Rabu, 23 Maret 2011

AMBIL DULU HATINYA, BARU KEMUDIAN ROGOH DOMPETNYA :-D

Beberapa waktu lalu toko musik saya kedatangan pembeli yang 'antik'. Iyalah, cuma beli senar 1 biji aja cerewetnya setengah mati. Nawarnya nggak kira-kira lagi!

"Senar merk anu harganya berapa, Mas?" Tanya si bapak ke penjaga toko saya.

"Enam puluh ribu, Pak," jawab pegawai saya sopan.

"Mahal amat! Enam puluh ribu 3 ya!" Si bapak menawar dengan kejam tanpa perasaan. Dikira jualan senar untungnya banyak banget kali ya.. Kalo iya kan udah dari kemaren-kemaren orang pada rame-rame alih profesi jualan senar. ^^d

"Nggak bisa, Pak," jawab pegawai saya lagi.

"Kalo ampli kayak gini berapaan nih?" Si bapak ganti nunjuk sebuah ampli keyboard.

"Price list-nya 3 juta.." Belom selesai pegawai saya ngomong, udah langsung disamber sama si bapak, "Mahal! Di toko lain saya pernah liat harganya cuma sejutaan. Kalo jualan jangan mahal-mahal, nanti orang kapok dateng ke sini!"

Tanda-tandanya pegawai saya mulai nyolot nih denger omongan si bapak. Wajahnya udah berubah, kepalanya pun mulai berasap *kartun banget* :-D Melihat situasi yang mulai 'memanas', saya dan suami langsung ikut turun tangan.

"Di toko mana, Pak, liat ampli kayak gini harganya sejutaan?" Tanya saya ramah sambil senyum-senyum tanpa dosa.

"Ada, di deket rumah saya."

Ampun deh, ketauan amat bo'ongnya! Kalo di toko deket rumahnya ada ampli persis sama seperti yang dijual di toko saya dengan harga jauh lebih murah, ngapain juga si bapak jauh-jauh ke toko saya? Pasti cuma main gertak aja. Dan saya nggak mau kalah gertak. "Kalo harganya sejutaan, saya mau dong pesen selusin. Soalnya yang ini saya modalnya aja udah di atas 2 juta.."

Hening. Si bapak mati gaya. Hahaha..

Selama buka toko alat musik, nggak sekali dua kali saya ketemu pelanggan bawel yang suka ngerjain penjual. Semua barang ditunjuk, dicobain, dikomentarin.. buntutnya nggak ada yang dibeli. Ada juga yang hobi nawar gila-gilaan, ngalah-ngalahin semangat emak-emak kalo lagi nawar belanjaan di pasar. Belom lagi yang resehnya minta ampun. Beli stick drum sepasang aja gayanya kayak yang mau borong toko.

Menghadapi berbagai karakter orang yang datang ke toko, saya dan suami kompak untuk tetap sabar dan murah senyum. Kan pelanggan adalah raja. Jadi, biarpun mereka bertingkah aneh-aneh, tetap harus dilayani sebaik-baiknya dong. Soalnya sejak awal saya sadar, bisnis yang saya jalani saat ini adalah bisnis layanan. Kalau orang senang dan puas dengan pelayanan kami, mereka pasti datang dan datang lagi. Sebaliknya, kalau kecewa ya langsung ngilang ke toko sebelah yang bisa jadi lebih ramah atau lebih murah. Syukurlah nggak semua pelanggan toko saya suka cari perkara. Banyak juga yang baik, nggak banyak nawar, royal, ramah, dan setia bolak-balik belanja lagi di toko saya.

Dan inilah beberapa percakapan antara saya dan calon pembeli di toko yang rata-rata berujung dengan semakin mesranya relasi kami :

"Beli pick gitar bonusnya apa nih?" Ujar salah seorang pelanggan toko saya suatu hari. Yaelah, beli pick tiga rebu perak minta bonus.

"Boleh pilih, Mas, bonusnya mau dicium Arman apa Tego?" Sahut saya spontan sambil menunjuk ke 2 pegawai toko saya. Bisa ditebak, si Mas memilih untuk nggak mengambil bonusnya.. :-p

"Mba, beli gitarnya bisa dicicil nggak?" Kata pelanggan yang lain lagi.

"Bisa aja, pake kartu kredit."

"Saya nggak punya kartu kredit. Saya langsung nyicil ke Mbak aja deh."

"Boleh.. Cicil 3 kali, tapi bayar cicilannya 5 menit sekali ya!"

"Biola kecil gini aja kok mahal sih?" Ini komentar pelanggan yang lain lagi.

"Kalo mau yang besar dan murah, beli papan penggilesan aja, Bu."

Sejauh ini sih nggak ada pihak yang sakit hati. Paling si Arman dan Tego aja yang agak deg-degan, takut ada pelanggan cowok yang -siapa tau- beneran pengen dapet bonus cium hahaha..

Kembali ke si bapak super cerewet yang saya curigai kebanyakan makan pepaya sebelum berangkat ke toko saya, daripada memusuhinya saya memilih untuk tetap melayaninya dengan sebaik-baiknya. Terserah si bapak mau ngomong apa, saya dan suami tetap melayani dengan baik sambil membawa serta 'Mbok Sabar'. Prinsip kami, siapa pun yang datang ke toko saya sebisanya kami buat merasa senang dan nyaman. Jadi beli atau nggak urusan belakang. Tapi berdasarkan pengalaman, orang kalau sudah merasa senang dan nyaman biasanya lebih gampang dirayu untuk beli barang atau membuat kesepakatan-kesepakatan. Saya menyebutnya jurus 'Ambil dulu hatinya, baru kemudian rogoh dompetnya'.

Begitu juga dengan si bapak yang tega-teganya nawar senar sepertiga dari harga awal ini. Hari itu si bapak memang nggak beli apa-apa dari toko saya. Tapi beberapa hari kemudian dia balik lagi dan memborong alat musik untuk melengkapi studio musik yang baru dibuatnya dengan total belanja hampir Rp 100 juta. Sampai sekarang, setiap kali butuh alat musik si bapak pasti datang ke toko saya. Mungkin setelah survey kemana-mana dia baru sadar toko saya paling murah. Atau bisa jadi, cuma di toko saya dia selalu disambut dengan ramah dan meriah hahaha..

Kamis, 10 Maret 2011

BABAK BARU GH MUSIC & STUDIO

Beberapa bulan terakhir ini hidup saya rada nggak tenang gara-gara keingetan uang saya yang nganggur di bank hahaha.. Buat saya jumlahnya lumayan; Rp 500 juta. Jarang-jarang tuh saya punya uang tunai sebanyak itu! Soalnya setiap punya uang sedikit bawaannya pasti pengen cepat-cepat saya putar. Memang saya hobinya bermain dengan uang sih.. ^^

O ya, biar nggak dicurigai abis ngerampok bank, saya kasih tahu dulu dari mana saya dapat uang sebanyak itu. Di postingan sebelumnya, saya cerita kalau saya pernah mengajukan pinjaman rekening koran di bank gara-gara dapat order pengadaan alat musik senilai Rp 300 juta-an dan harus memodali duluan (saya belanja dulu alat musiknya, setelah lengkap baru saya terima pembayaran dari pembeli). Waduh, terus terang waktu itu saya sampai hampir gila jumpalitan cari Rp 300 juta dalam waktu sebulan. Berbagai upaya saya coba, salah satunya dengan mengajukan pinjaman rekening koran ke bank.

Tapi ternyata proses pengajuan pinjaman ini cukup lama, dan secara ajaib (nggak ajaib juga sih karena saya jadi terpaksa menggadaikan mobil, mencairkan tabungan investasi, bahkan sampai jual perhiasan :p) kebutuhan Rp 300 juta itu berhasil teratasi sebelum pinjaman dari bank cair. Alhasil waktu pinjaman akhirnya turun, saya sudah nggak butuh uang sebanyak itu lagi. Nganggur deh di bank..

Untunglah saya bukan tipe perempuan tukang belanja atau suka ngabis-abisin uang nggak jelas. Punya uang segitu banyak di bank, saya sama sekali nggak tergoda memakainya untuk liburan ke luar negeri atau beli barang-barang mewah, misalnya. Masalahnya, saya paling nggak bisa liat uang nganggur. Gatel banget pengen buru-buru membuatnya berputar dan berkembang. Pengen bikin usaha lagi! Tapi kalau mau bikin usaha nggak bisa juga cuma modal berani doang. Harus direncanakan dan diperhitungkan juga untung ruginya kan?

Awalnya saya dan suami sempat mau buka cabang toko alat musik kami, GH MUSIC & STUDIO, di tempat lain. Uang segitu cukuplah untuk bikin toko musik satu lagi kalau dicukup-cukupin. Jaringan udah punya, pelanggan udah mulai ada, strategi promosi juga sudah tahu celahnya. Hmm.. kayaknya keren kalau dalam waktu singkat bisa punya beberapa toko musik sekaligus.. :-D

Tapi setelah dipikir-pikir lagi, kami akhirnya membatalkan rencana itu. Bukannya apa-apa, nanti kalau buka toko alat musik satu lagi, saya dan suami pasti bakalan jadi tambah sibuk. Iya sih, ada karyawan. Tapi tetep aja kan harus dipantau dan diawasi, mengingat usaha kami yang satu ini masih terbilang baru. Ah, jadi nggak seru lagi dong kalau saya jadi kelewat sibuk bermain uang! Kapan waktu untuk santai-santai dan seneng-senengnya? Buat saya, punya uang banyak kalau jadi nggak punya waktu untuk menikmatinya sama juga bohong. Nggak ada asyik-asyiknya, nggak ada enak-enaknya. Yang paling nggak enak, kalau punya toko satu lagi saya dan suami harus pisah kerja di tempat yang lumayan berjauhan. Kalau sekarang kan toko dan kantor majalah saya letaknya deket-deketan (saya kebagian jatah mengurusi majalah dan event-eventnya, sementara suami mengelola toko & studio). Jadi, kalau kangen, setiap saat saya dan suami bisa saling mengunjungi, cuma dengan cara lompat kodok doang saking deketnya :-p

Sempat juga muncul tawaran dari beberapa distributor alat musik untuk jadi dealer resmi merk-merk tertentu. Beberapa merk alat musik memang mensyaratkan toko menyetor sejumlah uang untuk bisa menjadi dealer resmi, yang masing-masing berbeda kebijakannya. Merk alat musik A, misalnya, mengharuskan saya menyetor dana sekian ratus juta untuk pembelanjaan awal saat memutuskan untuk menjadi dealer resminya, sementara merk alat musik B menetapkan jumlah dua kali lipatnya. Aturan main dan diskon-diskonnya juga beda, tentu saja.

Setelah hampir dua tahun buka toko musik, saya dan suami mulai bisa membaca pasar. Ternyata alat musik yang laku di daerah sekitar toko saya adalah merk ini, ini dan ini, lalu kebanyakan pelanggan biasanya cari seri yang begini begitu. Belajar dari pengalaman dan menyesuaikan dengan kemampuan finansial, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk menjadi dealer resmi sebuah merk gitar dan drum. Selama ini toko saya sebetulnya sudah menjual kedua merk tersebut. Tapi sebelum jadi dealer resmi, saya nggak bisa ambil barang langsung ke distributornya. Harus lewat toko-toko lain yang sudah jadi dealer resmi merk bersangkutan. Akibatnya diskon yang saya dapat juga nggak bisa besar, keuntungan saya sebagai penjual tipis banget. Orang jualan maunya dapet untung lebih gede dong.. :-D

Dengan menjadi dealer resmi, selain dapat diskon maksimal, saya juga bisa minta support distributor dalam hal promosi untuk meningkatkan penjualan merk tersebut di toko saya. Kalau bikin acara untuk promo toko, misalnya, saya bisa minta didatangkan artis endorsee merk bersangkutan untuk memeriahkan acara. Tapi sebetulnya point kedua sudah saya dapat tanpa harus menjadi dealer resmi karena jauh sebelumnya saya sudah aktif bikin acara-acara untuk promo toko sekaligus majalah, dan sudah sering di-support distributor dalam hal mendatangkan artis. Nah, kalau belum jadi dealer saja sudah bisa dapet fasilitas ini, apalagi kalau sudah? *Peringatan buat distributor yang baru saja menjadikan GH MUSIC sebagai dealer resminya; bersiap-siaplah saya todong dari berbagai sisi* :-D

Proses untuk jadi dealer resmi nggak ribet-ribet amat kok. Saya tinggal mengajukan ke distributor, nanti mereka akan survey lokasi untuk memastikan apakah letak toko saya nggak terlalu dekat dengan dealer lain. Ada juga syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi, seperti menyerahkan foto kopi NPWP, SIUPP, Akta Pendirian PT, dan sejenisnya. Setelah itu saya dan suami diminta memilih barang apa saja yang akan dibeli sebesar uang yang harus kami setorkan di awal, terus tinggal nunggu barang diantar ke toko saya deh!

Fiuuuhh... Setelah mengambil keputusan itu, akhirnya saya bisa tidur nyenyak lagi deh.. ^^

Rabu, 09 Maret 2011

SAYA SUDAH MELAKUKANNYA SEBELUM ANDA MEMIKIRKANNYA ^^

Beberapa waktu lalu saya diundang meeting ke kantor salah seorang klien saya. Beres meeting, kami lalu ngobrol-ngobrol ringan tentang berbagai hal. Sampai kemudian salah seorang teman kantor klien saya nyeletuk, “Bu Intan, saya jualan sprei lho. Beli dong..”

“Sprei apaan?” tanya saya.

Si pedagang sprei langsung semangat mempromosikan barang dagangannya, sementara saya malah jadi senyum-senyum sendiri. Lho, kenapa? Ya iyalah, soalnya sprei yang ditawarkan sama persis dengan yang pernah saya jual beberapa tahun yang lalu.. ^^

Emangnya saya pernah jualan sprei? Pernah! Saya gitu loooh.. :-D

Waktu itu Hugo baru masuk play group dan saya lagi seneng-senengnya nganterin dia ke sekolah. Hari-hari pertama sekolah, orang tua siswa masih boleh menunggu di dekat-dekat kelas dan mengintip kegiatan anak-anaknya lewat jendela kelas. Tapi lewat sebulan, kami semua ‘diusir’ –nggak boleh berada di sekitar lingkungan sekolah alias harus nunggu di luar gerbang.

Masalahnya jam sekolahnya Hugo ini nanggung banget, cuma satu setengah jam. Yah, namanya juga masih play group. Kalau saya tunggu di sekolah, lama-lama saya bosen juga (kayak lagunya Audy :-p). Tapi kalau saya pulang dulu lebih repot lagi karena jarak tempuh dari rumah saya ke sekolah Hugo kurang lebih setengah jam. Nanti yang ada, saya baru nyampe rumah udah harus berangkat jemput Hugo lagi dooong.. ^^

Akhirnya saya nurut aja waktu suatu hari berberapa ibu yang anaknya sekelas sama Hugo ngajakin saya ke salah satu pasar yang letaknya nggak begitu jauh dari sekolah Hugo. Sampai di sana saya terkagum-kagum sendiri karena ternyata tempat itu merupakan pusat grosir tekstil, mulai dari handuk, selimut, gordyn, baju tidur, bahan kebaya, sprei dan lain-lain. Teman-teman saya mulai menyebar ke berbagai sudut pasar, sementara saya nyangkut di salah satu kios sprei dan terkagum-kagum melihat aneka motif sprei yang dijual, apalagi setelah tahu harga yang ditawarkan. Murah bangeeeet!

Langsung deh antena di kepala saya bunyi-bunyi. Nggak pakai pikir panjang, saya beli beberapa sprei dengan berbagai ukuran dan motif, tapi nggak banyak karena saat itu saya memang nggak bawa duit banyak. Lah, kan dari rumah saya niatnya cuma nganter anak ke sekolah.. Ngapain juga bawa duit banyak-banyak?

Singkat cerita, jadilah saya pedagang sprei dan bed cover kagetan. Awalnya saya cuma menawarkan dagangan ke saudara dan kerabat dekat. Ternyata laku! Saya gerilya ke teman-teman kerja di luar kantor, eh, makin banyak pesanan.. ^^ Makin semangat deh saya jualan.. Tapi lalu saya mikir, kok pegel juga ya bolak-balik ke pusat grosir tadi cuma untuk melayani segelintir pembeli. Keuntungannya nggak sepadan sama ongkos dan capeknya.

Saya lalu ganti strategi dan mulai melirik penjualan dalam partai besar. Gimana caranya? Cari reseller! Saya hubungi teman, saudara dan kenalan yang bisa dipercaya, yang tinggal di luar kota untuk diajak kerja sama menjual sprei. Nggak tanggung-tanggung, agen majalah saya di berbagai kota pun saya tawarin untuk ikutan jualan sprei. Tentunya saya pilihin dulu yang reputasinya bagus dalam hal pembayaran biar nggak bikin pusing di kemudian hari. Tanpa malu-malu saya mengirim contoh sprei ke mereka dan ternyata sambutannya lumayan. Iyalah, soalnya barang yang saya jual kualitasnya bagus dan harga bersaing. Saya ambil untung sedikit-sedikit aja, tapi kalau menjual dalam jumlah banyak kan jadi lumayan juga dapatnya.. ^^

Untuk urusan ekspedisi, saya nggak perlu repot lagi karena ada ekspedisi langganan majalah yang bisa saya bayar bulan depan. Dalam waktu relatif singkat, usaha jualan sprei saya berkembang pesat. Apalagi saya menambah jenis dagangan karena di pusat grosir tempat saya belanja barang ternyata muncul inovasi-inovasi baru berupa bantal cinta (bantal panjang yang bisa dipakai buat berdua), bantal besar, bantal imut, dan lain-lain. Belum lagi sarung bantal yang dijual terpisah. Udah jadi dagangan baru lagi tuh..

Gimana cara ngirim bantal dan bed cover ke luar kota? Gampang! Masukin dulu bantal atau bed cover-nya ke dalam plastik, lalu sedot angin di dalam plastik dengan penghisap debu. Langsung kempes deh tuh bantal dan bed cover sehingga waktu dikirim nggak ngabis-abisin tempat di dus. Saya belajar hal-hal seperti itu dari penjual sprei yang buka kios di pasar grosir, yang ternyata juga suka kirim barang dalam jumlah banyak keluar kota. Ya, berhubung udah terlanjur nyemplung jadi bakul sprei, saya harus tahu dong ilmu-ilmunya biar acara berdagang lancar jaya.. hehe..

Saya juga mempelajari karakter pembeli di tiap daerah. Di daerah tertentu, pembeli lebih suka sprei-sprei bermotif ramai dengan warna cerah yang hingar binger. Tapi di daerah lain, justru warna-warna kusam yang laris manis jadi idola. Kalau ada sprei yang nggak laku, reseller boleh tukar motif, tapi nggak boleh retur barang. Pendeknya, saya udah mulai pinter deh jualan sprei meskipun baru beberapa bulan menjalaninya.

Berdasarkan catatan yang saya buat, saya pernah meraih untung bersih Rp 4 juta per bulan cuma dengan jualan sprei, bed cover, dan bantal. Lumayan banget kan buat ukuran bisnis iseng-iseng? Sayangnya, pas lagi seru-serunya jualan saya dikomplain suami gara-gara sejak asyik jualan sprei kerjaan saya di majalah agak keteteran. Harus diakui, memang nggak gampang untuk fokus di 2 usaha yang berlainan bidang. Yang satu majalah musik, satunya lagi jualan sprei. Nggak nyambung banget kan?

Di sinilah saya dituntut untuk memilih dan menentukan prioritas; mau jadi tukang majalah apa tukang sprei? Setelah berdiskusi panjang dengan suami, akhirnya saya memutuskan untuk lebih fokus ke tujuan semula, yaitu bisnis majalah. Bukannya jualan sprei nggak asyik, tapi kalau jualan sprei kan yang untung cuma saya sendiri. Sementara di majalah, ada beberapa orang yang ikut menggantungkan hidup di sana. Ya, biarpun nggak banyak, saya sudah punya beberapa pegawai yang harus dihidupi di majalah. Kalau saya nggak serius dengan bisnis ini terus terjadi sesuatu yang membuatnya bubar, gimana dong nasib pegawai saya?

Saya nggak menyesal meninggalkan bisnis jualan sprei itu karena –setelah saya jalani dengan lebih serius dan fokus- ternyata usaha majalah saya berkembang sampai bisa seperti sekarang ini. Saya bahkan bisa merambah ke bidang usaha yang lain, yaitu toko alat musik, rental studio, dan kursus musik yang satu sama lain masih saling berhubungan. Coba kalau dulu saya kemaruk ngejalanin dua-duanya, mungkin malah satu pun nggak bisa saya pegang ^^

Hidup memang penuh dengan pilihan dan saya bersyukur karena pilihan saya saat itu nggak salah. Makanya saya cuma bisa senyum-senyum doang waktu beberapa waktu lalu tiba-tiba ditawarin untuk beli sprei dagangan temannya teman saya. Dalam hati saya bilang, “Saya sudah melakukannya sebelum Anda memikirkannya.” *nyontek tagline iklan semen* :-D

Senin, 07 Maret 2011

KOMENTAR GITARIS TENTANG BLOG 'BERMAIN DENGAN UANG'

Inilah komentar dari teman-teman gitaris setelah membaca blog 'Bermain dengan Uang' :

Dari sekian banyak buku tentang perencanaan dan pengembangan keuangan keluarga, buku ini termasuk yang terbaik karena berisi kumpulan pengalaman konkret si penulis yang sudah teruji dan terbukti. Bahasanya pun akrab membumi, mudah dipahami siapa pun tanpa muatan konsep dan teori yang abstrak. (JUBING KRISTIANTO - gitaris, pernah menjabat redaktur pelaksana Tabloid NOVA)

Setelah membaca, mengenal, memahami ibu satu ini, Intan Permata.... eh salah... Intan Pratiwi... satu kata dari saya langsung terlintas..."SALUTE"... Sebuah kerja keras, keuletan, dedikasi, dan keberanian yang luar biasa. Seperti seorang pendulang batu intan, gak salah klo ntar hasilnya membuahkan batu Intan Permata yang nilainya tinggi. Semua adalah proses, dan dengan melalui proses yang panjang dan penuh perjuangan, juga kesabaran dan keyakinan, akan membuahkan hasil dan kesuksesan yang besar. Dan yang pasti dalam dunia pekerjaan, ibu ini tidak diperbudak sama uang.. tetapi uanglah yang dia mainin... hahahaha... Salam sukses buat suaminya, semangat kerjanya, dan majalah GitarPlusnya... Jreeeeeeeeng.. \m/(JOHN PAUL IVAN - guitarist, musician, producer)

Membaca ‘Bermain dengan Uang’ seperti membaca perjalanan karir bermusik saya bersama GitarPlus. Tidak bisa dipungkiri bahwa nama saya semakin berkibar, seiring dengan semakin sukses dan populernya Majalah GitarPlus di kalangan gitaris Indonesia. Saya sangat bangga menjadi salah seorang gitaris pertama yang bergabung dengan GitarPlus sejak awal berdirinya majalah ini. (ANDY OWEN – gitaris, instruktur gitar & pengasuh rubrik di Majalah GitarPlus)

Menurutku gitar dan GitarPlus adalah satu senyawa yg tidak bisa dipisahkan,yg sangat dibutuhkan bagi masyarakat luas yang tertarik untuk mengetahui apapun mengenai gitar. GitarPlus sangat dibutuhkan keberadaannya bagi gitaris Indonesia khususnya,untuk bisa memberikan wacana, informasi, ilmu dan lain-lain tentang gitar.. Siapa pun orangnya, pencetus ide atau pendiri majalah GitarPlus sangat hebaaaat! Terimakasih atas kontribusinya.. (ANDRY FRANZZY)

Semangat & keuletan yang kuat dikuti dengan pergaulan yang luas terutama di dunia musisi (gitaris) yang patut kita contoh dari seorang Mbak Intan sehingga Mbak Intan bisa kayak sekarang. Maju terus dalam berkarya! (PUTU FRET GITAR - gitaris, teknisi gitar & pengurus Bali Guitar Club)

Kesan pertama setelah baca adalah simple tapi dalem banget. Aku nggak habis pikir aja, ternyata peluang memang ada dimana-mana, tergantung gimana tindakan dan cara kita menyikapinya. Buku ini bikin aku tambah semangat buat jadi pengusaha :p Sukses selalu buat Mba Intan! (SIDI - gitaris Delv, http://delv.blogspot.com)

Salut sama Mbak Intan. Salut sama perjuangannya, sama hasil-hasil karyanya dan keberaniannya dalam membesarkan Majalah GitarPlus dan usaha-usahanya. Buku ini jadi spirit banget buat gue, juga jadi inspirasi buat gue untuk terus berani berkarya dan nggak perlu takut dalam mengambil resiko-resiko yang sekiranya bisa kita lewati, malah justru bikin yakin dengan kesuksesan yang akan kita raih. (ADE HIMERNIO - gitaris Noxa)

Tulisannya bagus, inspiratif banget & dikemas dengan gaya bahasa yang mudah dipahami... Sangat cocok untuk dibaca kaum "Independent" & orang-orang yang ingin merintis sebuah usaha. Saya salut dengan apa yang Bu Intan sampaikan melalui blog ini... sebuah kisah hidup yang bisa menginspirasi banyak orang. Semoga sukses terus ya... (ARYA BAYU MANTARA - gitaris & instruktur gitar, www.myspace.com/aryaguitar)

Perjalanan panjang Mbak Intan sangat mengesankan dan berliku-liku. Saya mengikuti GitarPlus secara aktif dari 2006, tapi kalau dilihat dari tulisannya menggambarkan kesederhanaan dari blog ini. Dengan keterbatasan finansial membangun penerbitan, toko dan lain-lain kebutuhan bagi kepentingan orang lain juga, tapi saya yakin sebagai penulis Mbak Intan memiliki jiwa dan semangat yang perlu ditiru. Sukses to Mbak Intan! (PUGUH KRIBO – gitaris, instruktur gitar & pemegang rekor MURI untuk Twin Guitar Pertama Indonesia)

Saluuuuuuuuuuuut.. buat Mbak Intan.. hahaha, Inspiratif banget heheheh...b^^d (GAN2 - gitaris ‘Forgotten’)

Selamat untuk Mbak Intan atas peluncuran bukunya. Mudah-mudahan dengan hadirnya buku ini bisa menambah wawasan dan bermanfaat bagi para pecinta dan pelaku di industri musik. Go a Head! (AZIS M. SIAGIAN - gitaris Jamrud)

Salut!! Untuk sebuah pencapaian yang luar biasa, mengingat tidak ada basic musik yang dimiliki tapi bisa menerbitkan majalah yang membahas seluk beluk soal gitar. GitarPlus adalah majalah yang saya tunggu tiap edisinya. Terima kasih buat Mbak Intan.. sukses selalu! Ternyata bermain dengan uang bisa menyenangkan.. lanjutkan bermain-mainnya. Have fun!! (STEVIE ITEM - gitaris Andra & The Backbone dan Deadsquad)

Kalo dilihat dari judulnya, saya pikir ‘Bermain dengan uang’ maksudnya ‘Piara Tuyul’ hahaha... Ternyata saya salah. Ternyata di dalam buku ini banyak sekali ilmu yang bisa kita ambil tentang bagaimana merencanakan dan mengelola keuangan. Betul-betul inspiratif dan memotivasi karena dikemas dalam bahasa yang mudah dipahami, dan yang lebih penting lagi tulisan dalam buku ini berdasarkan kisah nyata pengalaman dan perjuangan Mba Intan, dari awal membangun sebuah bisnis,hingga jatuh bangun pun dilalui, dan akhirnya kesuksesan di tangannya. Saluuttt!!!! Selamat ya Mba, You Roooockzz!!!! (PUPUN – gitaris ROR)

Mbak Intan yang saya kenal humble dan gigih dalam menjalankan bisnis yang sangat segmented seperti GitarPlus, memang harus menjadi contoh bagi big or small business di Indonesia atau bagi siapapun yang ingin berusaha, apa pun bidangnya. (EZRA L. SIMANJUNTAK – gitaris Zi Factor & pengasuh rubrik ‘Jalan Menuju Shred’ di Majalah GitarPlus)

Bagi saya, orang yang berhasil adalah orang melakukan sesuatu dengan hatinya. Dan Intan melakukan itu sehingga dia mencapai titik dimana kesuksesan berada. Kesuksesan yang dia raih bukan diukur dengan berapa banyak uang yang didapat dalam bisnis yang dilakukannya, melainkan dengan betapa antusiasnya Intan melakukan ini semua sehingga dia bisa berada di titik kesuksesannya saat ini. (STANLEY TULUNG – Gitaris, penulis artikel & Floor Manager Hard Rock CafĂ© Jakarta)

Buku ini benar-benar dapat menjadi stimulus yang akan memotivasi kita untuk selalu berpikir inovatif dalam menjalani hidup. Respect.. (HINHIN – gitaris Beside)

"Bermain dengan uang?" Hmm,, pas banget nih buat gitaris seperti saya, yang susah banget ngelola uang,, karena setiap kali punya uang pasti bakal langsung habis buat beli efek gitar atau perlengkapan gitar lainnya,, jadi serasa hidup miskin terus,, hehe,, mudah-mudahan dengan hadirnya buku ini dapat membantu semua orang untuk bisa lebih bijak mengelola uang mereka dengan lebih baik. Terus berkarya ya mbak intan. Sukses selalu unt GitarPlus. Gaaaaaasssssss!!! \m/ (MICHAEL PERWIRA - gitaris Newenergy, Army Of Light dan Matasiwa - www.myspace.com/michaelperwira)

Ternyata di dunia gitar indonesia ada kartini-nya juga.hehehe.. Dengan adanya majalah-majalah yang Mba Intan bikin, tentunya itu memberikan perubahan yang sangat baik buat dunia gitar Indonesia maupun buat para praktisi gitarnya. Khususnya di buku ini, bukan hanya membaiknya seluk beluk perkembangan dunia gitar saja yang harus kita akui, melainkan kita harus mengakui bahwa apa yang dilakukan Mba Intan telah memberikan inspirasi dalam dunia bisnis dengan konsep "kaki laba2" yang bisa mencapai kesuksesan. Sukses buat bukunya dan terima kasih atas inspirasinya :) (AGUNG - gitaris Burgerkill)

Selamat atas terbitnya buku ini dan salut banget sama Mbak Intan.. Buku yang bisa menjadi inspirasi bagi semua orang bagaimana mengelola uang yg sangat cerdas, apalagi majalah yang Mbak Intan buat merupakan majalah musik. Bener-bener salut sama perjuangannya.. Sukses terus Mbak Intan dan GitarPlusnya.. Semoga bisa terus memajukan musik indonesia..:) (KRISNA DARMAWAN - gitaris)

Merupakan suatu terobosan luar biasa dalam memberikan support berupa ilmu pengetahuan dan pelebaran bisnis baru di bidang musik khususnya dunia gitar. Maju terus dengan segala kenekatan dan keikhlasannya untuk Intan. (ARIA BARON - gitaris)

Sukses ya untuk ketekunan usahanya!(TOTO TEWEL - gitaris Elpamas)



Bahasanya menyenangkan mudah pula untuk saya pahami. Setelah membaca semua di blog bermain dengan uang. saya merasa mendapat kekuatan dan semangat baru, sungguh membuat saya termotivasi. (RULLY BONAVENTURA, gitaris)

Bakat alamiah dalam mengelola keuangan dengan dipacu kerja keras, atau memang terdidik secara alamiah atau sambil jalan (learning by doing) mengingat beliau bukanlah dari orang yang terlahir dengan "modal" besar, memulai usaha sampai akhirnya sukses! Satu hal yang selalu gue ingat, setiap pencapaiannya di perjalanan usahanya selalu disyukuri, itulah Mbak Intan Pratiwi. Buku ini patut dibaca buat orang seperti gue yang sangat buta dalam pengelolaan keuangan, SALUTE!(Eet "edan" Sjahranie, EDANE)


Thanks buat gitaris yang sudah meluangkan waktu untuk membaca blog dan memberikan komentar.
Sebagian bahkan belum pernah kenal saya sebelumnya.. ^^

Buat yang belum sempat mengirimkan komentarnya, saya masih menunggu lho.. Batas waktunya hari Kamis, 10 Maret 2011. Selesai nggak selesai harus dikumpulin yaaa.. *kayak ulangan aja* :-D

Minggu, 06 Maret 2011

KOMENTAR-KOMENTAR PEMBACA TENTANG BLOG SAYA

Inilah sebagian komentar pembaca blog yang sempat saya kumpulkan :

Kesuksesan yang diceritakan dengan gaya bertutur yang low profile, tapi aslinya terbaca kalo si penulis hebat banget, keren, mantap, Sangat menginspirasi buat saya, Makasih banyak sudah berbagi Mbak Intan dan salam kenal :) (Fitri, pengusaha kue http://kue-unik.com)

Inspirasi, motivasi, semangat, dan inovasi.. Ini yang saya dapatkan dari membaca blog ini. Kadang ada banyak hal dalam kehidupan ini yang hanya kita lewatkan begitu saja tanpa kita sadari, namun tulisan ini menyadarkan saya bahwa sebenarnya banyak sekali kesempatan di sekitar kita yang bisa djadikan sebagai sebuah peluang jika kita bisa melihat, mengolah, dan memanfaatkannya dengan baik. Basic tulisan yang berdasarkan pengalaman pribadi dan tidak sekedar teori menurut saya menjadikan blog ini menarik dan lebih mengilhami.. apalagi digabung dengan bahasa penulisannya yang ringan, lugas, jelas dan khas menjadikannya sangat mudah untuk dipahami. Blog ini adalah rekomendasi bagi Anda yang ingin dapat melihat dan menggenggam intan dalam timbunan lumpur (bukan Mbak Intan loh hahaha :p) Suksess teruss bwt Mbak intan.. Buset dah, ternyata hobi nulisnya aja juga bisa dia jadiin peluang… parah wkwkkwkwk :p (YOGAS - drummer DeLV Band)

Hi Mba Intan! Saya kagum banget sama blognya Mba Intan. Inspiratif banget.. (Ati Abdulgani, via facebook)

Aku udah baca blog-mu sejak zaman purba.. asiiik en woke bangets... Aku butuh pencerahan... Aku nggak tau harus mulai dari mana en bagaimana untuk bikin usaha... Aku pengen ketemu kamu... Tan!! (Sashi, teman kuliah)

Wah, saya sangat antusias menggunakan kelebihan dari kartu kredit yang saya baru punya setelah membaca blognya mbak... Terima kasih ya mbak blognya... Oh ya saya itu juga orangnya awalnya seperti mbak dan sebelumnya pernah menggunakan kartu kredit... Setelah kapok ya saya tutup, tapi setelah tau rahasia penggunaannya dan baca blog mbak, saya buka account baru lagi kartu kredit. (Erwin Aja Deh, via facebook)

Salam sejahtera.. Salam kenal untuk ibu Intan.. Terima kasih banyak atas blog yang Bu Intan buat... Benar-benar memotivasi saya, soalnya saya juga kerja di perusahaan penerbitan.. tapi pengen buat penerbitan sendiri (pengen jadi pengusaha juga) Hehehe.. terima kasih sekali lagi saya ucapkan. Semoga saya dan Bu Intan bisa berkomunikasi kembali walaupun di internet..(Dhimas Purnomo, GM di sebuah penerbitan)

Sebenernya saya bukan orang yang suka membaca buku, biasanya saya hanya mampu bertahan seperempat halaman, lalu saya tinggalkan begitu saja. Saya lebih senang berdiskusi atau mendengarkan cerita pengalaman orang lain. Tetapi semua itu berubah saat saya membaca buku ini. Dari mulai awal membaca saya merasa seperti sedang mengobrol dengan Mbak Intan langsung, dengan gayanya yang supel dan ceplas-ceplos.. benar-benar menyenangkan. Baru kali ini saya menemukan buku seperti ini. Kalau diibaratkan, buku ini seperti coklat, yang sekali dibuka kita nggak bisa berhenti melahapnya sampai habis. (Kalau udah habis,ditunggu lho Mbak edisi selanjutnya.. hehe) Sukses terus buat Mbak Intan dengan segala permainan uangnya! Benar-benar menginspirasi saya! (FAJAR, Manager DeLV Band)

Saya sudah khatam (tamat) membaca seluruh tulisan blog Mbak :) Hehe.. semoga dapat pahala. Blognya sangat inspiratif, enak dibaca (seperti makan ayam goreng aja :) (Agung Dwinurcahya, via email)

Hai, Mbak Caesil... aku Rina di Bandung. Salam kenal, aku baca blog mbak tentang jual rumah dan nekat beli rumah hehehe. Thx atas share-nya. Blog yang bagus aku baca dari beberapa tulisan Mbak, Hebat juga perjalanan bisnisnya terutama cara memainkan uangnya itu lho. Jadi terinspirasi nih. (Farina Dewi Henidar, via facebook)

Blogwalking masalah buka usaha..eh nemu blog Anda.. Salam kenal ya.. Kisah-kisah di blognya inspiratif lho... (Aksa Cita Laksana, via facebook)

Hallo Mbak, namaku Niken. Aku tadi browsing-browsing google tentang bikin majalah, trus liat blog Mbak. Very inspiring :) (Niken Dwi Nastiti, via facebook)

Mbak, aku suka dg tulisan-tulisan Mbak di blog. Terutama soal beli rumah pertama, sangat inspiratif, terutama buat aku yang pengen punya rumah sendiri tapi takut sengsara gara-gara cicilan bulanan hehe.. Keep on writing ya mbak.. (Retno Widayanti, via facebook)

Bravo buat tulisannya. Sangat memberkati saya. Thanks (Hanifah, pembaca blog)


Thanks buat komentar-komentarnya yang bikin saya tambah semangat untuk terus menulis dan menulis lagi..

(Komentar teman-teman gitaris nanti dulu nongolnya yaa.. belum sempet saya kumpulin jadi satu.. ^^)

ENDORSEMENT DARI MAS BUTET KARTAREDJASA

Coba-coba minta endorsement ke Mas Butet Kartaredjasa untuk calon buku saya 'Bermain dengan Uang', eh ternyata beliau langsung mau. Kebetulan juga Mas Butet lagi di Jakarta dan setuju aja waktu saya ajak ketemuan. Jadilah siang tadi saya, suami, dan Mas Butet makan bareng di Warung Sate PSK Lenteng Agung.

Dan inilah foto kami berdua setelah kekenyangan makan sate :-p


Selesai makan, Mas Butet janji akan mengirim endorsement yang saya minta lewat email malam ini. Tapi ternyata saya nggak perlu menunggu lama. Nggak sampai sejam setelah kami berpisah, beliau sudah mengirim endorsement ke inbox facebook saya. Inilah komentar Mas Butet tentang calon buku saya yang sempat bikin saya rada-rada ge-er :-D

Kehidupan jadi bernilai ketika kita bisa membagi inspirasi. Karena itulah membagi pengetahuan dan pengalaman merupakan keniscayaan yang membuat sebuah kehidupan menjadi terasa tidak sia-sia. Ada syukur dan kebanggaan ketika apa yang kita lakukan berhasil menginspirasi orang lain. Catatan personal yang menggambarkan kegigihan perjuangan hidup mbak Intan, seperti yang termuat di buku ini, akan sangat bernilai jika Anda kemudian menemukan pencerahan. Saya yakin, Anda pasti akan ditaburi inspirasi setelah membaca buku ini. Beneeer!

Butet Kartaredjasa, aktor


Buat Mas Butet kalau kebetulan mampir ke blog saya, thanks ya untuk ketemuannya, endorsementnya, sharingnya, dan ide-idenya! ^^

Kamis, 03 Maret 2011

TEMAN-TEMAN GITARIS, SAYA TUNGGU KOMENTARNYA YA!

Lagi seneng nih! ^^

Tulisan-tulisan saya di blog ini mau diterbitin jadi buku sama penerbit Elex Media. Kemarin sore saya dapet kabar naskah sudah selesai proses editing dan kalau semuanya lancar akan terbit April 2011 ini. Cepet banget prosesnyaa..

Buat seru-seruan, saya minta temen-temen gitaris ngasih komentar tentang buku ini mengingat isi bukunya juga menyinggung tentang perjuangan saya membesarkan Majalah GitarPlus. Nggak nyangka beberapa gitaris yang baru sempat saya hubungi pagi ini langsung ngasih respon yang mengharukan. Beberapa orang langsung sms balik kirim komentar, beberapa gitaris papan atas menawarkan untuk nyumbang main gitar di acara launching, ada juga yang nawarin bikin launching bareng komunitas di kotanya, mau bantu promosiin buku, bahkan mau beli bukunya padahal liat blog-nya aja belom (sampe saya bilang, 'isi bukunya tentang cara memelihara tuyul lho!' Si gitaris tetep pantang mundur :p)

Seneng dan terharu banget saya dapat support sebesar ini! :)

Teman-teman yang merasa dirinya gitaris -baik yang udah ngetop maupun baru mulai main gitar- saya masih menunggu komentar kalian semua, kalau bersedia kasih komentar.. (saya nggak maksa lho.. ^^). Komentar bisa langsung di blog ini, diemail ke intan@gitarplus.net, disms ke hp saya, lewat bbm, atau tinggalin pesan di inbox facebook saya.

Untuk semua perhatian dan dukungannya, nggak ada kata lain yang bisa saya ucapkan selain TERIMA KASIH BANYAK. You're Rock!

SAYA MENYEBUTNYA UKM

(tulisan ini sebetulnya sudah saya buat lama banget, tapi nggak sempat2 diposting sampai akhirnya mau diterbitin di calon buku saya.. :p)


Saya menyebutnya UKM; Usaha Kecil Menyenangkan. Menyenangkan karena pada awalnya, saya menerbitkan GitarPlus hanya untuk kesenangan pribadi yang terkesan idealis. Saya melihat belum pernah ada majalah musik di Indonesia yang memiliki misi mengedukasi pembacanya. Saya bercita-cita ingin membuat majalah musik yang berbeda. Yang nggak cuma berisi berita musik atau profil musisi, namun juga menyuguhkan tips dan cara-cara bermain alat musik, termasuk memilih alat musik yang tepat.

Saya ingin di majalah ini pembaca bisa berinteraksi dan berbagi pengalaman bermusik dengan gitaris-gitaris senior. Juga belajar memainkan gitar dengan panduan teks lagu yang dilengkapi tablatur. Dengan penuh kesadaran saya membidik pasar yang sempit dengan mengangkat gitar sebagai alat musik yang mendapat porsi utama untuk dibahas di majalah ini, meskipun nggak menutup kemungkinan untuk mengulas alat musik lain -tentunya dengan porsi yang lebih kecil. Itulah sebabnya saya memberi nama majalah ini GitarPlus dengan jargon ‘Majalah Gitar Pertama di Indonesia’. (Karena memang belum ada majalah di Indonesia yang mengkhususkan diri mengulas tentang dunia gitar dan gitaris saja)

Sejak awal saya sadar, bermain di pasar yang sempit bukan perkara gampang. Apalagi sambil membawa-bawa idealisme. Saya merasakan betul betapa sulitnya menjalankan GitarPlus di tahun-tahun awal. Apalagi saya bukan pemilik modal besar, sementara biaya produksi tinggi, oplah susah naik (karena segmentasinya sempit), dan pemasang iklan nggak ada (karena saya bukan siapa-siapa dan nggak berada di bawah naungan grup besar). Sampai tahun ketiga keuangan GitarPlus kembang kempis nggak karuan.

Tapi saya senang-senang saja menjalaninya. Dari awal niat saya membuat GitarPlus memang bukan semata untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, tapi lebih mencari lahan baru untuk bermain-main dengan uang; lebih untuk mengejar kepuasan pribadi. Saya ingin membuktikan kalau orang yang nggak punya modal besar pun bisa bikin majalah yang berkualitas. Hanya dengan kemampuan mengelola uang dan membaca peluang, saya ingin menunjukkan kalau orang yang bahkan nggak bisa main musik pun bisa menerbitkan majalah musik. Tapi karena setiap bulan merugi terus, pernah juga sih saya hampir menutup GitarPlus. Bukan karena saya menyerah, tapi nggak kuat modalnya! :-D

Lalu suatu hari saya bertemu Pak JH, bekas bos sekaligus guru yang banyak mengajari saya jadi pengusaha. Waktu saya curhat tentang GitarPlus, beliau malah balik bertanya, “Bisnismu bisnis yang salah bukan?”

“Maksudnya?” tanya saya nggak ngerti.

“Misalnya begini; kamu dagang es krim di Kutub Utara atau jualan jaket di daerah yang cuacanya panas. Kalau begitu kondisinya, biarpun kamu ngotot setengah mati mempertahankan usahamu, nggak bakal berhasil karena itu bisnis yang salah. Nah, kalau kamu jualan jaket di daerah dingin tapi usahamu nggak jalan, berarti ada yang salah dengan caramu mengelola usaha. Itu yang harus kamu evaluasi terus menerus sampai menemukan celahnya, sampai kamu menemukan cara terbaik untuk menangani usahamu.”

Nasehat Pak JH ternyata sangat menginspirasi saya. Saya bertekad nggak mau menyerah dan harus bisa menemukan celah untuk membawa GitarPlus ‘ke jalan yang benar’. Saya mulai mengevaluasi sistem distribusi, memperbaiki isi dan tampilan majalah, membuat inovasi-inovasi baru sambil nggak lupa terus berdoa. Kuncinya ternyata memang saya harus kreatif!

Dan inilah hal-hal ‘kreatif’ yang pernah saya lakukan dalam upaya membenahi GitarPlus agar bisa diterma pasar :

1. Mengganti nama dan logo majalah. Di awal penerbitannya, Majalah GitarPlus muncul dengan nama G+ dan logo itulah yang ditampilkan di cover majalah. Sebagai orang yang punya ide membuat majalah ini saya tahu banget kalau G+ itu maksudnya GitarPlus, tapi tidak dengan para pembaca. Kalau cuma ngeliat cover G+ terpajang di toko buku atau pengecer majalah, orang nggak langsung sadar kalau G+ adalah majalah musik yang isinya khurus membahas tentang dunia gitar dan gitaris. Baru terbit beberapa edisi untunglah saya keburu sadar (emang tadinya pingsan? :p) dan buru-buru mengganti logo di cover majalah menjadi GITARPLUS seperti yang terlihat sampai saat ini. Penggantian nama dan logo itu ternyata efeknya besar untuk kemajuan GitarPlus karena orang jadi lebih ngeh dan tahu ini majalah apa hanya dengan melihat cover-nya.

2. Menghilangkan chord lagu dari isi majalah. Kira-kira sepuluh edisi pertama, GitarPlus hampir nggak ada bedanya dengan majalah-majalah musik berisi chord lagu yang banyak beredar saat itu. Sebetulnya saya sudah bisa membayangkan seperti apa idealnya bentuk Majalah GitarPlus yang ingin saya buat. Tapi untuk mewujudkannya menjadi seperti yang saya mau memang butuh waktu dan dana. Saya juga harus menyamakan ide dan persepsi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan majalah ini.

3. Mengubah tampilan majalah. Di awal-awal terbit, halaman isi GitarPlus masih banyak memakai kertas koran dan dicetak hitam putih pula. Pelan-pelan saya meningkatkan kualitas kertas menjadi HVS dan dicetak berwarna sehingga tampilan majalah menjadi lebih menarik. Resikonya, biaya produksi jadi meningkat. Terpaksa saya menaikkan harga.

4. Pertama terbit, GitarPlus saya jual dengan harga Rp 9.000 karena kebanyakan majalah musik yang terbit saat itu harga jualnya berkisar di angka Rp 8.000 – Rp 9.000. Ternyata setelah saya menaikkan harga GitarPlus malah menemukan positioning yang tepat. Nggak disangka-sangka setelah saya mematok harga Rp 20.000 (tentu saja sambil meningkatkan kualitas majalah) penjualan GitarPlus malah meningkat.

5. Memakai musisi cewek sebagai model cover. Majalah gitar kan identik dengan majalah cowok. Biar tampil beda dan menarik perhatian pembaca, saya sempat menampilkan musisi-musisi cewek yang berpose memegang gitar sebagai cover Majalah GitarPlus. Musisi yang pernah jadi model cover GitarPlus di antaranya Syahrini, Prisa Adinda, Ussy Sulistiowati, Sherina, Melanie Subono, Pia ‘Utopia’, Kikan ‘Coklat’, Tere, dan lain-lain. Tapi ternyata malah dikira majalah cewek atau malah majalah fashion :-p. Saya ganti taktik lagi deh pakai cover gitaris cowok dan ternyata GitarPlus malah jadi lebih disukai.

6. Bikin promo berbudget rendah. Misalnya rajin jadi media partner di setiap acara-acara musik lalu sampling majalah di lokasi acara. Atau bikin event gitaris dengan menggandeng distributor alat-alat musik sebagai sponsor. Salah satu event Majalah GitarPlus yang rutin digelar di beberapa kota besar di Indonesia adalah ‘Pesta Gitaris Guitar For Fun’. Event ini bertujuan menjadi ajang berkumpulnya gitaris-gitaris senior dan junior untuk bertukar wawasan dan pengalaman seputar gitar yang dikemas dalam suasana yang akrab dan santai. Dan mempromosikan Majalah GitarPlus, tentu saja! ^_^

Sebetulnya masih banyak hal yang saya lakukan untuk membuat GitarPlus menjadi seperti sekarang ini. Tapi saya memilih untuk nggak menceritakan semuanya karena selain sudah ada yang lupa, saya juga nggak mau bikin orang yang tadinya pengen menerbitkan majalah jadi putus asa duluan setelah tau betapa berat perjuangannya hehe…

Yang pasti, setelah melakukan berbagai perubahan dan perbaikan, lambat laun Gitar Plus bisa diterima pasar. Eksistensinya pun mulai diakui oleh berbagai kalangan. GitarPlus akhirnya juga berhasil mendapatkan kontrak iklan dari beberapa distributor dan toko alat musik di Indonesia. Bahkan beberapa gitaris ternama memberikan dukungan dengan menjadi pengasuh rubrik –tetap ataupun tentatif- di GitarPlus, di antaranya Abdee ‘Slank’, Jubing Kristianto, Eet Syahranie, Coki ‘Netral’, John Paul Ivan, Ezra Simanjuntak, I Wayan Balawan, Dewa Bujana, Andy Owen, dan banyak lagi. Saat ini GitarPlus bahkan sudah mendapat pengakuan dari gitaris-gitaris dunia berkat kepiawaian S.A Pralim Mudya, Editor in Chief majalah ini yang punya andil besar dalam menutupi kekurangan saya. Terbukti, mereka mulai mengajukan diri untuk diwawancara secara langsung untuk dimuat di Majalah GitarPlus.

Perjuangan membesarkan GitarPlus membuat saya harus terus menerus mengasah otak dan kreatifitas. Melelahkan sekaligus menegangkan. Tapi sekarang saya mulai bisa memetik hasilnya, meskipun saya sadar bahwa masih banyak hal yang perlu dibenahi. Nggak apa-apa, buat saya itu menyenangkan kok. Namanya juga UKM.. ^_^

Rabu, 02 Maret 2011

MENCIPTAKAN PELUANG

Selesai liburan di Bali, Hugo dan suami saya pulang ke Jakarta sementara saya lanjut ke Yogyakarta. Ngapain? Jalan-jalan.. eh, kerja lagi dooong! Dalam waktu bersamaan dengan persiapan GUITAR FOR FUN, saya juga merencanakan acara lain yang juga merupakan program rutin Majalah GitarPlu, yaitu ‘GUITAR GOES TO SCHOOL’, di Yogyakarta. Semua acara yang saya bikin memang berbau gitar-gitaran. Iyalah, kan majalah saya majalah gitar. ^^

Awalnya saya bikin ‘GUITAR GOES TO SCHOOL’ untuk mempromosikan semua usaha saya; toko alat musik, studio musik, kursus musik, dan majalah musik. Itulah enaknya punya berbagai usaha di bidang yang sama, sekali bikin acara semua dapat promonya. Sekali capek, semua kena dampaknya hehe..

Konsep acara ‘GUITAR GOES TO SCHOOL’ sendiri saya rancang sebagai program pengenalan profesi musisi untuk siswa-siswi SMP dan SMA. Selama ini mungkin mereka mengenal beragam profesi seperti guru, dokter, pengacara, bankir, pilot, polisi dan sebagainya. Nah, dengan membuat acara ‘GUITAR GOES TO SCHOOL’ ini saya membuka wawasan mereka bahwa selain profesi yang mereka kenal, ternyata ada lho profesi yang menjanjikan di bidang musik.



Saya bikin konsep acara seperti itu karena menyadari belakangan ini minat remaja untuk bermain musik sangat besar. Sekarang sudah bukan hal yang aneh lagi melihat anak SD, bahkan TK, sudah mulai belajar main musik. Kesadaran orang tua untuk memberi kebebasan pada anak untuk main musik juga sudah jauh lebih besar dibandingkan dulu. Bukti nyatanya nih, kalau orang tua dulu mungkin ngomel-ngomel melihat anaknya genjrang-genjreng main gitar, sekarang malah didaftarin les dan dibelikan gitar bagus. Orang tua dulu melarang anak main musik karena takut mengganggu belajar, orang tua sekarang justru mendorong anak main musik sejak dini untuk mendukung proses belajar. Pergeseran nilai inilah yang saya tangkap sebagai peluang. Saya jadi lebih leluasa masuk ke sekolah-sekolah mengusung program ‘GUITAR GOES TO SCHOOL’ ke sekolah-sekolah.


Di ‘GUITAR GOES TO SCHOOL’, program pengenalan profesi saya kemas dalam acara musik yang ringan dan menghibur. Biasanya saya membawa musisi yang sukses berkarir di bidang musik untuk menjadi bintang tamu, contohnya Iman J-Rocks, Bengbeng PAS Band, Gugun Blues Shelter, Arya Setiadi, Irul Five Minutes dan lain-lain. Selain menunjukkan kebolehan bermain gitar, si gitaris akan bercerita tentang seluk beluk dunia gitaris. Ada sessi tanya jawab dan games berhadiah juga untuk memeriahkan suasana. Dengan mengadakan acara ini, saya ingin memotivasi siswa-siswi yang punya minat di bidang musik bahwa hobi main musik pun kelak bisa dijadikan profesi yang bisa menghidupi, asalkan ditekuni dengan serius dan fokus. Tapi sekolah tetap penting. Jangan sampai gara-gara keasyikan main musik terus jadi malas belajar dan mengabaikan sekolah. Jadi, selain untuk senang-senang, acara ini juga ada unsur edukasi dan motivasinya..

Kalau waktu yang disediakan pihak sekolah cukup lama, saya akan menambah pengisi acara lain di luar si gitaris tadi untuk membuka kesadaran mereka bahwa berprofesi di bidang musik nggak melulu harus jadi musisi. Bisa jadi wartawan musik, pembuat alat musik, penyelenggara acara musik, dan banyak lagi. Salah satu contohnya saya nih, nggak bisa main musik tapi bikin majalah musik dan buka toko alat musik. :-D
Setelah selesai, liputan acaranya akan dimuat di Majalah GitarPlus sehingga informasi tentang adanya acara ini diketahui oleh semua pembaca Majalah GitarPlus di seluruh pelosok tanah air, yang pastinya juga menjadi nilai tambah untuk pihak sekolah dan sponsor yang mendukung acara ini.

Dengan konsep seperti itu, ‘GUITAR GOES TO SCHOOL’ jadi lebih mudah diterima oleh pihak sekolah dibandingkan kalau saya ucluk-ucluk datang ke sekolah minta waktu untuk promosi toko dan majalah. Pihak sekolah untung karena dapet acara bermutu yang gratis dan diliput di majalah berskala nasional. Makanya dengan senang hati mereka akan menyediakan tempat -di aula atau lapangan di dalam sekolah-, mengosongkan waktu sekitar 2 sampai 3 jam, dan mewajibkan semua siswa untuk mengikuti program ini. Distributor alat musik yang saya gandeng untuk mendukung acara juga senang karena bisa promo produk tanpa harus repot-repot menyiapkan tempat dan mengundang penonton. Kan semuanya sudah beres saya urus. Saya juga senang bisa berpromo dengan budget rendah karena nggak harus menanggung semua biaya yang dibutuhkan. Promosi terselubung yang menyenangkan dan menguntungkan semua pihak deh judulnya. ^^d

Di Jakarta, hampir setiap bulan saya mengadakan ‘GUITAR GOES TO SCHOOL’ di sekolah yang berbeda-beda dan untuk pertama kalinya, 22 Februari 2011 lalu saya mengadakan acara serupa di Yogya, dengan menggandeng toko alat musik setempat (Diana Musik), komunitas musisi Yogya (Delicore Corp) dan dimeriahkan oleh kedatangan Iman J-Rocks yang merupakan gitaris endorsee Fernandes Guitar.

Melihat gencarnya saya mengadakan acara ini, seorang teman sempat bertanya, “Kamu untungnya gede ya kalau bikin acara di sekolah gitu?”

Wah, boro-boro untung! Yang ada justru saya harus keluar uang untuk biaya acara. Tapi di sini saya memang bukan lagi cari untung. Saya sedang menciptakan peluang. Saat acara berlangsung, tanpa malu-malu saya akan menyebar brosur dan mencatat nama plus nomer telepon siswa-siswi yang menonton acara ini (khusus untuk Guitar Goes to School yang saya adakan di Jakarta. Di kota lain, saya memberi kesempatan promosi ini pada toko yang terlibat dalam acara ini). Dengan begitu pihak sekolah dan siswa-siswinya kan jadi kenal sama saya (yang lebih penting sih kenal toko dan majalah saya :-p), jadi kalau suatu saat mereka butuh alat musik pasti inget saya. Mau rental studio musik? Inget saya! Mau bikin acara dan butuh media partner? Inget saya! Pengen kursus gitar? Inget saya juga! Halah, udah kayak lagu aja mau ngapa-ngapain inget saya..^^

Foto : Shandy Delicore