutin melakukan hal yang kelihatannya sederhana itu, yakni saya jadi lebih disiplin dan hati-hati dalam mengeluarkan uang. Sampai saat ini saya percaya bahwa dalam hal memegang uang yang terpenting bukanlah berapa besar uang yang kita miliki, tapi bagaimana cara kita mengelola dan memanfaatkannya.

1 komentar:

  1. 😎 Bergaya Sambil Mencari Pahala, Kenapa Tidak 😎
    .
    Dengan Kaos Dakwah dari Gootick Apparel yang akan membuat penampilan teman-teman pasti berbeda dari yang lain 😍😍😍
    .
    Dengan bahan Material dari Catton Bamboo yang memiliki kualitas tidak perlu di ragukan dan Sablon yang Rapih dan Kuat. Baca Terlebih dahulu kelebihan dari Cotton Bamboo

    Tersedia 5 tulisan bermakna Islami dan pilihan warna yang pastinya cocok di pakai untuk kegiatan sehari-hari yang akan terlihat Elegan dan Simple, Rapih dan Pastinya Keren.
    .
    "Promo HEMAT" Harga Normal Rp.100 K dan dapatkan potongan diskon harga sebesar Rp. 30 K.
    .
    Untuk informasi pemesanan silahkan klik link dibawah ini:

    Jual Kaos Dakwah
    Testimoni di >>>Instagram<<<:
    .
    Tunggu apalagi Langsung Ambil Promonya selagi masih Tersedia


    Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
    Fashion

    BalasHapus