Jumat, 01 Juli 2011

KEPENTOK-PENTOK NGGAK BIKIN SAYA KAPOK

Menyelenggarakan event Guitar For Fun (GFF) buat saya gampang-gampang susah. Susah karena saya bahkan baru tahu yang namanya kabel RCA setelah seorang gitaris ribut kelupaan membawa kabel itu di salah satu acara saya beberapa bulan yang lalu. Tapi jadi gampang ketika saya memandangnya hanya seperti sedang menyusun sebuah puzzle. Ada beberapa pihak yang harus dikumpulkan, ada beberapa kepentingan yang harus disatukan, ada beberapa kondisi yang harus disesuaikan. Dan tugas saya hanyalah merekat-rekatkan semua bagian itu menjadi sebuah bentuk yang utuh. Pekerjaan saya menjadi lebih mudah karena antara bagian satu dengan yang lain sebetulnya memiliki keterkaitan. Segampang itu? Ya, tergantung mind set kita. Kalau dibikin susah ya susah, dianggap gampang ya memang sebetulnya gampang-gampang aja kok! :)

Buktinya, cuma dengan modal nekat dan yakin, saya sudah berhasil 6 kali bikin GFF di 4 kota yang berbeda; Jakarta, Bandung, Yogya (2 kali), Bali, dan Medan. Di setiap penyelenggaraan GFF, saya selalu melibatkan setidaknya 5 gitaris ternama sebagai bintang tamu. Mereka mempunyai kebutuhan alat musik yang berbeda, sifat serta karakter yang berbeda, dan tentunya harus dihadapi dengan pendekatan yang berbeda-beda juga. Gitaris A yang nggak merokok nggak bisa tidur sekamar dengan perokok, gitaris B yang jadwal manggungnya sangat padat baru bisa datang ke venue mepet-mepet waktu tampil, padahal harus sound check juga, gitaris C harus disapa duluan agar bisa memulai pembicaraan dengannya karena terlalu pendiam, gitaris D nggak bisa telat makan karena mempengaruhi mood-nya, dan lain-lain. Saya nggak terlalu mengerti tentang musik, tapi saya sangat paham kalau setiap orang –termasuk para gitaris yang tampil di acara saya- pasti merasa nyaman kalau diperhatikan dan diperlakukan dengan baik.

Rabu, 1 Juni 2011 lalu saya menggelar GFF di Medan. Itu pertama kalinya saya bikin acara di Medan, meskipun sudah beberapa kali berlibur ke kota ini karena suami saya orang Medan. Wilayah jangkauan saya semakin jauh sekarang. Kalau dulu saya main aman dengan bikin GFF di wilayah Jawa, tahun 2011 ini saya memberanikan diri menyeberang ke luar pulau, yaitu ke Bali (Februari ’11) dan Medan (Juni ’11).


Gitaris yang memeriahkan GFF Medan. Sebetulnya ada juga Gebong, gitaris Medan, yang ikut tampil. Tapi saat foto ini diambil, Gebong mendadak hilang dari peredaran..:p


Bikin acara di kota yang berbeda-beda sudah pasti memberi saya pengalaman dan tantangan yang baru pula. Dan di Medan ini, saya banyak banget dapat pelajaran baru yang belum pernah saya dapat di kota-kota sebelumnya. Salah satunya masalah venue. Kalau biasanya saya selalu memilih café sebagai tempat penyelenggaraan GFF, di Medan –karena berbagai pertimbangan- saya memutuskan mengadakan di Hall Garuda Plaza Hotel. Ini nih yang bikin saya dapet pengalaman seru! Kalau di café kan saya tinggal terima beres karena sound system dan lighting sudah disediakan oleh pihak café. Begitu juga dengan ijin keramaian dan pajak porporasi tiket, semua sudah ada yang mengurus. Nah, begitu saya bikin acara di hall hotel, saya dihadapkan pada satu kenyataan kalau yang saya sewa hanyalah ruangan saja tanpa sound system, sound man dan lighting. Di sinilah ‘kursus singkat’ saya dimulai.

Di Medan, untuk pertama kalinya saya harus mengurus sendiri masalah sound system. Untunglah ada toko musik di Medan, Tango & Brothers Musik, yang bersedia mensupport kebutuhan sound system untuk acara GFF kali ini. Masalah dimulai saat pihak Tango Musik mengajukan pertanyaan sederhana buat saya “Mbak Intan butuh sound system yang seperti apa?”

Nah lho! Saya baru sadar kalau saya nggak tahu sound system berapa ribu watt yang saya butuhkan untuk hall berkapasitas 800 orang itu. Kalau cuma ditanya Coki Netral atau Azis Jamrud pakai ampli apa sih saya tahu. Tapi kebutuhan sound system untuk tempat penyelenggaraan acara? Mixer berapa channel yang harus disediakan? Wah, gelap tuh buat saya!

Firman Alhakim, Inne Tango, & Azis Jamrud di depan stand Brothers Music di GFF Medan

Urusan sound belum beres, saya ketemu masalah baru lagi; lighting. Saat menghubungi rental lighting, lagi-lagi saya ditanya lighting seperti apa yang saya butuhkan untuk acara ini.

“Memang biasanya orang sewa lighting kayak apa, Bang?” Saya malah balik nanya karena, jujur aja, saya nggak bisa membayangkan sama sekali. Saya belum pernah sewa lighting sebelumnya dan bukan orang yang suka memperhatikan tata lampu di acara-acara yang saya buat atau hadiri. Jadi, nggak kebayang sama sekali harus sewa lighting kayak apa untuk acara GFF ini.

“Tergantung tempat dan kebutuhannya, Mbak. Mbak pengennya lighting di venue nanti seperti apa? Pakai moving head dan follow spot nggak? Par-nya mau berapa bar?” Bukannya memberi solusi, si bapak tukang sewa lighting ini malah bikin saya tambah puyeng, Sumpah, yang namanya follow spot kayak apa aja saya nggak ngeh!
Giliran mengurus ijin keramaian, lagi-lagi saya kepentok masalah. Maksud hati pengen cepat beres urusan. Maka, saat pihak security hotel menawarkan untuk membantu mengurus ijin keramaian, saya langsung oke aja. Ada biaya yang harus dikeluarkan, saya bayarkan. Harus ada surat permohonan yang diajukan, ya segera saya siapkan. Ternyata menjelang hari pelaksanaan acara, ijin keramaian belum juga keluar dan ujung-ujungnya saya selaku penanggung jawab acara malah dipanggil ke Poltabes untuk ditanya-tanya tentang acara. Ampun deh, mana diinterogasinya di ruang Kasat Intel pula! Berasa kayak maling ayam ketangkep aja tuh hehe..

Belum lagi masalah pajak tiket. Untuk pertama kalinya, saya mengurus sendiri pajak porporasi ke Dispenda setempat. Saya sempat bingung-bingung pada awalnya karena terus terang ini pengalaman baru buat saya. Tapi semua saya hadapi dengan tenang dan saya anggap sebagai proses belajar yang nggak mungkin bisa saya perolah di sekolah mana pun. Saya selalu yakin, nggak ada masalah yang nggak ada jalan keluarnya. Dan saya bersyukur karena di saat-saat sulit itu biasanya saya justru bertemu dengan orang-orang baik dan kemudahan-kemudahan tak terduga yang membuat saya bisa lolos dengan selamat dari masalah seberat apa pun. Orang menyebutnya keberuntungan, tapi saya melihatnya sebagai rencana Tuhan.

Dengan segala keterbatasan saya, akhirnya GFF Medan bisa terselenggara dengan baik. Sukses dan lancar jaya. Penonton rame, bintang tamunya senang, acara berlangsung aman dan meriah.. Buat saya, itu sudah lebih dari cukup untuk membayar semua kelelahan akibat pontang-panting selama persiapan acara. Tuh kan, ternyata masalah dan hambatan sebesar apa pun bisa teratasi asal kita nggak gampang menyerah dan tetap semangat mencapai tujuan yang sudah kita tetapkan di awal? Buktinya saya yang nggak bisa main musik, nggak ngerti soal sound system, lighting, masalah perijinan, pajak dan lain-lain ternyata mampu menyelenggarakan acara yang buat sebagian orang dianggap besar seperti Guitar For Fun. Kepentok-pentok masalah nggak pernah bikin saya kapok, justru bikin saya tambah pinter dan berani mencoba tantangan baru yang lain lagi.

Nah, tantangan berikutnya yang udah nunggu di depan mata adalah bikin GFF di Makassar. Makassar, I’m coming! ^^

(Thanks to Pak Apin, Mbak Inne, dan Bang Flores dari Tango & Brothers Music yang sudah sangat membantu saya di GFF Medan)