Jumat, 19 Agustus 2011

SAYA SENANG MEMBUAT GITARIS BERKUMPUL DAN SALING TERHUBUNG

Banyak orang bilang saya hebat karena di acara ‘Gitaran Sore’ yang saya selenggarakan di Ciwalk, Bandung, 14 Agustus 2011 lalu saya berhasil mengumpulkan banyak gitaris, baik junior maupun senior. Di acara itu, lebih dari 20 gitaris dari berbagai komunitas di Bandung ikut tampil memeriahkan acara, di antaranya Aji Brokenbones (Ketua Indonesian Guitar Community), Febrian Novanto (Ketua Pasundan Guitar Community) yang tampil berdua dengan Ivan Fabian Devota di bawah bendera Cap Nony, Aam (Ketua Guitartaintment), Balum (perwakilan dari Agung Guitar Course, kursus gitar yang dikomandani oleh Agung Burgerkill), Art Win, Trian Nugraha, Mamat Skill, Eben Andreas –anggota IGC yang datang jauh-jauh dari Jakarta-, Trio Sungsang, dan masih banyak lagi. Sementara gitaris yang namanya sudah dikenal secara nasional –bahkan internasional- yang tampil di acara itu adalah I Wayan Balawan, Pupun RoR, Bengbeng PAS Band, Ezra Simanjuntak, serta seorang bassist dari band Topeng, Budy Kurnia. Hmmm… itu sih belum seberapa. Gitaris yang tampil di acara Bandung Lautan Gitar –yang juga saya adakan di Bandung, 18 Juni 2011 lalu- jauh lebih banyak jumlahnya; semuanya ada 54 gitaris!

Selain yang tampil di panggung, saya juga mengundang teman-teman gitaris lain untuk datang agar bisa bersilaturahmi dan ngabuburit bareng di Ciwalk. Undangan yang saya sebar lewat SMS dan bbm itu ternyata mendapat respon yang baik. Beberapa gitaris dari berbagai aliran musik seperti Eet Sjahranie, Ace J, Syarif ‘Aksara’, Agung dan Eben Burgerkill, Akew Beside, Bona Dcinammons, Diat ‘Yovie n Nuno’ dan lain-lain ternyata mau meluangkan waktu untuk datang. Juga ada Pia ‘Utopia’ dan Yukie Pas Band yang ikut datang meramaikan acara. Beberapa perwakilan distributor alat musik juga tampak berbaur di tengah penonton Gitaran Sore, di antaranya dari Shredder Guitar and Amplifier, Cora Amplifier, Blackstar Amplifier, Secco Guitar, Rockwell Guitar, Russel Amplifier, GNA Music, dan lain-lain (yang nggak kesebut namanya, maaf yaaa.. Saya nggak bisa mengingat satu per satu saking banyaknya yang datang.:-D). Acara sore itu menjadi ajang berkumpulnya gitaris-gitaris serta pihak-pihak yang berkecimpung di dunia gitar, nggak cuma yang tinggal di Bandung dan sekitarnya. Ada juga penonton yang tinggal di Riau, Bekasi, Tangerang, Depok, dan Kuningan. Kalau dihitung-hitung, ada sekitar seribu orang penonton yang memadati Union Square Cihampelas Walk hari itu, dan saya yakin lebih setengah di antaranya adalah gitaris dan penggemar gitar. Lumayan banyak kan?

Tapi kalau begitu banyak gitaris ngumpul di Ciwalk sore itu, menurut saya sih bukan karena saya hebat. Gitaris-gitaris itu kan datang bukan untuk ketemu saya hehe.. Mereka butuh berkumpul dengan komunitasnya, butuh berinteraksi dan sharing dengan teman-teman yang mempunyai minat yang sama, butuh menunjukkan eksistensinya. Saya hanya memberi wadah melalui acara yang saya buat. Dan menggerakkan mereka untuk datang karena saya tahu, sebagian orang merasa kurang nyaman datang ke suatu acara kalau nggak merasa diundang. Sudah, cuma itu doang peran saya. Apa hebatnya? ^_^

Ngomong-ngomong soal komunitas, sudah lama saya mengamati kalau setiap orang yang punya ketertarikan khusus pada sesuatu hal tertentu butuh punya komunitas. Gitaris juga begitu. Hanya bersama teman-teman sesama gitarislah mereka bisa ngobrol dengan ‘bahasa’ yang sama. Gitaris atau penggemar gitar baru bisa ngobrol seru kalau lawan ngobrolnya sama-sama orang yang tertarik pada gitar, atau minimal musik secara keseluruhan. Ngobrolin gitar dengan orang yang tergila-gila sepak bola mungkin sedikit-sedikit nyambung, tapi pasti lebih asyik dengan sesama gitaris. Dengan sesama penggemar gitar, seorang gitaris bisa saling bercerita detail tentang gitar yang mereka miliki. Hanya dengan sesama gitaris, mereka bisa bertukar pikiran tentang effect atau equipment apa saja yang dibutuhkan untuk menghasilkan sound tertentu. Coba aja ngobrol soal itu dengan penggemar motor gede, yang sama sekali nggak ngerti gitar, pasti sebentar aja udah kehabisan bahan atau salah satu pihak kabur duluan karena bosan. Hahahaa..


Karena itulah mempunyai komunitas menjadi penting bagi seorang gitaris. Dan setelah keliling ke berbagai kota di Indonesia, saya melihat di masing-masingkota ternyata sudah banyak terbentuk komunitas gitaris. Di Bandung ada Guitartaintment, Indonesian Guitar Community (IGC), dan Pasundan Guitar Community. Di Surabaya ada Komunitas Gitaris Surabaya. Di Jember ada Komunitas Gitaris Jember. Di Bali ada Bali Guitar Club. Di Makassar ada Persatuan Gitaris Makassar (PeGM), di Jakarta ada Guitar Community of Indonesia yang buka cabang di Surabaya, Yogyakarta, Bogor, Bali dan kota-kota lain (udah kayak bank aja banyak cabangnya :p), di Medan ada Medan Guitar Family, dan masih banyak lagi yang nggak bisa saya sebutkan satu per satu. Ada komunitas yang aktif, hampir setiap bulan rutin bikin acara. Ada yang adem ayem, sesekali doang bikin acara tapi nggak dipublikasikan keluar sehingga nggak banyak orang yang tahu. Tapi ada juga yang cuma aktif berinteraksi lewat facebook sehingga sesama anggotanya nggak pernah ketemu secara langsung, meskipun tinggal di satu kota. Nah, kalau yang tinggal satu kota pun belum tentu saling kenal atau pernah saling ketemu, bagaimana dengan yang beda kota?

Kenyataan itu membuat saya tergerak untuk berbuat sesuatu agar para gitaris Indonesia bisa saling mengenal, saling terhubung. Salah satu caranya adalah dengan rutin bikin acara di berbagai kota dan memuat liputan acara-acara tersebut di Majalah GitarPlus, majalahnya para gitaris. Saya juga memberi ruang bagi komunitas gitaris dari berbagai pelosok di Indonesia untuk menampilkan kegiatan komunitasnya di Majalah GitarPlus. Dengan begitu gitaris-gitaris dari kota-kota lain tahu kalau teman-temannya sesama gitaris di satu kota mengadakan kegiatan tertentu. Saya berharap itu akan memicu gitaris dari kota-kota lain untuk ikut membuat kegiatan positif yang berhubungan dengan dunia mereka sebagai gitaris, dengan caranya masing-masing.


Makanya, satu hal yang selalu membuat saya senang dan puas setiap selesai menyelenggarakan suatu acara bukanlah berapa besar keuntungan materi yang saya peroleh dari hasil penyelenggaraan acara itu. Saya nggak mencari untung di sini. Saya bukan EO. Saya cuma senang kalau setelah acara selesai banyak gitaris meng-upload foto-foto acara di facebook masing-masing dan saling memberi komentar. Saya senang menyadari beberapa teman saya di facebook yang sama-sama gitaris jadi berteman satu sama lain gara-gara mengomentari foto saya, padahal yang satu tinggal di Makassar dan satunya lagi di Medan. Saya senang waktu gitaris yang bertemu saat jadi bintang tamu di acara saya bilang kalau mereka sudah saling menyimpan nomer hp atau pin Blackberry dan jadi rajin kontak-kontakan. Saya senang bisa membuat distributor dan toko alat musik bisa kenal akrab dengan para gitaris, tidak sekadar berhubungan sebagai pembeli dan penjual. Dan saya bahagia luar biasa kalau setiap selesai acara semua pihak yang terlibat -baik sebagai pengisi acara, sponsor maupun penonton- dengan semangat bertanya, “Kapan bikin acara seperti ini lagi? Jangan lupa ajak-ajak saya ya!”

Singkatnya, saya senang membuat gitaris serta semua orang yang punya kepentingan dan kepedulian pada dunia gitar berkumpul dan saling terhubung. Karena saya yakin, hal itu sedikit banyak pasti akan memberi dampak positif bagi kemajuan dunia gitar dan gitaris Indonesia. :)

Rabu, 17 Agustus 2011

STRATEGI GILA AGAR ACARA LANCAR JAYA

Tulisan ini adalah sambungan dari tulisan sebelumnya, Cerita Konser Jubing Kristianto di Medan. Karena kepanjangan, saya bikin jadi dua tulisan biar kayak sinetron. :p

Karena di konser Jubing ini saya sama sekali nggak dapat sponsor dana, maka untuk persiapan acaranya pun saya memakai pendekatan yang berbeda. Waktu menyebarluaskan informasi tentang acara ‘Guitar For Fun’ ke toko-toko dan sekolah musik di Medan, saya sambil sounding sekalian kalau saya juga akan bikin acara lain dalam waktu berdekatan. Berhubung persiapan acaranya mepet banget, saya tentu nggak bisa berharap banyak mereka akan mau memberi support dalam bentuk dana. Tapi bukan berarti nggak bisa diajak kerja sama dalam bentuk lain kan?

Buktinya ada juga tuh beberapa toko dan sekolah musik yang bersedia diajak kerja sama untuk penyelenggaraan acara ini. Ada yang men-support sound system, menjadi tiket box, membantu menyebarluaskan informasi dan lain-lain. Nah, kunci utama keberhasilan acara ini terletak pada kerja sama saya dengan sekolah-sekolah musik. Kok bisa?

Iya dong, untuk konser ini saya melibatkan siswa-siswa berbagai sekolah musik dan kampus jurusan musik di Medan untuk tampil satu panggung bersama Mas Jubing, di antaranya Farabi, Purwacaraka, Medan Musik, Vivo Musik, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas HKBP Nommensen, Fakultas Seni Musik Unimed, SMM Negeri Medan, dan lain-lain. Satu per satu saya kunjungi sekolah dan kampus musik tersebut untuk menawarkan kerja sama. Ada yang langsung menyambut baik tawaran saya, tapi ada juga yang ogah-ogahan, memasang tampang judes, bahkan ada juga yang bahkan ketemu saya pun nggak mau. Ya udah, nggak apa-apa, saya ngajak kerja sama yang mau doang kok. Untung saya udah biasa ditolak dan nggak gampang sakit hati dijudesin orang. Jadi ya cuek dan hajar bleh teruuuss! :-D

Ada beberapa kejadian lucu waktu saya menelepon salah satu sekolah musin untuk saya ajak bekerja sama menyukseskan acara ini.

"Saya mau bikin konser gitar klasik di Medan dan mau menawarkan siswa di sekolah musik ini untuk tampil sepanggung dengan Mas Jubing di acara itu," ujar saya baik-baik.

Eh, malah dijawab dengan ketus, "Maaf, saya lagi sibuk! Coba kalau mau minta sumbangan proposalnya diajukan dulu."

"Saya bukan mau minta sumbangan, saya justru menawarkan peluang. Saya kasih kesempatan siswa di sekolah ini untuk tampil sepanggung dengan salah satu maestro gitar klasik Indonesia dan saya sudah siapkan semuanya. Venue, panggung, lighting, sound system, publiasi, artis.. semuanya gratis! Siswa sekolah ini tinggal datang, main, dan pulangnya saya kasih sertifikat yang menyatakan kalau siswa tersebut sudah pernah tampil sepanggung dengan Mas Jubing. Kapan lagi mereka punya kesempatan seperti ini? Acaranya diliput media nasional lagi!" balas saya tegas. Enak aja saya dikira minta sumbangan! :p

Belakangan, orang dari sekolah musik itu berubah jadi ramah dan baik sekali sama saya, dan nggak putus-putus mengucapkan terima kasih karena saya sudah bersedia melibatkan siswa-siswanya.

Ada lagi guru sekolah musik yang awalnya ogah-ogahan menanggapi tawaran saya. "Tempat kursus kami sudah sering bikin konser siswa sendiri, Bu," tolaknya dengan tampang judes.

"Ok, sekolah musik ini mungkin bisa setiap minggu bikin konser siswa sendiri. Tapi yang mendatangkan bintang tamu Jubing Kristianto dan acaranya diliput di majalah nasional? Kesempatan seperti ini belum tentu datang setahun sekali. Sekolah musik lain berebutan ingin memanfaatkan kesempatan ini, masa sekolah musik ini justru melewatkannya? Tapi terserah Anda sih, saya nggak maksa. Permisi ya, saya masih banyak urusan." Lalu saya tinggalin guru yang masih bengong-bengong kaget karena saya galakin. Emang situ doang yang bisa judes hahahaa.. Nggak disangka, sorenya beliau menelpon saya dan menyatakan kesediaan untuk mengirim siswanya tampil di acara saya.

"Saya harus bayar berapa untuk setiap siswa yang ikut tampil?" tanyanya.

"Gratis! Kan tadi saya udah bilang, saya nggak minta dana sepeser pun dari sekolah maupun siswa yang tampil.." sahut saya sabar. Hmmm.. kadang-kadang orang memang harus dibantu untuk mengubah cara pandangnya biar bisa melihat sesuatu dari sisi yang berbeda. Ini jelas bikin pekerjaan saya tambah banyak; bukan sekadar menawarkan kerja sama dan menyiapkan acara, tapi sekaligus 'mencuci otak' orang yang akan saya ajak bekerja sama agar bisa lebih jernih melihat niat baik saya hahahahaa..


Nah, kalau yang tampil gratis, dari mana saya dapat dana untuk sewa venue, lighting, honor artis dan lain-lain? Dari tiket yang saya jual ke penonton dong! Memangnya kalau anaknya (yang siswa di salah satu sekolah musik yang saya ajak bekerja sama) tampil di panggung, orang tuanya bakal cuek-cuek aja? Pasti papa-mama-kakak-adek-kakek-nenek-oom dan tante rame-rame pengen nonton semua. Yang main gratis, yang nonton bayar, fair kan? :p

Di acara ini saya berhasil mengumpulkan 45 orang siswa dari berbagai sekolah musik dan kampus jurusan musik di Medan untuk ikut tampil satu panggung bersama Mas Jubing. Nah, tinggal dihitung saja tuh berapa banyak keluarga atau teman yang pengen ikut menyaksikan mereka tampil.

Di sini lagi-lagi saya mengalami kejadian ajaib yang belum pernah saya alami di acara-acara yang lain. Kalau di acara Guitar For Fun, jual tiket harga Rp 30.000 aja susah, di konser Mas Jubing ini lain lagi ceritanya. Saya bahkan sudah berhasil menjual 100 lembar tiket –sebagian besar tiket kelas termahal- sebelum poster acaranya dibuat! Kok bisa? Ya, bisalah. Begitu dapat nama siswa sekolah musik yang akan tampil, langsung saya –dibantu pihak sekolah musik yang bersangkutan- konfirmasi ke keluarganya berapa orang yang mau beli tiket untuk nonton. Rata-rata anak yang ikut kursus musik berasal dari keluarga mampu, jadi biasanya mereka dengan senang hati akan menonton dan kalau bisa duduk di kursi paling depan, nggak perduli berapa pun harga tiketnya. Beda pasar memang harus beda cara menanganinya kan? Hehehe..


Konser gitar klasik yang pertama kali saya selenggarakan ini akhirnya menjadi konser gotong royong. Kenapa saya sebut begitu? Soalnya biaya acara akhirnya ditanggung rame-rame oleh berbagai pihak. Untuk tiket pesawat Mas Jubing Jakarta-Medan pp, saya mendapat support dari IMC Records selaku perusahaan rekaman yang merilis album solo gitar Mas Jubing dari album pertama sampai yang keempat. Akomodasi Mas Jubing disupport oleh Farabi Music School Medan, sound system disupport oleh Tango dan Brothers Musik Medan, publikasi dibantu oleh Dunia Musik dan radio Trijaya FM, dan sisa biaya saya tutup dari penjualan tiket yang saya jual dalam tiga kelas; Rp 30.000, Rp 50.000 dan Rp 100.000. Lumayan lho, penonton yang memadati Royall Room Hotel Danau Toba malam itu mencapai 300 orang, termasuk siswa-siswi yang ikut tampil satu panggung dengan Mas Jubing. Nggak kalah rame dari acara ‘Guitar For Fun’ Medan yang saya persiapkan jauh-jauh hari sebelumnya!

Konser gitar klasik ini saya buat nyaris tanpa media publikasi. Untuk menghemat biaya, saya cuma bikin poster dan flyer sekadarnya yang saya sebar ke sekolah-sekolah musik, kampus-kampus, serta beberapa SMP SMA swasta di Medan. Selebihnya, saya gencar berpromosi lewat internet dan langsung gerilya ke pasar penonton yang tepat; sekolah-sekolah dan kampus-kampus jurusan musik. Bikin acara kan juga harus pakai strategi. Dan dengan pendekatan yang berbeda, acara yang persiapannya mepet banget serta cuma dikerjakan oleh dua orang ternyata bisa terselenggara dengan sukses dan lancar jaya. Hidup nekat! ^_^

CERITA KONSER JUBING KRISTIANTO DI MEDAN

Salah satu hal gila yang pernah saya lakukan adalah menggelar konser gitar klasik Jubing Kristianto, hanya berselang dua hari setelah saya mengadakan acara Pesta Gitaris ‘Guitar For Fun’ di Medan, awal Juni 2011 lalu. Jadi, 1 Juni saya bikin ‘Guitar For Fun’ di Hall Garuda Plaza Hotel Medan, tanggal 2 Juni istirahat sehari, langsung tanggal 3 Juni saya hajar lagi dengan bikin konser Jubing Kristianto di Hotel Danau Toba Medan. Acara yang kedua ini saya lakukan nyaris tanpa tim, cuma berdua suami doang! Saya dan suami memang partner in crime. Hahahaa..

Ketika Jubing Kristianto mengeluarkan album solo gitar keempatnya yang berjudul 'Kaki Langit' Februari 2011 lalu, saya tiba-tiba ingin membuat konser gitar klasik untuk Mas Jubing, begitu saya biasa memanggilnya. Pertimbangannya sederhana, Majalah GitarPlus sebagai majalah gitar pertama dan satu-satunya di Indonesia punya misi merangkul gitaris dari berbagai aliran dan golongan, tapi gitaris klasik selama ini kurang tersentuh karena di setiap acara GitarPlus, saya lebih banyak mengangkat gitaris rock dan metal. Sekali-sekali saya pengen juga dong bikinin acara untuk gitaris klasik..

Berhubung saya adalah kombinasi antara tukang mimpi dan tukang nekat yang udah kronis, begitu muncul ide bikin konser gitar klasik saya nggak mau tanggung-tanggung; pengen bikin di 5 kota sekaligus! Saya memantapkan tekad dan menguatkan hati untuk rencana besar itu dan pelan-pelan mulai mempersiapkan pelaksanaan acara, mulai dari mencari jadwal kosong Mas Jubing, menghubungi musisi lain yang akan diajak kerja sama untuk tampil bareng di konser Mas Jubing, survey tempat ke kota-kota yang direncanakan akan menjadi tempat penyelenggaraan acara, bikin proposal, cari sponsor, dan lain-lain. Kalau mengerjakan sesuatu saya memang nggak mau nanggung-nanggung. Total dan niat banget deh pokoknya.

Tapi bahkan niat yang besar dan kemauan untuk mati-matian bekerja keras saja ternyata nggak cukup, kalau Tuhan memang belum mengijinkan acara itu terselenggara. Dalam perjalanannya, rencana besar saya terkendala banyak sekali halangan, tapi masalah dana-lah yang akhinya membuat saya pelan-pelan mundur serta memutuskan menyimpan mimpi ini dulu untuk sementara waktu. Awalnya saya memang berharap bisa memperoleh support dana dari sponsor, tapi ternyata sampai batas waktu yang saya tentukan sendiri, saya belum juga menemukan sponsor yang mau men-support acara ini. Daripada kalau diteruskan saya jadi tekor karena harus nombok habis-habisan, ya mending saya tunda dulu dong. Tapi bukan berarti saya melupakan atau mengubur niat saya untuk menyelenggarakan acara ini. Saya bukan orang yang gampang menyerah. Saya hanya sedang menunggu saat yang tepat.

Waktu mengajukan proposal konser Mas Jubing ke berbagai perusahaan, saya juga sekaligus megajukan proposal acara Pesta Gitaris ‘Guitar For Fun’ di dua kota, Medan dan Makassar. Saya memang tipikal orang yang suka mengerjakan beberapa hal sekaligus dalam waktu bersamaan. Seru aja! Soalnya saya orangnya bosenan kalau dalam satu waktu harus fokus pada satu pekerjaan tertentu. Enakan melompat-lompat dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain pada waktu yang sama. Lebih mendebarkan, tantangannya juga lebih memacu semangat hahahaa..

Balik lagi ke soal dua proposal yang saya ajukan sekaligus ke beberapa perusahaan, eh, ternyata ada perusahaan rokok yang justru tertarik men-support acara ‘Guitar For Fun’. Saya langsung diundang ke kantornya untuk presentasi dan membicarakan tekhnis kerja sama sponsorship ini, lalu nggak pakai lama saya sudah tanda tangan kontrak kerja sama dan bersiap menyelenggarakan event ‘Guitar For Fun’ di Medan dan Makassar.

Cerita tentang jatuh bangunnya saya mempersiapkan acara ‘Guitar For Fun’ di Medan dan Makassar ada di tulisan saya yang lain. Yang belum saya ceritakan, begitu saya berada di Medan untuk mempersiapkan acara ‘Guitar For Fun’ beberapa minggu sebelum hari H dan bertemu pihak-pihak yang akan saya ajak bekerja sama, tiba-tiba impian untuk menggelar konser gitar klasik itu menyeruak lagi ke permukaan tanpa bisa saya tahan. Ah, udahlah mumpung saya di Medan, sekalian aja saya jalan untuk persiapan dua acara sekaligus.

Segera saya melontarkan ide gila ini ke suami tercinta di Jakarta dan seperti saya duga dia sama sekali nggak keberatan. Langsung deh saya memanfaatkan waktu saya yang cuma empat hari di Medan untuk gerilya cari-cari celah agar acara kedua ini bisa terselenggara dengan baik meskipun nggak ada panitianya. Lho, kok nggak ada panitianya? Ya iyalah, sponsornya aja nggak ada! Kalau pakai panitia, nanti mau bayar honor panitia pakai apa? Bisa aja sih saya bayar pakai dana pribadi, tapi jadi nggak seru aja kalau bikin acara harus keluar banyak dana dari kantong sendiri. Kalau kayak gitu sih semua orang juga bisa! Justru yang menantang kan kalau saya bisa meyakinkan orang untuk mengeluarkan dana untuk membiayai acara karena menganggap konsep yang saya buat memang bagus dan layak disupport. Atau sebalinya, bisa bikin event besar dengan budget minim. Kepuasannya beda banget!



O ya, saya sengaja bikin acara ini hanya berselang 2 hari dari ‘Guitar For Fun’ dengan pertimbangan untuk menghemat biaya. Iya dong, 1 Juni kan saya, suami dan Andy Owen yang saya daulat menjadi MC di ‘Guitar For Fun’ dan ‘Konser Gitar Klasik Jubing Kristianto’ sudah berada di Medan atas biaya dari sponsor ‘Guitar For Fun’. Lumayan kan tuh udah hemat tiket pesawat 3 orang? Promosi dan publikasinya juga bisa sekali jalan. Coba, udah berapa banyak biaya yang sudah berhasil saya hemat dari situ? :-D

Singkat cerita, konser Jubing Kristianto yang saya persiapkan dengan sangat mendadak itu akhirnya berjalan lancar meski sangat menguras energi saya. Banyak pihak yang memuji keberhasilan acara ini. Nggak sedikit yang berterima kasih karena saya mau repot-repot membuat konser gitar klasik yang berbeda dengan acara sejenis yang pernah ada di Medan (di tangan saya konser gitar Mas Jubing memang jadi tontonan yang berbeda, terutama karena kehadiran Andy Owen sebagai MC yang kocak yang membuat konser yang biasanya formal menjadi cair dan penuh gelak tawa). Ada juga yang heran-heran, kok bisa-bisanya orang yang nggak bisa main musik dan nggak ngerti musik bikin dua acara musik sekaligus –yang satu ngumpulin 7 gitaris rock dalam satu panggung GFF, acara satunya lagi melibatkan puluhan pemain gitar klasik dan biola- TANPA PANITIA! Bahkan di akhir konser, Mas Jubing sempat bilang kalau ini adalah salah satu konsernya yang paling berkesan.

Buat saya semua pujian itu nggak terlalu penting. Yang lebih penting, dengan berhasil menggelar konser ini sekali lagi saya berhasil membuktikan kalau nggak ada hal yang mustahil di dunia ini sepanjang kita mau berusaha mewujudkannya. Dan tentu saja, sepanjang Tuhan mengijinkannya.

Sabtu, 13 Agustus 2011

SATU LAGI MANFAAT KARTU KREDIT BUAT SAYA; BISA JADI MODAL USAHA!

Di blog ini -yang kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul 'Bermain Dengan Uang', saya pernah menuliskan pengalaman saya memanfaatkan kartu kredit. Iya, kalo buat sebagian orang punya kartu kredit itu menyeramkan, buat saya justru sebaliknya; sangat menyenangkan. Percaya nggak, beberapa kali usaha saya sempat dimodalin kartu kredit karena saya tahu cara memakainya. Nah, berhubung saya orangnya baik hati dan tidak sombong, jagoan lagipula pintar, saya mau sharing nih gimana caranya memanfaatkan kartu kredit untuk modal usaha.

Di awal-awal buka toko alat musik, GH Music & Studio Bintaro, seperti yang saya ceritakan di tulisan lain di blog ini, saya memutuskan menyewa rumah yang posisinya dekat dengan jalan raya. Soalnya rumah saya yang awalnya dijadikan toko letaknya jauh di dalam cluster, nggak cocok buat tempat usaha toko. Rumah sewaan yang akan saya jadikan toko kondisinya kosong melompong. Saya butuh 2 unit AC untuk kenyamanan toko. Kalau harga AC 1 PK bermerk bagus sekitar Rp 4 jutaan, berapa uang yang harus saya keluarkan untuk membeli 3 unit AC? Pinter sekali, Rp 8 juta!

Buat saya jumlah segitu lumayan besar, apalagi pada waktu bersamaan saya baru membayar sewa rumah yang dijadikan toko selama 2 tahun, juga harus merenovasi interior toko, membuat rak-rak kayu dan menyiapkan besi-besi untuk mendisplay gitar, bass, ampli, kabel-kabel dan barang dagangan yang lain, membeli kursi-kursi untuk tempat duduk pelanggan dan lain-lain. Banyak banget uang yang saya butuhkan pada waktu yang bersamaan kan? Cara menyiasatinya, saya mengeluarkan uang tunai untuk membayar biaya-biaya yang hanya bisa dibayar dengan uang tunai. Sisanya, gesek aja pakai kartu kredit!

Barang-barang yang bisa dibeli dengan kartu kredit di antaranya AC dan kursi plastik. Untuk beli 2 unit AC, saya mendatangi toko elektronik yang sering menawarkan program cicilan 12 bulan bunga 0%, dengan kartu kredit tertentu. Saya pernah beruntung banget nemu waktu yang pas. Maksudnya, pas saya butuh beli elektronik toko itu menawarkan dobel program, bunga 0% untuk cicilan 12 bulan + diskon 10% dengan menggunakan kartu kredit tertentu. Wah, mantep banget tuh!

Tapi saya juga tahu, toko elektronik tentu pake strategi untuk memancing pembeli. Nggak jarang sebuah toko pura-pura bikin program diskon, padahal sebelumnya harga barang udah dinaikin dulu. Saya nggak mau dong dibodoh-bodohin. Sebelum memutuskan beli AC di satu toko, biasanya saya survey dulu ke beberapa toko lain, harga normalnya memang segitu atau udah dikatrol sebelum didiskon. Males keliling-keliling ke beberapa toko sekaligus? Telpon aja! Sekarang kan tekhnologi udah canggih, dimanfaatin dong. Yang penting kita tahu merk dan tipe AC yang akan kita beli. Nggak usah merasa sungkan sama pegawai toko yang kita telpon untuk ditanya-tanyai harga. Memang sudah tugas mereka melayani calon pembeli. Justru kalau nggak kita tanya-tanyai, kasihan mereka bengong-bengong doang di toko kalau nggak ada pembeli yang diayani. Hehe..

Berdasarkan pengalaman saya, harga AC di toko yang lagi ada dobel program; diskon + bunga 0% untuk cicilan 12x ternyata sama dengan harga normal di pasaran. Kok bisa murah? Ya, itu mah tokonya aja yang lagi kerja sama dengan kartu kredit untuk bikin program promo bareng. Nggak usah capek-capek mikirin apakah toko dan bank penerbit kartu kredit itu rugi atau nggak bikin program seperti itu, itu bukan urusan kita. Yang penting, sebagai konsumen kan kita diuntungkan dengan adanya program itu. Betul kan? :D

Balik lagi ke masalah beli AC kantor, awalnya saya harus keluar uang tunai sekitar Rp 8 juta untuk 2 unit AC. Setelah didiskon 10% + dicicil 12x, akhirnya saya cuma harus bayar Rp 600 ribu per bulan. Bayarnya mulai bulan depan lagi! Keren nggak tuh?

Begitu juga beli kursi plastik. Harga 1 buah kursi Rp 150-an ribu. Kalo cuma beli 1 sih enteng, tapi begitu 10 biji kan jadi Rp 1,5 jutaan juga. Ayo, kita gesek lagi kartu kreditnya! Kalau untuk pembelian kursi di supermarket jarang sih ada program cicilan 12x bunga 0%. Tapi lumayan saya bisa memundurkan pembayaran 1 bulan ke belakang, pada saat jatuh tempo kartu kredit. Asumsinya, bulan depannya kan toko saya sudah mulai jalan dan mulai ada transaksi. Jadi udah ada uang masuk lagi untuk membayar kursi dan cicilan AC. Begitu jatuh tempo, lunasi semua tagihan tanpa sisa biar nggak kena bunga.

Kartu kredit juga bermanfaat banget saat saya rajin bikin event seperti sekarang ini. Biasanya, dana dari sponsor baru turun beberapa hari sebelum atau justru sesudah event terselenggara. Padahal pada waktu persiapan event kan saya harus bayar duluan berbagai biaya seperti sewa venue, hotel, tiket pesawat, dan lain-lain. Bayarnya pakai apa? Betul, pakai kartu kredit! Waktu dana dari sponsor cair, buru-buru deh bayarin tagihan kartu kredit sampai lunas. Sip! Nggak kena bunga deh..

Saat ini saya punya beberapa kartu kredit dari berbagai bank yang siap menjadi investor saya setiap kali saya butuh modal usaha. Semua kartu kredit saya bebas iuran tahunan seumur hidup. (Eh, ada 1 yang pakai iuran tahunannya, tapi selalu saya bayar pakai point yang saya peroleh karena saya rajin gesek sana gesek sini. Jadi judulnya tetep aja gratis :D). Enak banget punya investor kayak gini. Nggak cerewet, nggak minta bagi hasil, nggak minta bunga, dan nggak pernah nolak ngasih pinjaman modal setiap kali saya membutuhkan. Nggak nyusahin deh, sepanjang kita tahu cara memanfaatkannya.

Siapa lagi yang mau dimodalin kartu kredit? ^_^

Kamis, 11 Agustus 2011

YUK, NGABUBURIT BARENG GITARPLUS!

Kayaknya saya lagi ketagihan bikin acara nih.. Juni - Juli kemarin aja saya bikin 4 acara besar sekaligus; Pesta Gitaris ‘Guitar For Fun’ Medan (1 Juni), Konser Jubing di Medan (3 Juni), ’Bandung Lautan Gitar’ (18 Juni) ‘Guitar For Fun’ Makassar (7 Juli) dan minggu depan, 14 Agustus 2011 saya mau bikin acara lagi di Cihampelas Walk Bandung, judulnya ‘Gitaran Sore’. Hadeeehh.. sebetulnya saya ini tukang majalah apa tukang EO ya? :-D.

Gitaran Sore saya bikin awalnya gara-gara bbm-an sama Balawan, gitaris asal Bali yang belakangan ini jarang berada di Indonesia karena sibuk tour manca negara. Balawan ngasih tau kalau selama Agustus ini dia lagi banyak jadwal kosong.

"Kapan bikin acara lagi? Saya mau lho diajak," katanya.

Sebetulnya saya lagi nggak ada rencana untuk bikin acara dalam waktu dekat. Bulan puasa gitu loh. Meskipun saya nggak puasa, tapi setelah berturut-turut bikin acara di Medan, Bandung, dan Makassar Juni-Juli kemarin, saya bercita-cita pengen duduk manis di kantor selama bulan puasa ini. Selama 2 bulan kemarin (Juni – Juli) saya memang banyakan ada di luar kota daripada di kantor. Tapi peluang itu terlalu menggoda untuk dilewatkan. Iyalah, dari awal tahun saya udah kepikiran bikin acara dengan membawa Balawan sebagai salah satu bintang tamunya, tapi dia sibuk aja keliling Amerika, Eropa, Australia.. Nah, sekarang tiba-tiba Balawan bilang ada jadwal kosong. Apa bukan peluang yang menggiurkan tuh?

Langsung deh kepala saya cenat-cenut mikirin cara untuk bikin acara bareng Balawan. Seharian saya sibuk di depan internet cari-cari info venue yang pas di Jakarta, Bandung, dan Surabaya sambil nelpon sana-sini. Beberapa teman gitaris saya ajak untuk tampil meramaikan acara ini. Dan sorenya konsep proposal untuk diajukan ke pihak sponsor sudah jadi saya bikin, siap untuk diemail. Ya, buat saya sebetulnya bikin acara itu nggak susah, asal ada dananya hahahaa...

Nggak pakai lama, dalam beberapa hari proposal saya disetujui oleh pihak sponsor, langsung di 2 kota sekaligus; Surabaya dan Bandung. Langsung deh saya berkemas-kemas terbang ke Surabaya untuk memastikan segala sesuatunya. Tapi tiba-tiba saya dihubungi pihak venue di Surabaya kalau di tanggal yang saya jadwalkan untuk bikin acara ini ternyata venue-nya sudah terlanjur dibooking orang lain. Iya, kemarin saya memang baru tanya-tanya tanggal kosong doang, belum menitipkan DP karena belum ada kepastian kerja sama dengan pihak sponsor. Kalau udah terlanjur di DP in duluan terus ternyata saya nggak dapet sponsor, saya bisa tekor dong. :p

Sambil cari-cari tanggal pengganti untuk event di Surabaya, saya kerjain dulu yang di Bandung. Kebetulan untuk Gitaran Sore yang di Bandung persiapan acaranya relatif lebih lancar meskipun sempat bermasalah juga dengan venue yang – lagi-lagi sudah dibooking orang lain - sehingga harus ganti tanggal. Untung bintang tamu yang saya rencanakan tampil di acara ini semuanya nggak protes dan tetap bisa tampil meskipun jadwal acaranya dimundurin sehari. Nggak sampai seminggu, urusan venue, panggung, lighting, bintang tamu, publikasi, akomodasi, transportasi, dan konsumsi beres semua. Tinggal urus perijinan doang nih. Untuk masalah ini, saya dibantu oleh tim kompak dari komunitas gitaris IGC dan PGC, yaitu Aji, Febri, Trian, Ivan dan Sarbenk (makash yaaa...). O ya, atas permintaan pihak sponsor, ‘Gitaran Sore’ di Surabaya akhirnya terpaksa ditunda pelaksanaannya setelah Lebaran nanti . Waktu dan tempat segera saya infokan yaa.. :)


Kalau nggak ada hal-hal darurat di luar kendali saya, Minggu 14 Agustus 2011 nanti saya bakal menggelar acara ‘Gitaran Sore’ di Cihampelas Walk Bandung, pukul 14.00 - 21.00 WIB dengan bintang tamu Balawan, Bengbeng PAS Band, Pupun RoR, Ezra Simanjuntak, dan dimeriahkan penampilan teman dari beberapa komunitas gitaris di Bandung, yaitu Indonesian Guitar Community, Pasundan Guitar Community, Guitartaintment, dan Agung Guitar Course.

Teman-teman yang tinggal di Bandung dan sekitarnya, atau kebetulan lagi di Bandung hari itu, yuk kita ngabuburit bareng sambil nonton acara gitar-gitaran. Selain menyaksikan penampilan dari para gitaris, di sini kita bisa sharing seputar dunia gitar, ikutan games, dan tanya jawab interaktif berhadiah. Acaranya gratis kok, malah disediain takjil juga. Boleh ajak teman-teman yang lain biar tambah rame.

Di acara itu saya juga bakal sharing tentang buku saya 'Bermain Dengan Uang' dan juga bisa beli langsung buku tersebut di venue. Buat yang belum tahu, 'Bermain Dengan Uang' isinya campur-campur tentang cerita-cerita seputar pengalaman saya mengelola uang dan usaha saya di bidang penerbitan majalah musik (salah satunya GitarPlur) + toko dan studio musik (GH Music & Studio), siasat nekat beli rumah, dan bagaimana saya memandang dan memaknai uang. Baca deh, pasti nggak nyesel! Saya aja nulis buku itu nggak nyesel karena belakangan ini banyak yang mengirim email atau pesan di facebook saya, mengaku termotivasi dan terinspirasi setelah membaca buku saya. Mudah-mudahan yang belum baca jadi penasaran.. :-D

Sampai ketemu di Ciwalk ya!

Rabu, 10 Agustus 2011

AKHIRNYA SAYA PERNAH KE MAKASSAR BERKAT GFF ^_^

Saya suka mencoba tantangan baru. Kalau di tahun-tahun sebelumnya saya cuma berani menyelenggarakan event Guitar For Fun sekali dalam setahun, di tahun 2011 ini saya nekat mau bikin 3 kali setahun di kota yang berbeda. Kenapa? Saya ingin semakin banyak gitaris di berbagai kota di Indonesia ikut merasakan kemeriahan acara ini, bukan sekadar membaca beritanya di Majalah GitarPlus. Soalnya saya yakin, siapa pun orangnya, kalau merasa dirinya gitaris ia pasti senang bisa terlibat di GFF, baik sebagai penonton maupun pengisi acara, karena acaranya memang bener-bener fun. (Yang udah pernah nonton GFF di kota mana pun, minta komentarnya tentang acara ini dong..)

Pertengahan Maret lalu, usai menggelar GFF di Bali, saya merencanakan untuk mengadakan di Medan dan Makassar. Dua kota ini saya pilih dengan pertimbangan sederhana; Medan karena mertua saya tinggal di kota itu, jadi saya bisa sekalian nengok mertua. Dan Makassar karena saya belum pernah ke Makassar tapi pengen ke sana. Alasannya nggak mutu? Hahaha.. kadang-kadang saya memang suka nggak mutu. Tapi selain pertimbangan itu, hal lain yang membuat saya memilih Medan dan Makassar sebagai tempat penyelenggaraan GFF berikutnya adalah karena pembaca Majalah GitarPlus di kedua kota itu cukup banyak. Medan dan Makassar menyimpan banyak potensi gitaris yang luar biasa.

Memilih venue di Medan nggak sesulit di Makassar. Saya sudah beberapa kali ke Medan meskipun selalu dalam rangka liburan, bukan bekerja. Tapi setidaknya saya bisa sedikit membayangkan suasana kota itu. Ditambah referensi dari mertua, teman-teman gitaris, distributor dan toko musik, sebentar saja saya sudah menemukan venue yang pas; Hall Hotel Garuda Plaza Medan (yang ternyata membuat saya jadi banyak dapat ilmu baru). Giliran cari venue di Makassar, baru deh saya kelojotan. Jelas bukan perkara gampang karena seumur-umur saya belum pernah ke Makassar!

Saya lalu browsing di internet, mencari-cari info tentang cafe dan hotel di Makassar (hotel sekalian karena gitaris-gitaris yang saya bawa ke Makassar nanti kan harus nginep di hotel juga). Di layar laptop saya langsung deh muncul nama cafe yang terletak di sebuah hotel berbintang 4 di Makassar. Setelah melihat foto-fotonya di internet, feeling saya mengatakan kalau cafe itu cocok dijadikan tempat penyelenggaraan acara. Yang jadi masalah, saya nggak bisa membayangkan posisi dan kondisi hotel itu. Di tengah kota yang gampang diakseskah? Biasa dijadikan tempat untuk mengadakan acara-acara musik? Kapasitasnya bisa menampung berapa orang? Cukup populerkah di kalangan gitaris Makassar? Berapa sewa tempatnya?

Ada banyak pertanyaan melintas di benak saya yang nggak tahu harus saya tanyakan ke siapa karena saat itu saya sama sekali nggak punya kenalan di Makassar. Tiba-tiba saya ingat, saya punya teman di Yogya yang sudah beberapa kali ke Makassar. Saya langsung ngajak chatting untuk tanya-tanya info tentang cafe itu. Dan reaksi pertamanya waktu saya jelaskan maksud saya adalah: "Kamu nekat banget ya. Belum pernah ke Makassar kok mau bikin event di Makassar!" Saya jawab aja, "Justru itu saya bikin event di Makassar biar saya pernah ke sana." Hahahaa..

saya & hugo di depan Fort Rotterdam Makassar

Teman saya ini akhirnya nggak bisa memberikan informasi yang saya butuhkan karena ia bolak-balik ke Makassar untuk urusan yang nggak ada hubungannya dengan musik dan cafe. Tapi saya nggak menyerah. Saya kembali mencari informasi ke toko musik dan komunitas gitaris di Makassar yang saya kenal setelah saya ngubek-ubek internet dan facebook. Belum pernah kenal sebelumnya, cuma modal sok kenal sok akrab aja. Untung dulu saya kuliah di jurusan sok akrab hehe..

Saya juga minta rekomendasi ke teman-teman musisi di Jakarta yang pernah manggung di Makassar. Semua info itu saya kumpulkan, saya banding-bandingkan, lalu saya putuskan dengan mengandalkan intuisi semata karena sampai dua minggu menjelang acara, saya belum juga punya kesempatan menginjakkan kaki ke Makassar. Iya, saya memang nekat. Tapi modal nekat itulah yang sudah membawa saya sampai sejauh ini.

Saya cuma perempuan biasa-biasa saja yang nggak bisa main musik, nggak punya pengetahuan musik yang luar biasa, nggak fasih berbahasa Inggris, dan nggak berpengalaman keliling ke kota-kota besar di Indonesia. Kalau nggak nekat, mungkin dari dulu saya nggak akan pernah sampai kemana-mana. Saya nggak akan pernah bisa bikin Majalah GitarPlus, nggak akan pernah buka toko GH Music & Studio, nggak akan pernah bikin acara sebesar GFF di berbagai kota, nggak akan pernah bisa mewujudkan impian-impian saya selama ini.

9 gitaris yang tampil di Guitar For Fun Makassar

Yang saya punya memang cuma semangat, kenekatan dan mimpi setinggi langit. Saya pernah bilang di tulisan saya sebelumnya kalau segala sesuatu yang saya raih sekarang ini semuanya berawal dari sebuah mimpi. Dan kalau bermimpi, saya nggak mau tanggung-tanggung; tinggi sekalian, besar sekalian. Tercapai atau nggak urusan belakang, yang penting mimpi dulu. Tapi saya nggak cuma berani bermimpi, saya juga melakukan tindakan nyata untuk mulai meraih mimpi itu, dari langkah kecil yang paling sederhana dulu. Kalau langkah kecil yang saya buat ternyata nggak membuat mimpi saya terwujud sempurna, biarin aja. Setidaknya saya sudah mencoba membuat sebuah langkah yang mendekatkan saya dengan mimpi besar saya. Kalau gagal, tinggal diulangi lagi. Toh mimpinya nggak kemana-mana, masih tetap di sana, menunggu saya meraihnya. Sepanjang saya masih mau berusaha dan nggak gonta-ganti mimpi, saya yakin suatu saat pasti akan ada jalan yang mendekatkan saya dengan mimpi yang awalnya terasa nggak masuk akal banget untuk diraih sekalipun.

Seperti mimpi bikin GFF di Makassar. Awalnya, nggak sedikit pihak yang meragukan saya bakal mampu bikin acara di kota yang bahkan belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Buktinya saya bisa tuh! Minggu lalu saya terbang ke Makassar untuk bertemu orang-orang yang selama ini hanya saya kenal lewat telpon dan email, tapi sudah sepakat saya ajak bekerja sama mendukung acara GFF Makassar ini. Dan 7 Juli '11 lalu saya berhasil mendatangkan 9 gitaris papan atas untuk memeriahkan event GFF pertama saya di Makassar, di cafe yang saya lihat di internet beberapa bulan lalu; D'liquid Cafe Hotel Clarion.