Kamis, 20 Oktober 2011

MATTIAS OH MATTIAS

Waktu pertama kali mendengar kabar Mattias 'IA' Eklundh akan datang ke Indonesia dalam rangka Asian Clinic Tour, satu hal langsung terlintas di benak saya; 'Wah, pasti teman-teman gitaris akan sangat senang dan mendapat pengalaman luar biasa kalau saya bisa mengajak Mattias tampil satu panggung di sebuah acara dengan mereka. Apalagi belakangan saya tahu, Mattias akan berada di Indonesia sejak tanggl 27 Oktober malam sampai 30 Oktober '11 pagi, tapi hanya akan mengadakan demo klinik di Jakarta pada tanggal 29 Oktobernya. Wah, sayang amat! Mumpung dia di Indonesia, kenapa nggak diajak ke kota lain?

Saya langsung bermimpi ingin mengajak Mattias tampil sebagai Special Guest Star di acara saya. Acara apa? Nah, itu dia.. Bahkan acaranya seperti apa saja belum saya pikirkan. Yang paling penting, apakah Mattias mau saya ajak tampil di acara saya? Dan apakah Bahanna selaku distributor resmi Laney Amplification -merk ampli yang mengendorse Mattias- di Indonesia mengijinkan saya mengajak Mattias tampil di Bandung sebelum acara utama di Jakarta? (Saya pilih Bandung karena itu merupakan kota yang komunitas gitarisnya besar dan kompak. Juga dengan pertimbangan jarak, mengingat waktu Mattias di Indonesia sangat sempit).


Buat saya ini menjadi impian yang cukup sulit untuk diwujudkan. Menjadi lebih nggak masuk akal karena -jujur, saya terpaksa mengakui :p- Bahasa Inggris saya ancur-ancuran banget dan saya sama sekali nggak mengenal Mattias secara personal. Saya bahkan baru tahu siapa itu Mattias dan sepak terjangnya setelah dikasih 'contekan' sama Mudya, Editor in Chief Majalah GitarPlus. Tapi sudah lama saya meyakini bahwa nggak ada mimpi yang mustahil untuk diwujudkan sepanjang kita mau berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkannya. Dan, tentu saja, sepanjang Tuhan mengijinkannya.

Ternyata keyakinan saya nggak salah. Setelah melewati proses yang panjang berliku, berkat bantuan Mudya dan pihak Bahanna Distributor akhirnya saya bisa mewujudkan impian untuk mengajak Mattias tampil di acara saya (lebih tepatnya, saya mendadak bikin acara setelah Mattias menyatakan kesediaan untuk saya ajak tampil di acara saya :D). Jumat, 28 Oktober '11 mendatang saya akan menggelar acara 'Guitar Party with Mattias Eklundh & Friends' di Alcatraz Music Lounge, Mall Lucky Square Jl. Terusan Jakarta No. 2 Antapani Bandung bersama gitaris-gitaris dari berbagai komunitas di Bandung (Indonesian Guitar Community, Pasundan Guitar Community, Guitartaintment & AGC) dan dimeriahkan juga penampilan Billy Mujizat, Pupun RoR, serta Adrian Adioetomo.

Buat teman-teman yang belum terlalu mengenal siapa Mattias, ini saya bagi contekan dari Mudya nih :

Mattias "IA" Eklundh adalah gitaris kelahiran Swedia yang dikenal lewat sepak terjangnya di band Freak Kitchen. Di Indonesia, album-albumnya pernah dirilis oleh Aquarius Musikindo. Ia juga telah menelurkan beberapa album solo serta DVD instruksional gitar. Sebagai gitaris, Mattias sendiri dikenal sebagai seorang shredder kelas kakap dengan penerapan style bergitar yang unik, terutama teknik harmonic-nya yang sangat fenomenal. Selama berkarir di panggung rock sejak era akhir ‘80an, Mattias berhasil mengukir namanya di jajaran elit dunia, antara lain pernah dilibatkan di album kompilasi untuk penghargaan (tribute) buat gitaris legendaris Jason Becker (Warmth in the Wilderness - A Tribute to Jason Becker - 2001) dan Yngwie Malmsteen (Guitar Oddysey - A tribute to Yngwie Malmsteen - 1999). Permainan gitarnya juga pernah menghiasi album milik band metal Soilwork.

Acara ini saya dedikasikan buat teman-teman gitaris Indonesia, khususnya yang tinggal di wilayah Bandung dan sekitarnya dan mengidolakan Mattias. Saya bukan penggemar Mattias -kenal aja nggak :p- tapi saya tahu, buat gitaris-gitaris yang ngefans sama Mattias, kesempatan untuk bisa tampil satu panggung dengan gitaris idola yang selama ini hanya bisa dilihat di majalah, video, dan internet akan menjadi pengalaman berharga yang mudah-mudahan ke depannya memberi dampak positif serta bisa memotivasi untuk berkarya lebih dan lebih baik lagi.

Nah, sekarang saya lagi puyeng nih mikirin gimana nanti kalau ketemu langsung sama Mattias. Mengingat kemampuan Bahasa Inggris saya yang sampai hari ini belum juga membaik, saya jadi kepikiran, kira-kira Mattias bisa nggak ya diajak ngomong pake Bahasa Jawa aja? Saya juga cuma bisa berharap, mudah-mudahan Mattias nggak shock menyadari orang yang nekat bikin acara gitar dan mengajaknya tampil sebagai bintang tamu ternyata nggak bisa diajak ngomong Bahasa Inggris, nggak bisa main gitar, dan nggak terlalu ngerti soal gitar. Mattias oh, Mattias.. mohon dimaklumi ya kekurangan saya yang satu, eh tiga ini.. :D

Selasa, 06 September 2011

SAYA MENIKMATI APA YANG SAYA KERJAKAN

Seorang gitaris dari sebuah komunitas di salah satu kota yang saya kunjungi pernah nanya begini ke saya, “Kenapa sih Mbak Intan mau bikin acara gitar-gitaran, padahal Mbak Intan kan bukan gitaris? Main gitar aja nggak bisa.”

Saya cuma nyengir aja.

Beberapa tahun terakhir ini saya memang rajin bikin acara gitar-gitaran. Nama acaranya macem-macem, ada ‘Guitar Goes to School’, ‘Guitar Goes to Campus’, ‘Guitar For Fun’, ‘Gitaran Sore’.. semuanya spesifik acara gitar. Selama Juni-Agustus ini saja saya sudah menggelar 5 acara di berbagai kota; Guitar For Fun Medan, konser gitar klasik Jubing Kristianto, Bandung Lautan Gitar, Guitar For Fun Makassar, dan Gitaran Sore Bandung. Itu baru acara yang sepenuhnya saya tangani sendiri mulai dari persiapan sampai akhir. Di Rookies Guitar Battle Medan dan Makassar yang merupakan pre-event Guitar For Fun yang diselenggarakan Juni dan Juli 2011 lalu, saya ikut terlibat meskipun tidak terlalu jauh karena sebagian besar pekerjaan sudah dihandle oleh EO yang ditunjuk oleh sponsor. Padahal saya sendiri malah nggak bisa main gitar. Nggak heran, orang jadi bertanya-tanya, kenapa saya mau repot-repot bikin acara seperti ini. Hehee..

Saya memang bukan gitaris, tapi pekerjaan dan keseharian saya sangat dekat dengan dunia gitar. Sudah pada tahu dong, hampir 8 tahun ini saya menerbitkan Majalah GitarPlus, majalah gitar pertama dan satu-satunya di Indonesia? Kalau beberapa tahun terakhir ini saya rajin bikin event-event gitar di berbagai daerah di Indonesia, awalnya niat saya cuma untuk promosi Majalah GitarPlus agar lebih dikenal di kalangan gitaris dan pecinta gitar. Tapi belakangan, setelah berinteraksi langsung dengan para gitaris dan terlibat lebih dalam dengan dunia mereka, baru saya menyadari satu hal; saya jatuh cinta pada dunia ini. Saya menikmati apa yang saya kerjakan dan menemukan kebahagiaan di sini.


Saya senang melihat gitaris-gitaris berkumpul karena saya tahu Itulah kesempatan mereka untuk mengaktualisasikan diri, saling berbagi cerita dan pengalaman, bercanda tawa, bertukar ilmu, dan saling mendukung dalam berkarya sekaligus mempererat tali silaturahmi, atau sekedar narsis-narsisan berfoto bareng. Saya bahagia melihat wajah-wajah ceria dan suasana kekeluargaan yang tercipta setiap kali gitaris-gitaris dari berbagai aliran musik itu berkumpul bersama dalam satu acara. Nggak ada sekat pembatas antara gitaris yang sudah ngetop dengan yang baru belajar. Semua berbaur dan saling memberi arti dalam kebersamaan.

Sejujurnya, hal itu yang membuat saya ketagihan bikin acara gitar-gitaran. Kalau dulu saya bikin acara gitar tujuannya untuk promosi majalah, belakangan niat saya berubah. Saya ingin memberi wadah bagi para gitaris untuk berkumpul dan saling berkomunikasi, seperti yang saya ceritakan di tulisan sebelumnya. Di mana gitaris-gitaris bisa begitu dihargai dan dipuja-puja? Di tengah-tengah mereka yang sama-sama punya minat khusus pada dunia gitar pastinya! Pada saat tampil dengan band-nya di panggung, seorang gitaris –kecuali yang sekaligus menjadi vokalis di band tersebut- biasanya berdiri di samping, atau di belakang. Nggak banyak yang memperhatikan mereka karena perhatian penonton umum biasanya lebih tertuju pada sang vokalis. Mau memainkan skill sesulit apa pun, jarang penonton yang memperhatikan, apalagi khusus bertepuk tangan untuk sang gitaris.

Menyadari hal itu, saya memutuskan membuat acara yang berbeda dari yang sudah pernah ada sebelumnya; acara gitar-gitaran untuk para gitaris. Di acara yang saya selenggarakan, gitarislah yang menjadi bintang utama. Gitarislah yang menjadi idola di mata penonton yang sebagian besar di antaranya adalah gitaris juga. Penonton yang sama-sama gitaris tentu bisa mengapresiasi dengan lebih baik, atau sebaliknya memberi komentar dengan lebih kritis saat seorang gitaris tampil di panggung. Dengan demikian, saya berharap gitaris-gitaris –baik yang tampil di panggung maupun duduk sebagai penonton- terpacu untuk berkarya lebih dan lebih baik lagi.

Saya juga jadi belajar banyak tentang cara menyelenggarakan event setelah terjun langsung mengurusi event-event gitar. Wawasan dan pengalaman saya bertambah. Relasi pun menjadi semakin luas. Dan saya menikmatinya karena pada dasarnya saya senang berteman dengan banyak orang. Punya banyak teman membuat hidup saya kaya dan berwarna. Terbukti, saya sering sekali terbantu dalam banyak hal karena punya teman dimana-mana. Salah satu yang paling mengharukan, banyak teman gitaris yang menyadari keterbatasan saya (nggak ngerti musik, nggak paham sound, lighting dan sejenisnya) tapi saat persiapan sampai acara berlangsung mau turun tangan membantu menutupi kelemahan saya. Saya merasakan kebersamaan di sini. Dan menurut saya, itu adalah langkah yang baik untuk membuat gitaris-gitaris saling mendukung dan memupuk solidaritas.


Iya, saya memang bukan gitaris. Tapi entah kenapa saya merasa punya kedekatan emosi dengan para gitaris di berbagai komunitas yang saya jumpai. Saya menemukan kebahagiaan saat berada di tengah-tengah mereka dan bisa membuat mereka bahagia juga seperti yang saya rasakan. Melihat mereka tertawa, berkumpul dan bercanda tawa dengan teman-temannya, semua itu seperti memberi suntikan semangat dan energi yang tak putus-putus bagi saya untuk lagi dan lagi mengadakan berbagai acara untuk gitaris di kota yang berbeda-beda. Sesederhana itu.

“Mbak Intan punya majalah gitar dan sering bikin acara gitar-gitaran, apa nggak pengen belajar main gitar?” Beberapa kali pertanyaan semacam ini muncul dari teman-teman gitaris yang lain.

Saya cuma bisa menjawab sambil tertawa, “Nggak deh. Kalau saya ikut-ikutan main gitar, nanti waktu saya habis buat latihan dan ngutak-atik gitar. Nanti saya malah nggak sempat ngurusin majalah dan event-event gitar buat kalian.”

Ya, saya memilih untuk berada di belakang layar. Menyiapkan acara, mengetuk hati para sponsor agar bersedia mengucurkan dana, mengurus tetek bengek mulai dari mencari venue, memesan konsumsi sampai mempromosikan acara, mengundang gitaris-gitaris untuk ikut hadir serta hal-hal lain yang dibutuhkan untuk membuat sebuah event berjalan lancar, dengan tujuan agar gitaris Indonesia lebih maju dan diakui keberadaannya. Nggak perlu bisa main gitar. Begini saja saya sudah senang kok. :)

Jumat, 19 Agustus 2011

SAYA SENANG MEMBUAT GITARIS BERKUMPUL DAN SALING TERHUBUNG

Banyak orang bilang saya hebat karena di acara ‘Gitaran Sore’ yang saya selenggarakan di Ciwalk, Bandung, 14 Agustus 2011 lalu saya berhasil mengumpulkan banyak gitaris, baik junior maupun senior. Di acara itu, lebih dari 20 gitaris dari berbagai komunitas di Bandung ikut tampil memeriahkan acara, di antaranya Aji Brokenbones (Ketua Indonesian Guitar Community), Febrian Novanto (Ketua Pasundan Guitar Community) yang tampil berdua dengan Ivan Fabian Devota di bawah bendera Cap Nony, Aam (Ketua Guitartaintment), Balum (perwakilan dari Agung Guitar Course, kursus gitar yang dikomandani oleh Agung Burgerkill), Art Win, Trian Nugraha, Mamat Skill, Eben Andreas –anggota IGC yang datang jauh-jauh dari Jakarta-, Trio Sungsang, dan masih banyak lagi. Sementara gitaris yang namanya sudah dikenal secara nasional –bahkan internasional- yang tampil di acara itu adalah I Wayan Balawan, Pupun RoR, Bengbeng PAS Band, Ezra Simanjuntak, serta seorang bassist dari band Topeng, Budy Kurnia. Hmmm… itu sih belum seberapa. Gitaris yang tampil di acara Bandung Lautan Gitar –yang juga saya adakan di Bandung, 18 Juni 2011 lalu- jauh lebih banyak jumlahnya; semuanya ada 54 gitaris!

Selain yang tampil di panggung, saya juga mengundang teman-teman gitaris lain untuk datang agar bisa bersilaturahmi dan ngabuburit bareng di Ciwalk. Undangan yang saya sebar lewat SMS dan bbm itu ternyata mendapat respon yang baik. Beberapa gitaris dari berbagai aliran musik seperti Eet Sjahranie, Ace J, Syarif ‘Aksara’, Agung dan Eben Burgerkill, Akew Beside, Bona Dcinammons, Diat ‘Yovie n Nuno’ dan lain-lain ternyata mau meluangkan waktu untuk datang. Juga ada Pia ‘Utopia’ dan Yukie Pas Band yang ikut datang meramaikan acara. Beberapa perwakilan distributor alat musik juga tampak berbaur di tengah penonton Gitaran Sore, di antaranya dari Shredder Guitar and Amplifier, Cora Amplifier, Blackstar Amplifier, Secco Guitar, Rockwell Guitar, Russel Amplifier, GNA Music, dan lain-lain (yang nggak kesebut namanya, maaf yaaa.. Saya nggak bisa mengingat satu per satu saking banyaknya yang datang.:-D). Acara sore itu menjadi ajang berkumpulnya gitaris-gitaris serta pihak-pihak yang berkecimpung di dunia gitar, nggak cuma yang tinggal di Bandung dan sekitarnya. Ada juga penonton yang tinggal di Riau, Bekasi, Tangerang, Depok, dan Kuningan. Kalau dihitung-hitung, ada sekitar seribu orang penonton yang memadati Union Square Cihampelas Walk hari itu, dan saya yakin lebih setengah di antaranya adalah gitaris dan penggemar gitar. Lumayan banyak kan?

Tapi kalau begitu banyak gitaris ngumpul di Ciwalk sore itu, menurut saya sih bukan karena saya hebat. Gitaris-gitaris itu kan datang bukan untuk ketemu saya hehe.. Mereka butuh berkumpul dengan komunitasnya, butuh berinteraksi dan sharing dengan teman-teman yang mempunyai minat yang sama, butuh menunjukkan eksistensinya. Saya hanya memberi wadah melalui acara yang saya buat. Dan menggerakkan mereka untuk datang karena saya tahu, sebagian orang merasa kurang nyaman datang ke suatu acara kalau nggak merasa diundang. Sudah, cuma itu doang peran saya. Apa hebatnya? ^_^

Ngomong-ngomong soal komunitas, sudah lama saya mengamati kalau setiap orang yang punya ketertarikan khusus pada sesuatu hal tertentu butuh punya komunitas. Gitaris juga begitu. Hanya bersama teman-teman sesama gitarislah mereka bisa ngobrol dengan ‘bahasa’ yang sama. Gitaris atau penggemar gitar baru bisa ngobrol seru kalau lawan ngobrolnya sama-sama orang yang tertarik pada gitar, atau minimal musik secara keseluruhan. Ngobrolin gitar dengan orang yang tergila-gila sepak bola mungkin sedikit-sedikit nyambung, tapi pasti lebih asyik dengan sesama gitaris. Dengan sesama penggemar gitar, seorang gitaris bisa saling bercerita detail tentang gitar yang mereka miliki. Hanya dengan sesama gitaris, mereka bisa bertukar pikiran tentang effect atau equipment apa saja yang dibutuhkan untuk menghasilkan sound tertentu. Coba aja ngobrol soal itu dengan penggemar motor gede, yang sama sekali nggak ngerti gitar, pasti sebentar aja udah kehabisan bahan atau salah satu pihak kabur duluan karena bosan. Hahahaa..


Karena itulah mempunyai komunitas menjadi penting bagi seorang gitaris. Dan setelah keliling ke berbagai kota di Indonesia, saya melihat di masing-masingkota ternyata sudah banyak terbentuk komunitas gitaris. Di Bandung ada Guitartaintment, Indonesian Guitar Community (IGC), dan Pasundan Guitar Community. Di Surabaya ada Komunitas Gitaris Surabaya. Di Jember ada Komunitas Gitaris Jember. Di Bali ada Bali Guitar Club. Di Makassar ada Persatuan Gitaris Makassar (PeGM), di Jakarta ada Guitar Community of Indonesia yang buka cabang di Surabaya, Yogyakarta, Bogor, Bali dan kota-kota lain (udah kayak bank aja banyak cabangnya :p), di Medan ada Medan Guitar Family, dan masih banyak lagi yang nggak bisa saya sebutkan satu per satu. Ada komunitas yang aktif, hampir setiap bulan rutin bikin acara. Ada yang adem ayem, sesekali doang bikin acara tapi nggak dipublikasikan keluar sehingga nggak banyak orang yang tahu. Tapi ada juga yang cuma aktif berinteraksi lewat facebook sehingga sesama anggotanya nggak pernah ketemu secara langsung, meskipun tinggal di satu kota. Nah, kalau yang tinggal satu kota pun belum tentu saling kenal atau pernah saling ketemu, bagaimana dengan yang beda kota?

Kenyataan itu membuat saya tergerak untuk berbuat sesuatu agar para gitaris Indonesia bisa saling mengenal, saling terhubung. Salah satu caranya adalah dengan rutin bikin acara di berbagai kota dan memuat liputan acara-acara tersebut di Majalah GitarPlus, majalahnya para gitaris. Saya juga memberi ruang bagi komunitas gitaris dari berbagai pelosok di Indonesia untuk menampilkan kegiatan komunitasnya di Majalah GitarPlus. Dengan begitu gitaris-gitaris dari kota-kota lain tahu kalau teman-temannya sesama gitaris di satu kota mengadakan kegiatan tertentu. Saya berharap itu akan memicu gitaris dari kota-kota lain untuk ikut membuat kegiatan positif yang berhubungan dengan dunia mereka sebagai gitaris, dengan caranya masing-masing.


Makanya, satu hal yang selalu membuat saya senang dan puas setiap selesai menyelenggarakan suatu acara bukanlah berapa besar keuntungan materi yang saya peroleh dari hasil penyelenggaraan acara itu. Saya nggak mencari untung di sini. Saya bukan EO. Saya cuma senang kalau setelah acara selesai banyak gitaris meng-upload foto-foto acara di facebook masing-masing dan saling memberi komentar. Saya senang menyadari beberapa teman saya di facebook yang sama-sama gitaris jadi berteman satu sama lain gara-gara mengomentari foto saya, padahal yang satu tinggal di Makassar dan satunya lagi di Medan. Saya senang waktu gitaris yang bertemu saat jadi bintang tamu di acara saya bilang kalau mereka sudah saling menyimpan nomer hp atau pin Blackberry dan jadi rajin kontak-kontakan. Saya senang bisa membuat distributor dan toko alat musik bisa kenal akrab dengan para gitaris, tidak sekadar berhubungan sebagai pembeli dan penjual. Dan saya bahagia luar biasa kalau setiap selesai acara semua pihak yang terlibat -baik sebagai pengisi acara, sponsor maupun penonton- dengan semangat bertanya, “Kapan bikin acara seperti ini lagi? Jangan lupa ajak-ajak saya ya!”

Singkatnya, saya senang membuat gitaris serta semua orang yang punya kepentingan dan kepedulian pada dunia gitar berkumpul dan saling terhubung. Karena saya yakin, hal itu sedikit banyak pasti akan memberi dampak positif bagi kemajuan dunia gitar dan gitaris Indonesia. :)

Rabu, 17 Agustus 2011

STRATEGI GILA AGAR ACARA LANCAR JAYA

Tulisan ini adalah sambungan dari tulisan sebelumnya, Cerita Konser Jubing Kristianto di Medan. Karena kepanjangan, saya bikin jadi dua tulisan biar kayak sinetron. :p

Karena di konser Jubing ini saya sama sekali nggak dapat sponsor dana, maka untuk persiapan acaranya pun saya memakai pendekatan yang berbeda. Waktu menyebarluaskan informasi tentang acara ‘Guitar For Fun’ ke toko-toko dan sekolah musik di Medan, saya sambil sounding sekalian kalau saya juga akan bikin acara lain dalam waktu berdekatan. Berhubung persiapan acaranya mepet banget, saya tentu nggak bisa berharap banyak mereka akan mau memberi support dalam bentuk dana. Tapi bukan berarti nggak bisa diajak kerja sama dalam bentuk lain kan?

Buktinya ada juga tuh beberapa toko dan sekolah musik yang bersedia diajak kerja sama untuk penyelenggaraan acara ini. Ada yang men-support sound system, menjadi tiket box, membantu menyebarluaskan informasi dan lain-lain. Nah, kunci utama keberhasilan acara ini terletak pada kerja sama saya dengan sekolah-sekolah musik. Kok bisa?

Iya dong, untuk konser ini saya melibatkan siswa-siswa berbagai sekolah musik dan kampus jurusan musik di Medan untuk tampil satu panggung bersama Mas Jubing, di antaranya Farabi, Purwacaraka, Medan Musik, Vivo Musik, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas HKBP Nommensen, Fakultas Seni Musik Unimed, SMM Negeri Medan, dan lain-lain. Satu per satu saya kunjungi sekolah dan kampus musik tersebut untuk menawarkan kerja sama. Ada yang langsung menyambut baik tawaran saya, tapi ada juga yang ogah-ogahan, memasang tampang judes, bahkan ada juga yang bahkan ketemu saya pun nggak mau. Ya udah, nggak apa-apa, saya ngajak kerja sama yang mau doang kok. Untung saya udah biasa ditolak dan nggak gampang sakit hati dijudesin orang. Jadi ya cuek dan hajar bleh teruuuss! :-D

Ada beberapa kejadian lucu waktu saya menelepon salah satu sekolah musin untuk saya ajak bekerja sama menyukseskan acara ini.

"Saya mau bikin konser gitar klasik di Medan dan mau menawarkan siswa di sekolah musik ini untuk tampil sepanggung dengan Mas Jubing di acara itu," ujar saya baik-baik.

Eh, malah dijawab dengan ketus, "Maaf, saya lagi sibuk! Coba kalau mau minta sumbangan proposalnya diajukan dulu."

"Saya bukan mau minta sumbangan, saya justru menawarkan peluang. Saya kasih kesempatan siswa di sekolah ini untuk tampil sepanggung dengan salah satu maestro gitar klasik Indonesia dan saya sudah siapkan semuanya. Venue, panggung, lighting, sound system, publiasi, artis.. semuanya gratis! Siswa sekolah ini tinggal datang, main, dan pulangnya saya kasih sertifikat yang menyatakan kalau siswa tersebut sudah pernah tampil sepanggung dengan Mas Jubing. Kapan lagi mereka punya kesempatan seperti ini? Acaranya diliput media nasional lagi!" balas saya tegas. Enak aja saya dikira minta sumbangan! :p

Belakangan, orang dari sekolah musik itu berubah jadi ramah dan baik sekali sama saya, dan nggak putus-putus mengucapkan terima kasih karena saya sudah bersedia melibatkan siswa-siswanya.

Ada lagi guru sekolah musik yang awalnya ogah-ogahan menanggapi tawaran saya. "Tempat kursus kami sudah sering bikin konser siswa sendiri, Bu," tolaknya dengan tampang judes.

"Ok, sekolah musik ini mungkin bisa setiap minggu bikin konser siswa sendiri. Tapi yang mendatangkan bintang tamu Jubing Kristianto dan acaranya diliput di majalah nasional? Kesempatan seperti ini belum tentu datang setahun sekali. Sekolah musik lain berebutan ingin memanfaatkan kesempatan ini, masa sekolah musik ini justru melewatkannya? Tapi terserah Anda sih, saya nggak maksa. Permisi ya, saya masih banyak urusan." Lalu saya tinggalin guru yang masih bengong-bengong kaget karena saya galakin. Emang situ doang yang bisa judes hahahaa.. Nggak disangka, sorenya beliau menelpon saya dan menyatakan kesediaan untuk mengirim siswanya tampil di acara saya.

"Saya harus bayar berapa untuk setiap siswa yang ikut tampil?" tanyanya.

"Gratis! Kan tadi saya udah bilang, saya nggak minta dana sepeser pun dari sekolah maupun siswa yang tampil.." sahut saya sabar. Hmmm.. kadang-kadang orang memang harus dibantu untuk mengubah cara pandangnya biar bisa melihat sesuatu dari sisi yang berbeda. Ini jelas bikin pekerjaan saya tambah banyak; bukan sekadar menawarkan kerja sama dan menyiapkan acara, tapi sekaligus 'mencuci otak' orang yang akan saya ajak bekerja sama agar bisa lebih jernih melihat niat baik saya hahahahaa..


Nah, kalau yang tampil gratis, dari mana saya dapat dana untuk sewa venue, lighting, honor artis dan lain-lain? Dari tiket yang saya jual ke penonton dong! Memangnya kalau anaknya (yang siswa di salah satu sekolah musik yang saya ajak bekerja sama) tampil di panggung, orang tuanya bakal cuek-cuek aja? Pasti papa-mama-kakak-adek-kakek-nenek-oom dan tante rame-rame pengen nonton semua. Yang main gratis, yang nonton bayar, fair kan? :p

Di acara ini saya berhasil mengumpulkan 45 orang siswa dari berbagai sekolah musik dan kampus jurusan musik di Medan untuk ikut tampil satu panggung bersama Mas Jubing. Nah, tinggal dihitung saja tuh berapa banyak keluarga atau teman yang pengen ikut menyaksikan mereka tampil.

Di sini lagi-lagi saya mengalami kejadian ajaib yang belum pernah saya alami di acara-acara yang lain. Kalau di acara Guitar For Fun, jual tiket harga Rp 30.000 aja susah, di konser Mas Jubing ini lain lagi ceritanya. Saya bahkan sudah berhasil menjual 100 lembar tiket –sebagian besar tiket kelas termahal- sebelum poster acaranya dibuat! Kok bisa? Ya, bisalah. Begitu dapat nama siswa sekolah musik yang akan tampil, langsung saya –dibantu pihak sekolah musik yang bersangkutan- konfirmasi ke keluarganya berapa orang yang mau beli tiket untuk nonton. Rata-rata anak yang ikut kursus musik berasal dari keluarga mampu, jadi biasanya mereka dengan senang hati akan menonton dan kalau bisa duduk di kursi paling depan, nggak perduli berapa pun harga tiketnya. Beda pasar memang harus beda cara menanganinya kan? Hehehe..


Konser gitar klasik yang pertama kali saya selenggarakan ini akhirnya menjadi konser gotong royong. Kenapa saya sebut begitu? Soalnya biaya acara akhirnya ditanggung rame-rame oleh berbagai pihak. Untuk tiket pesawat Mas Jubing Jakarta-Medan pp, saya mendapat support dari IMC Records selaku perusahaan rekaman yang merilis album solo gitar Mas Jubing dari album pertama sampai yang keempat. Akomodasi Mas Jubing disupport oleh Farabi Music School Medan, sound system disupport oleh Tango dan Brothers Musik Medan, publikasi dibantu oleh Dunia Musik dan radio Trijaya FM, dan sisa biaya saya tutup dari penjualan tiket yang saya jual dalam tiga kelas; Rp 30.000, Rp 50.000 dan Rp 100.000. Lumayan lho, penonton yang memadati Royall Room Hotel Danau Toba malam itu mencapai 300 orang, termasuk siswa-siswi yang ikut tampil satu panggung dengan Mas Jubing. Nggak kalah rame dari acara ‘Guitar For Fun’ Medan yang saya persiapkan jauh-jauh hari sebelumnya!

Konser gitar klasik ini saya buat nyaris tanpa media publikasi. Untuk menghemat biaya, saya cuma bikin poster dan flyer sekadarnya yang saya sebar ke sekolah-sekolah musik, kampus-kampus, serta beberapa SMP SMA swasta di Medan. Selebihnya, saya gencar berpromosi lewat internet dan langsung gerilya ke pasar penonton yang tepat; sekolah-sekolah dan kampus-kampus jurusan musik. Bikin acara kan juga harus pakai strategi. Dan dengan pendekatan yang berbeda, acara yang persiapannya mepet banget serta cuma dikerjakan oleh dua orang ternyata bisa terselenggara dengan sukses dan lancar jaya. Hidup nekat! ^_^

CERITA KONSER JUBING KRISTIANTO DI MEDAN

Salah satu hal gila yang pernah saya lakukan adalah menggelar konser gitar klasik Jubing Kristianto, hanya berselang dua hari setelah saya mengadakan acara Pesta Gitaris ‘Guitar For Fun’ di Medan, awal Juni 2011 lalu. Jadi, 1 Juni saya bikin ‘Guitar For Fun’ di Hall Garuda Plaza Hotel Medan, tanggal 2 Juni istirahat sehari, langsung tanggal 3 Juni saya hajar lagi dengan bikin konser Jubing Kristianto di Hotel Danau Toba Medan. Acara yang kedua ini saya lakukan nyaris tanpa tim, cuma berdua suami doang! Saya dan suami memang partner in crime. Hahahaa..

Ketika Jubing Kristianto mengeluarkan album solo gitar keempatnya yang berjudul 'Kaki Langit' Februari 2011 lalu, saya tiba-tiba ingin membuat konser gitar klasik untuk Mas Jubing, begitu saya biasa memanggilnya. Pertimbangannya sederhana, Majalah GitarPlus sebagai majalah gitar pertama dan satu-satunya di Indonesia punya misi merangkul gitaris dari berbagai aliran dan golongan, tapi gitaris klasik selama ini kurang tersentuh karena di setiap acara GitarPlus, saya lebih banyak mengangkat gitaris rock dan metal. Sekali-sekali saya pengen juga dong bikinin acara untuk gitaris klasik..

Berhubung saya adalah kombinasi antara tukang mimpi dan tukang nekat yang udah kronis, begitu muncul ide bikin konser gitar klasik saya nggak mau tanggung-tanggung; pengen bikin di 5 kota sekaligus! Saya memantapkan tekad dan menguatkan hati untuk rencana besar itu dan pelan-pelan mulai mempersiapkan pelaksanaan acara, mulai dari mencari jadwal kosong Mas Jubing, menghubungi musisi lain yang akan diajak kerja sama untuk tampil bareng di konser Mas Jubing, survey tempat ke kota-kota yang direncanakan akan menjadi tempat penyelenggaraan acara, bikin proposal, cari sponsor, dan lain-lain. Kalau mengerjakan sesuatu saya memang nggak mau nanggung-nanggung. Total dan niat banget deh pokoknya.

Tapi bahkan niat yang besar dan kemauan untuk mati-matian bekerja keras saja ternyata nggak cukup, kalau Tuhan memang belum mengijinkan acara itu terselenggara. Dalam perjalanannya, rencana besar saya terkendala banyak sekali halangan, tapi masalah dana-lah yang akhinya membuat saya pelan-pelan mundur serta memutuskan menyimpan mimpi ini dulu untuk sementara waktu. Awalnya saya memang berharap bisa memperoleh support dana dari sponsor, tapi ternyata sampai batas waktu yang saya tentukan sendiri, saya belum juga menemukan sponsor yang mau men-support acara ini. Daripada kalau diteruskan saya jadi tekor karena harus nombok habis-habisan, ya mending saya tunda dulu dong. Tapi bukan berarti saya melupakan atau mengubur niat saya untuk menyelenggarakan acara ini. Saya bukan orang yang gampang menyerah. Saya hanya sedang menunggu saat yang tepat.

Waktu mengajukan proposal konser Mas Jubing ke berbagai perusahaan, saya juga sekaligus megajukan proposal acara Pesta Gitaris ‘Guitar For Fun’ di dua kota, Medan dan Makassar. Saya memang tipikal orang yang suka mengerjakan beberapa hal sekaligus dalam waktu bersamaan. Seru aja! Soalnya saya orangnya bosenan kalau dalam satu waktu harus fokus pada satu pekerjaan tertentu. Enakan melompat-lompat dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain pada waktu yang sama. Lebih mendebarkan, tantangannya juga lebih memacu semangat hahahaa..

Balik lagi ke soal dua proposal yang saya ajukan sekaligus ke beberapa perusahaan, eh, ternyata ada perusahaan rokok yang justru tertarik men-support acara ‘Guitar For Fun’. Saya langsung diundang ke kantornya untuk presentasi dan membicarakan tekhnis kerja sama sponsorship ini, lalu nggak pakai lama saya sudah tanda tangan kontrak kerja sama dan bersiap menyelenggarakan event ‘Guitar For Fun’ di Medan dan Makassar.

Cerita tentang jatuh bangunnya saya mempersiapkan acara ‘Guitar For Fun’ di Medan dan Makassar ada di tulisan saya yang lain. Yang belum saya ceritakan, begitu saya berada di Medan untuk mempersiapkan acara ‘Guitar For Fun’ beberapa minggu sebelum hari H dan bertemu pihak-pihak yang akan saya ajak bekerja sama, tiba-tiba impian untuk menggelar konser gitar klasik itu menyeruak lagi ke permukaan tanpa bisa saya tahan. Ah, udahlah mumpung saya di Medan, sekalian aja saya jalan untuk persiapan dua acara sekaligus.

Segera saya melontarkan ide gila ini ke suami tercinta di Jakarta dan seperti saya duga dia sama sekali nggak keberatan. Langsung deh saya memanfaatkan waktu saya yang cuma empat hari di Medan untuk gerilya cari-cari celah agar acara kedua ini bisa terselenggara dengan baik meskipun nggak ada panitianya. Lho, kok nggak ada panitianya? Ya iyalah, sponsornya aja nggak ada! Kalau pakai panitia, nanti mau bayar honor panitia pakai apa? Bisa aja sih saya bayar pakai dana pribadi, tapi jadi nggak seru aja kalau bikin acara harus keluar banyak dana dari kantong sendiri. Kalau kayak gitu sih semua orang juga bisa! Justru yang menantang kan kalau saya bisa meyakinkan orang untuk mengeluarkan dana untuk membiayai acara karena menganggap konsep yang saya buat memang bagus dan layak disupport. Atau sebalinya, bisa bikin event besar dengan budget minim. Kepuasannya beda banget!



O ya, saya sengaja bikin acara ini hanya berselang 2 hari dari ‘Guitar For Fun’ dengan pertimbangan untuk menghemat biaya. Iya dong, 1 Juni kan saya, suami dan Andy Owen yang saya daulat menjadi MC di ‘Guitar For Fun’ dan ‘Konser Gitar Klasik Jubing Kristianto’ sudah berada di Medan atas biaya dari sponsor ‘Guitar For Fun’. Lumayan kan tuh udah hemat tiket pesawat 3 orang? Promosi dan publikasinya juga bisa sekali jalan. Coba, udah berapa banyak biaya yang sudah berhasil saya hemat dari situ? :-D

Singkat cerita, konser Jubing Kristianto yang saya persiapkan dengan sangat mendadak itu akhirnya berjalan lancar meski sangat menguras energi saya. Banyak pihak yang memuji keberhasilan acara ini. Nggak sedikit yang berterima kasih karena saya mau repot-repot membuat konser gitar klasik yang berbeda dengan acara sejenis yang pernah ada di Medan (di tangan saya konser gitar Mas Jubing memang jadi tontonan yang berbeda, terutama karena kehadiran Andy Owen sebagai MC yang kocak yang membuat konser yang biasanya formal menjadi cair dan penuh gelak tawa). Ada juga yang heran-heran, kok bisa-bisanya orang yang nggak bisa main musik dan nggak ngerti musik bikin dua acara musik sekaligus –yang satu ngumpulin 7 gitaris rock dalam satu panggung GFF, acara satunya lagi melibatkan puluhan pemain gitar klasik dan biola- TANPA PANITIA! Bahkan di akhir konser, Mas Jubing sempat bilang kalau ini adalah salah satu konsernya yang paling berkesan.

Buat saya semua pujian itu nggak terlalu penting. Yang lebih penting, dengan berhasil menggelar konser ini sekali lagi saya berhasil membuktikan kalau nggak ada hal yang mustahil di dunia ini sepanjang kita mau berusaha mewujudkannya. Dan tentu saja, sepanjang Tuhan mengijinkannya.

Sabtu, 13 Agustus 2011

SATU LAGI MANFAAT KARTU KREDIT BUAT SAYA; BISA JADI MODAL USAHA!

Di blog ini -yang kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul 'Bermain Dengan Uang', saya pernah menuliskan pengalaman saya memanfaatkan kartu kredit. Iya, kalo buat sebagian orang punya kartu kredit itu menyeramkan, buat saya justru sebaliknya; sangat menyenangkan. Percaya nggak, beberapa kali usaha saya sempat dimodalin kartu kredit karena saya tahu cara memakainya. Nah, berhubung saya orangnya baik hati dan tidak sombong, jagoan lagipula pintar, saya mau sharing nih gimana caranya memanfaatkan kartu kredit untuk modal usaha.

Di awal-awal buka toko alat musik, GH Music & Studio Bintaro, seperti yang saya ceritakan di tulisan lain di blog ini, saya memutuskan menyewa rumah yang posisinya dekat dengan jalan raya. Soalnya rumah saya yang awalnya dijadikan toko letaknya jauh di dalam cluster, nggak cocok buat tempat usaha toko. Rumah sewaan yang akan saya jadikan toko kondisinya kosong melompong. Saya butuh 2 unit AC untuk kenyamanan toko. Kalau harga AC 1 PK bermerk bagus sekitar Rp 4 jutaan, berapa uang yang harus saya keluarkan untuk membeli 3 unit AC? Pinter sekali, Rp 8 juta!

Buat saya jumlah segitu lumayan besar, apalagi pada waktu bersamaan saya baru membayar sewa rumah yang dijadikan toko selama 2 tahun, juga harus merenovasi interior toko, membuat rak-rak kayu dan menyiapkan besi-besi untuk mendisplay gitar, bass, ampli, kabel-kabel dan barang dagangan yang lain, membeli kursi-kursi untuk tempat duduk pelanggan dan lain-lain. Banyak banget uang yang saya butuhkan pada waktu yang bersamaan kan? Cara menyiasatinya, saya mengeluarkan uang tunai untuk membayar biaya-biaya yang hanya bisa dibayar dengan uang tunai. Sisanya, gesek aja pakai kartu kredit!

Barang-barang yang bisa dibeli dengan kartu kredit di antaranya AC dan kursi plastik. Untuk beli 2 unit AC, saya mendatangi toko elektronik yang sering menawarkan program cicilan 12 bulan bunga 0%, dengan kartu kredit tertentu. Saya pernah beruntung banget nemu waktu yang pas. Maksudnya, pas saya butuh beli elektronik toko itu menawarkan dobel program, bunga 0% untuk cicilan 12 bulan + diskon 10% dengan menggunakan kartu kredit tertentu. Wah, mantep banget tuh!

Tapi saya juga tahu, toko elektronik tentu pake strategi untuk memancing pembeli. Nggak jarang sebuah toko pura-pura bikin program diskon, padahal sebelumnya harga barang udah dinaikin dulu. Saya nggak mau dong dibodoh-bodohin. Sebelum memutuskan beli AC di satu toko, biasanya saya survey dulu ke beberapa toko lain, harga normalnya memang segitu atau udah dikatrol sebelum didiskon. Males keliling-keliling ke beberapa toko sekaligus? Telpon aja! Sekarang kan tekhnologi udah canggih, dimanfaatin dong. Yang penting kita tahu merk dan tipe AC yang akan kita beli. Nggak usah merasa sungkan sama pegawai toko yang kita telpon untuk ditanya-tanyai harga. Memang sudah tugas mereka melayani calon pembeli. Justru kalau nggak kita tanya-tanyai, kasihan mereka bengong-bengong doang di toko kalau nggak ada pembeli yang diayani. Hehe..

Berdasarkan pengalaman saya, harga AC di toko yang lagi ada dobel program; diskon + bunga 0% untuk cicilan 12x ternyata sama dengan harga normal di pasaran. Kok bisa murah? Ya, itu mah tokonya aja yang lagi kerja sama dengan kartu kredit untuk bikin program promo bareng. Nggak usah capek-capek mikirin apakah toko dan bank penerbit kartu kredit itu rugi atau nggak bikin program seperti itu, itu bukan urusan kita. Yang penting, sebagai konsumen kan kita diuntungkan dengan adanya program itu. Betul kan? :D

Balik lagi ke masalah beli AC kantor, awalnya saya harus keluar uang tunai sekitar Rp 8 juta untuk 2 unit AC. Setelah didiskon 10% + dicicil 12x, akhirnya saya cuma harus bayar Rp 600 ribu per bulan. Bayarnya mulai bulan depan lagi! Keren nggak tuh?

Begitu juga beli kursi plastik. Harga 1 buah kursi Rp 150-an ribu. Kalo cuma beli 1 sih enteng, tapi begitu 10 biji kan jadi Rp 1,5 jutaan juga. Ayo, kita gesek lagi kartu kreditnya! Kalau untuk pembelian kursi di supermarket jarang sih ada program cicilan 12x bunga 0%. Tapi lumayan saya bisa memundurkan pembayaran 1 bulan ke belakang, pada saat jatuh tempo kartu kredit. Asumsinya, bulan depannya kan toko saya sudah mulai jalan dan mulai ada transaksi. Jadi udah ada uang masuk lagi untuk membayar kursi dan cicilan AC. Begitu jatuh tempo, lunasi semua tagihan tanpa sisa biar nggak kena bunga.

Kartu kredit juga bermanfaat banget saat saya rajin bikin event seperti sekarang ini. Biasanya, dana dari sponsor baru turun beberapa hari sebelum atau justru sesudah event terselenggara. Padahal pada waktu persiapan event kan saya harus bayar duluan berbagai biaya seperti sewa venue, hotel, tiket pesawat, dan lain-lain. Bayarnya pakai apa? Betul, pakai kartu kredit! Waktu dana dari sponsor cair, buru-buru deh bayarin tagihan kartu kredit sampai lunas. Sip! Nggak kena bunga deh..

Saat ini saya punya beberapa kartu kredit dari berbagai bank yang siap menjadi investor saya setiap kali saya butuh modal usaha. Semua kartu kredit saya bebas iuran tahunan seumur hidup. (Eh, ada 1 yang pakai iuran tahunannya, tapi selalu saya bayar pakai point yang saya peroleh karena saya rajin gesek sana gesek sini. Jadi judulnya tetep aja gratis :D). Enak banget punya investor kayak gini. Nggak cerewet, nggak minta bagi hasil, nggak minta bunga, dan nggak pernah nolak ngasih pinjaman modal setiap kali saya membutuhkan. Nggak nyusahin deh, sepanjang kita tahu cara memanfaatkannya.

Siapa lagi yang mau dimodalin kartu kredit? ^_^

Kamis, 11 Agustus 2011

YUK, NGABUBURIT BARENG GITARPLUS!

Kayaknya saya lagi ketagihan bikin acara nih.. Juni - Juli kemarin aja saya bikin 4 acara besar sekaligus; Pesta Gitaris ‘Guitar For Fun’ Medan (1 Juni), Konser Jubing di Medan (3 Juni), ’Bandung Lautan Gitar’ (18 Juni) ‘Guitar For Fun’ Makassar (7 Juli) dan minggu depan, 14 Agustus 2011 saya mau bikin acara lagi di Cihampelas Walk Bandung, judulnya ‘Gitaran Sore’. Hadeeehh.. sebetulnya saya ini tukang majalah apa tukang EO ya? :-D.

Gitaran Sore saya bikin awalnya gara-gara bbm-an sama Balawan, gitaris asal Bali yang belakangan ini jarang berada di Indonesia karena sibuk tour manca negara. Balawan ngasih tau kalau selama Agustus ini dia lagi banyak jadwal kosong.

"Kapan bikin acara lagi? Saya mau lho diajak," katanya.

Sebetulnya saya lagi nggak ada rencana untuk bikin acara dalam waktu dekat. Bulan puasa gitu loh. Meskipun saya nggak puasa, tapi setelah berturut-turut bikin acara di Medan, Bandung, dan Makassar Juni-Juli kemarin, saya bercita-cita pengen duduk manis di kantor selama bulan puasa ini. Selama 2 bulan kemarin (Juni – Juli) saya memang banyakan ada di luar kota daripada di kantor. Tapi peluang itu terlalu menggoda untuk dilewatkan. Iyalah, dari awal tahun saya udah kepikiran bikin acara dengan membawa Balawan sebagai salah satu bintang tamunya, tapi dia sibuk aja keliling Amerika, Eropa, Australia.. Nah, sekarang tiba-tiba Balawan bilang ada jadwal kosong. Apa bukan peluang yang menggiurkan tuh?

Langsung deh kepala saya cenat-cenut mikirin cara untuk bikin acara bareng Balawan. Seharian saya sibuk di depan internet cari-cari info venue yang pas di Jakarta, Bandung, dan Surabaya sambil nelpon sana-sini. Beberapa teman gitaris saya ajak untuk tampil meramaikan acara ini. Dan sorenya konsep proposal untuk diajukan ke pihak sponsor sudah jadi saya bikin, siap untuk diemail. Ya, buat saya sebetulnya bikin acara itu nggak susah, asal ada dananya hahahaa...

Nggak pakai lama, dalam beberapa hari proposal saya disetujui oleh pihak sponsor, langsung di 2 kota sekaligus; Surabaya dan Bandung. Langsung deh saya berkemas-kemas terbang ke Surabaya untuk memastikan segala sesuatunya. Tapi tiba-tiba saya dihubungi pihak venue di Surabaya kalau di tanggal yang saya jadwalkan untuk bikin acara ini ternyata venue-nya sudah terlanjur dibooking orang lain. Iya, kemarin saya memang baru tanya-tanya tanggal kosong doang, belum menitipkan DP karena belum ada kepastian kerja sama dengan pihak sponsor. Kalau udah terlanjur di DP in duluan terus ternyata saya nggak dapet sponsor, saya bisa tekor dong. :p

Sambil cari-cari tanggal pengganti untuk event di Surabaya, saya kerjain dulu yang di Bandung. Kebetulan untuk Gitaran Sore yang di Bandung persiapan acaranya relatif lebih lancar meskipun sempat bermasalah juga dengan venue yang – lagi-lagi sudah dibooking orang lain - sehingga harus ganti tanggal. Untung bintang tamu yang saya rencanakan tampil di acara ini semuanya nggak protes dan tetap bisa tampil meskipun jadwal acaranya dimundurin sehari. Nggak sampai seminggu, urusan venue, panggung, lighting, bintang tamu, publikasi, akomodasi, transportasi, dan konsumsi beres semua. Tinggal urus perijinan doang nih. Untuk masalah ini, saya dibantu oleh tim kompak dari komunitas gitaris IGC dan PGC, yaitu Aji, Febri, Trian, Ivan dan Sarbenk (makash yaaa...). O ya, atas permintaan pihak sponsor, ‘Gitaran Sore’ di Surabaya akhirnya terpaksa ditunda pelaksanaannya setelah Lebaran nanti . Waktu dan tempat segera saya infokan yaa.. :)


Kalau nggak ada hal-hal darurat di luar kendali saya, Minggu 14 Agustus 2011 nanti saya bakal menggelar acara ‘Gitaran Sore’ di Cihampelas Walk Bandung, pukul 14.00 - 21.00 WIB dengan bintang tamu Balawan, Bengbeng PAS Band, Pupun RoR, Ezra Simanjuntak, dan dimeriahkan penampilan teman dari beberapa komunitas gitaris di Bandung, yaitu Indonesian Guitar Community, Pasundan Guitar Community, Guitartaintment, dan Agung Guitar Course.

Teman-teman yang tinggal di Bandung dan sekitarnya, atau kebetulan lagi di Bandung hari itu, yuk kita ngabuburit bareng sambil nonton acara gitar-gitaran. Selain menyaksikan penampilan dari para gitaris, di sini kita bisa sharing seputar dunia gitar, ikutan games, dan tanya jawab interaktif berhadiah. Acaranya gratis kok, malah disediain takjil juga. Boleh ajak teman-teman yang lain biar tambah rame.

Di acara itu saya juga bakal sharing tentang buku saya 'Bermain Dengan Uang' dan juga bisa beli langsung buku tersebut di venue. Buat yang belum tahu, 'Bermain Dengan Uang' isinya campur-campur tentang cerita-cerita seputar pengalaman saya mengelola uang dan usaha saya di bidang penerbitan majalah musik (salah satunya GitarPlur) + toko dan studio musik (GH Music & Studio), siasat nekat beli rumah, dan bagaimana saya memandang dan memaknai uang. Baca deh, pasti nggak nyesel! Saya aja nulis buku itu nggak nyesel karena belakangan ini banyak yang mengirim email atau pesan di facebook saya, mengaku termotivasi dan terinspirasi setelah membaca buku saya. Mudah-mudahan yang belum baca jadi penasaran.. :-D

Sampai ketemu di Ciwalk ya!

Rabu, 10 Agustus 2011

AKHIRNYA SAYA PERNAH KE MAKASSAR BERKAT GFF ^_^

Saya suka mencoba tantangan baru. Kalau di tahun-tahun sebelumnya saya cuma berani menyelenggarakan event Guitar For Fun sekali dalam setahun, di tahun 2011 ini saya nekat mau bikin 3 kali setahun di kota yang berbeda. Kenapa? Saya ingin semakin banyak gitaris di berbagai kota di Indonesia ikut merasakan kemeriahan acara ini, bukan sekadar membaca beritanya di Majalah GitarPlus. Soalnya saya yakin, siapa pun orangnya, kalau merasa dirinya gitaris ia pasti senang bisa terlibat di GFF, baik sebagai penonton maupun pengisi acara, karena acaranya memang bener-bener fun. (Yang udah pernah nonton GFF di kota mana pun, minta komentarnya tentang acara ini dong..)

Pertengahan Maret lalu, usai menggelar GFF di Bali, saya merencanakan untuk mengadakan di Medan dan Makassar. Dua kota ini saya pilih dengan pertimbangan sederhana; Medan karena mertua saya tinggal di kota itu, jadi saya bisa sekalian nengok mertua. Dan Makassar karena saya belum pernah ke Makassar tapi pengen ke sana. Alasannya nggak mutu? Hahaha.. kadang-kadang saya memang suka nggak mutu. Tapi selain pertimbangan itu, hal lain yang membuat saya memilih Medan dan Makassar sebagai tempat penyelenggaraan GFF berikutnya adalah karena pembaca Majalah GitarPlus di kedua kota itu cukup banyak. Medan dan Makassar menyimpan banyak potensi gitaris yang luar biasa.

Memilih venue di Medan nggak sesulit di Makassar. Saya sudah beberapa kali ke Medan meskipun selalu dalam rangka liburan, bukan bekerja. Tapi setidaknya saya bisa sedikit membayangkan suasana kota itu. Ditambah referensi dari mertua, teman-teman gitaris, distributor dan toko musik, sebentar saja saya sudah menemukan venue yang pas; Hall Hotel Garuda Plaza Medan (yang ternyata membuat saya jadi banyak dapat ilmu baru). Giliran cari venue di Makassar, baru deh saya kelojotan. Jelas bukan perkara gampang karena seumur-umur saya belum pernah ke Makassar!

Saya lalu browsing di internet, mencari-cari info tentang cafe dan hotel di Makassar (hotel sekalian karena gitaris-gitaris yang saya bawa ke Makassar nanti kan harus nginep di hotel juga). Di layar laptop saya langsung deh muncul nama cafe yang terletak di sebuah hotel berbintang 4 di Makassar. Setelah melihat foto-fotonya di internet, feeling saya mengatakan kalau cafe itu cocok dijadikan tempat penyelenggaraan acara. Yang jadi masalah, saya nggak bisa membayangkan posisi dan kondisi hotel itu. Di tengah kota yang gampang diakseskah? Biasa dijadikan tempat untuk mengadakan acara-acara musik? Kapasitasnya bisa menampung berapa orang? Cukup populerkah di kalangan gitaris Makassar? Berapa sewa tempatnya?

Ada banyak pertanyaan melintas di benak saya yang nggak tahu harus saya tanyakan ke siapa karena saat itu saya sama sekali nggak punya kenalan di Makassar. Tiba-tiba saya ingat, saya punya teman di Yogya yang sudah beberapa kali ke Makassar. Saya langsung ngajak chatting untuk tanya-tanya info tentang cafe itu. Dan reaksi pertamanya waktu saya jelaskan maksud saya adalah: "Kamu nekat banget ya. Belum pernah ke Makassar kok mau bikin event di Makassar!" Saya jawab aja, "Justru itu saya bikin event di Makassar biar saya pernah ke sana." Hahahaa..

saya & hugo di depan Fort Rotterdam Makassar

Teman saya ini akhirnya nggak bisa memberikan informasi yang saya butuhkan karena ia bolak-balik ke Makassar untuk urusan yang nggak ada hubungannya dengan musik dan cafe. Tapi saya nggak menyerah. Saya kembali mencari informasi ke toko musik dan komunitas gitaris di Makassar yang saya kenal setelah saya ngubek-ubek internet dan facebook. Belum pernah kenal sebelumnya, cuma modal sok kenal sok akrab aja. Untung dulu saya kuliah di jurusan sok akrab hehe..

Saya juga minta rekomendasi ke teman-teman musisi di Jakarta yang pernah manggung di Makassar. Semua info itu saya kumpulkan, saya banding-bandingkan, lalu saya putuskan dengan mengandalkan intuisi semata karena sampai dua minggu menjelang acara, saya belum juga punya kesempatan menginjakkan kaki ke Makassar. Iya, saya memang nekat. Tapi modal nekat itulah yang sudah membawa saya sampai sejauh ini.

Saya cuma perempuan biasa-biasa saja yang nggak bisa main musik, nggak punya pengetahuan musik yang luar biasa, nggak fasih berbahasa Inggris, dan nggak berpengalaman keliling ke kota-kota besar di Indonesia. Kalau nggak nekat, mungkin dari dulu saya nggak akan pernah sampai kemana-mana. Saya nggak akan pernah bisa bikin Majalah GitarPlus, nggak akan pernah buka toko GH Music & Studio, nggak akan pernah bikin acara sebesar GFF di berbagai kota, nggak akan pernah bisa mewujudkan impian-impian saya selama ini.

9 gitaris yang tampil di Guitar For Fun Makassar

Yang saya punya memang cuma semangat, kenekatan dan mimpi setinggi langit. Saya pernah bilang di tulisan saya sebelumnya kalau segala sesuatu yang saya raih sekarang ini semuanya berawal dari sebuah mimpi. Dan kalau bermimpi, saya nggak mau tanggung-tanggung; tinggi sekalian, besar sekalian. Tercapai atau nggak urusan belakang, yang penting mimpi dulu. Tapi saya nggak cuma berani bermimpi, saya juga melakukan tindakan nyata untuk mulai meraih mimpi itu, dari langkah kecil yang paling sederhana dulu. Kalau langkah kecil yang saya buat ternyata nggak membuat mimpi saya terwujud sempurna, biarin aja. Setidaknya saya sudah mencoba membuat sebuah langkah yang mendekatkan saya dengan mimpi besar saya. Kalau gagal, tinggal diulangi lagi. Toh mimpinya nggak kemana-mana, masih tetap di sana, menunggu saya meraihnya. Sepanjang saya masih mau berusaha dan nggak gonta-ganti mimpi, saya yakin suatu saat pasti akan ada jalan yang mendekatkan saya dengan mimpi yang awalnya terasa nggak masuk akal banget untuk diraih sekalipun.

Seperti mimpi bikin GFF di Makassar. Awalnya, nggak sedikit pihak yang meragukan saya bakal mampu bikin acara di kota yang bahkan belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Buktinya saya bisa tuh! Minggu lalu saya terbang ke Makassar untuk bertemu orang-orang yang selama ini hanya saya kenal lewat telpon dan email, tapi sudah sepakat saya ajak bekerja sama mendukung acara GFF Makassar ini. Dan 7 Juli '11 lalu saya berhasil mendatangkan 9 gitaris papan atas untuk memeriahkan event GFF pertama saya di Makassar, di cafe yang saya lihat di internet beberapa bulan lalu; D'liquid Cafe Hotel Clarion.

Jumat, 01 Juli 2011

KEPENTOK-PENTOK NGGAK BIKIN SAYA KAPOK

Menyelenggarakan event Guitar For Fun (GFF) buat saya gampang-gampang susah. Susah karena saya bahkan baru tahu yang namanya kabel RCA setelah seorang gitaris ribut kelupaan membawa kabel itu di salah satu acara saya beberapa bulan yang lalu. Tapi jadi gampang ketika saya memandangnya hanya seperti sedang menyusun sebuah puzzle. Ada beberapa pihak yang harus dikumpulkan, ada beberapa kepentingan yang harus disatukan, ada beberapa kondisi yang harus disesuaikan. Dan tugas saya hanyalah merekat-rekatkan semua bagian itu menjadi sebuah bentuk yang utuh. Pekerjaan saya menjadi lebih mudah karena antara bagian satu dengan yang lain sebetulnya memiliki keterkaitan. Segampang itu? Ya, tergantung mind set kita. Kalau dibikin susah ya susah, dianggap gampang ya memang sebetulnya gampang-gampang aja kok! :)

Buktinya, cuma dengan modal nekat dan yakin, saya sudah berhasil 6 kali bikin GFF di 4 kota yang berbeda; Jakarta, Bandung, Yogya (2 kali), Bali, dan Medan. Di setiap penyelenggaraan GFF, saya selalu melibatkan setidaknya 5 gitaris ternama sebagai bintang tamu. Mereka mempunyai kebutuhan alat musik yang berbeda, sifat serta karakter yang berbeda, dan tentunya harus dihadapi dengan pendekatan yang berbeda-beda juga. Gitaris A yang nggak merokok nggak bisa tidur sekamar dengan perokok, gitaris B yang jadwal manggungnya sangat padat baru bisa datang ke venue mepet-mepet waktu tampil, padahal harus sound check juga, gitaris C harus disapa duluan agar bisa memulai pembicaraan dengannya karena terlalu pendiam, gitaris D nggak bisa telat makan karena mempengaruhi mood-nya, dan lain-lain. Saya nggak terlalu mengerti tentang musik, tapi saya sangat paham kalau setiap orang –termasuk para gitaris yang tampil di acara saya- pasti merasa nyaman kalau diperhatikan dan diperlakukan dengan baik.

Rabu, 1 Juni 2011 lalu saya menggelar GFF di Medan. Itu pertama kalinya saya bikin acara di Medan, meskipun sudah beberapa kali berlibur ke kota ini karena suami saya orang Medan. Wilayah jangkauan saya semakin jauh sekarang. Kalau dulu saya main aman dengan bikin GFF di wilayah Jawa, tahun 2011 ini saya memberanikan diri menyeberang ke luar pulau, yaitu ke Bali (Februari ’11) dan Medan (Juni ’11).


Gitaris yang memeriahkan GFF Medan. Sebetulnya ada juga Gebong, gitaris Medan, yang ikut tampil. Tapi saat foto ini diambil, Gebong mendadak hilang dari peredaran..:p


Bikin acara di kota yang berbeda-beda sudah pasti memberi saya pengalaman dan tantangan yang baru pula. Dan di Medan ini, saya banyak banget dapat pelajaran baru yang belum pernah saya dapat di kota-kota sebelumnya. Salah satunya masalah venue. Kalau biasanya saya selalu memilih cafĂ© sebagai tempat penyelenggaraan GFF, di Medan –karena berbagai pertimbangan- saya memutuskan mengadakan di Hall Garuda Plaza Hotel. Ini nih yang bikin saya dapet pengalaman seru! Kalau di cafĂ© kan saya tinggal terima beres karena sound system dan lighting sudah disediakan oleh pihak cafĂ©. Begitu juga dengan ijin keramaian dan pajak porporasi tiket, semua sudah ada yang mengurus. Nah, begitu saya bikin acara di hall hotel, saya dihadapkan pada satu kenyataan kalau yang saya sewa hanyalah ruangan saja tanpa sound system, sound man dan lighting. Di sinilah ‘kursus singkat’ saya dimulai.

Di Medan, untuk pertama kalinya saya harus mengurus sendiri masalah sound system. Untunglah ada toko musik di Medan, Tango & Brothers Musik, yang bersedia mensupport kebutuhan sound system untuk acara GFF kali ini. Masalah dimulai saat pihak Tango Musik mengajukan pertanyaan sederhana buat saya “Mbak Intan butuh sound system yang seperti apa?”

Nah lho! Saya baru sadar kalau saya nggak tahu sound system berapa ribu watt yang saya butuhkan untuk hall berkapasitas 800 orang itu. Kalau cuma ditanya Coki Netral atau Azis Jamrud pakai ampli apa sih saya tahu. Tapi kebutuhan sound system untuk tempat penyelenggaraan acara? Mixer berapa channel yang harus disediakan? Wah, gelap tuh buat saya!

Firman Alhakim, Inne Tango, & Azis Jamrud di depan stand Brothers Music di GFF Medan

Urusan sound belum beres, saya ketemu masalah baru lagi; lighting. Saat menghubungi rental lighting, lagi-lagi saya ditanya lighting seperti apa yang saya butuhkan untuk acara ini.

“Memang biasanya orang sewa lighting kayak apa, Bang?” Saya malah balik nanya karena, jujur aja, saya nggak bisa membayangkan sama sekali. Saya belum pernah sewa lighting sebelumnya dan bukan orang yang suka memperhatikan tata lampu di acara-acara yang saya buat atau hadiri. Jadi, nggak kebayang sama sekali harus sewa lighting kayak apa untuk acara GFF ini.

“Tergantung tempat dan kebutuhannya, Mbak. Mbak pengennya lighting di venue nanti seperti apa? Pakai moving head dan follow spot nggak? Par-nya mau berapa bar?” Bukannya memberi solusi, si bapak tukang sewa lighting ini malah bikin saya tambah puyeng, Sumpah, yang namanya follow spot kayak apa aja saya nggak ngeh!
Giliran mengurus ijin keramaian, lagi-lagi saya kepentok masalah. Maksud hati pengen cepat beres urusan. Maka, saat pihak security hotel menawarkan untuk membantu mengurus ijin keramaian, saya langsung oke aja. Ada biaya yang harus dikeluarkan, saya bayarkan. Harus ada surat permohonan yang diajukan, ya segera saya siapkan. Ternyata menjelang hari pelaksanaan acara, ijin keramaian belum juga keluar dan ujung-ujungnya saya selaku penanggung jawab acara malah dipanggil ke Poltabes untuk ditanya-tanya tentang acara. Ampun deh, mana diinterogasinya di ruang Kasat Intel pula! Berasa kayak maling ayam ketangkep aja tuh hehe..

Belum lagi masalah pajak tiket. Untuk pertama kalinya, saya mengurus sendiri pajak porporasi ke Dispenda setempat. Saya sempat bingung-bingung pada awalnya karena terus terang ini pengalaman baru buat saya. Tapi semua saya hadapi dengan tenang dan saya anggap sebagai proses belajar yang nggak mungkin bisa saya perolah di sekolah mana pun. Saya selalu yakin, nggak ada masalah yang nggak ada jalan keluarnya. Dan saya bersyukur karena di saat-saat sulit itu biasanya saya justru bertemu dengan orang-orang baik dan kemudahan-kemudahan tak terduga yang membuat saya bisa lolos dengan selamat dari masalah seberat apa pun. Orang menyebutnya keberuntungan, tapi saya melihatnya sebagai rencana Tuhan.

Dengan segala keterbatasan saya, akhirnya GFF Medan bisa terselenggara dengan baik. Sukses dan lancar jaya. Penonton rame, bintang tamunya senang, acara berlangsung aman dan meriah.. Buat saya, itu sudah lebih dari cukup untuk membayar semua kelelahan akibat pontang-panting selama persiapan acara. Tuh kan, ternyata masalah dan hambatan sebesar apa pun bisa teratasi asal kita nggak gampang menyerah dan tetap semangat mencapai tujuan yang sudah kita tetapkan di awal? Buktinya saya yang nggak bisa main musik, nggak ngerti soal sound system, lighting, masalah perijinan, pajak dan lain-lain ternyata mampu menyelenggarakan acara yang buat sebagian orang dianggap besar seperti Guitar For Fun. Kepentok-pentok masalah nggak pernah bikin saya kapok, justru bikin saya tambah pinter dan berani mencoba tantangan baru yang lain lagi.

Nah, tantangan berikutnya yang udah nunggu di depan mata adalah bikin GFF di Makassar. Makassar, I’m coming! ^^

(Thanks to Pak Apin, Mbak Inne, dan Bang Flores dari Tango & Brothers Music yang sudah sangat membantu saya di GFF Medan)

Rabu, 29 Juni 2011

SAYA BISA KARENA SAYA BERANI MENCOBA

Hidup saya penuh dengan coba-coba. Dalam keseharian saya, saya senang mencoba melakukan banyak hal baru yang membuat hidup saya berwarna. Hal-hal yang bagi sebagian orang dianggap nekat, ajaib, atau terkesan kurang kerjaan. Hal-hal yang orang lain mungkin nggak ingin atau mungkin nggak kepikiran untuk mencobanya. Saya memang suka mencoba, nggak perduli seperti apa pun hasil dari coba-coba saya. Kalau berhasil saya senang. Kalau gagal? Ya dicoba lagi aja. Saya nggak takut gagal sepanjang masih ada kesempatan untuk mencoba lagi.

Saya pernah mencoba membuat acara di sebuah cafe besar dan sangat terkenal. Sebelum bertemu dengan manager cafe itu, beberapa teman sudah mengingatkan saya dengan kalimat yang hampir seragam, "Bikin acara di tempat itu bagus, tapi sewa venue-nya mahal."

Semahal apa? Saya berusaha cari tahu dengan mencoba menemui manager cafe. Saya ingat, waktu itu saya belum membuat janji dan belum pernah mengenal si manager sebelumnya. Kira-kira dia ada di tempat nggak ya? Coba aja ditanya dulu, toh saya sudah berdiri di depan pintu cafe-nya. Kalau ada syukur, nggak ada ya besok coba ditemui lagi. Nggak ada ruginya kok buat saya.

Ternyata manager cafe itu ada di tempat dan bersedia menemui saya meskipun belum ada janji. Dan ternyata, setelah saya menyampaikan maksud saya sambil sedikit bernegosiasi, si manager malah mengijinkan saya mengadakan acara di tempatnya tanpa saya harus mengeluarkan uang untuk sewa tempat. Saya hanya menawarkan beberapa kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak dan tawaran saya sepertinya cukup masuk akal sehingga langsung disambut baik oleh manager cafe. Padahal beberapa teman saya sebelumnya sudah nakut-nakutin duluan kalau pakai tempat di cafe ini mahal. Untung saya berani mencoba!

Saya juga pakai jurus coba-coba waktu akan menerbitkan buku 'Bermain Dengan Uang'. Coba-coba menawarkan naskah ke penerbit, ternyata ditanggapi dengan positif. Waktu buku sudah dalam proses terbit, saya kembali coba-coba meminta endorsement dari beberapa orang yang sudah punya nama, yang sebetulnya nggak saya kenal secara pribadi sebelumnya. Sebagian menolak, bahkan mengangkat telpon dan membalas SMS saya pun nggak mau. Tapi ternyata ada juga tuh yang bersedia mampir ke blog saya dan memberikan komentar positif, seperti yang akhirnya dimuat di buku saya. Untung saya berani mencoba. Kalau nggak dicoba, mana saya tahu bisa apa nggak?

Saya bikin Majalah GitarPlus, GH Music & Studio, Guitar For Fun serta acara-acara yang berhubungan dengan gitar, kursus gitar dan banyak hal lagi, mulainya juga dengan coba-coba. Awalnya saya jelas nggak tahu apakah coba-coba saya akan berhasil atau nggak. Tapi saya memilih untuk mencobanya daripada penasaran setengah mati kalau nggak dicoba sama sekali. Saya nggak akan pernah tahu sejauh mana kemampuan saya dan apakah saya bisa melakukan sesuatu atau nggak, sebelum saya mencobanya kan?


Saya bisa buka toko alat musik karena coba-coba


Sudah pasti saya nggak selalu berhasil waktu mencoba. Saya pernah, bahkan berkali-kali gagal, ditolak, atau dicuekin. Coba-coba nawarin ke calon klien untuk pasang iklan di majalah saya, ternyata ditolak. Coba-coba merencanakan bikin acara, ternyata gagal. Coba-coba bikin usaha sampingan, ternyata hitung-hitungannya meleset sehingga saya jadi rugi. Coba-coba mengajukan proposal ke sebuah perusahaan, minta sponsor untuk acara yang saya buat, ternyata dicuekin.. Masih banyak kegagalan lain yang pernah saya alami, yang pasti bakal menuh-menuhin tempat kalau saya tulis semuanya di sini. Tapi toh saya nggak kapok. Saya masih berani mencoba meskipun saya tahu nggak selalu berhasil.

Saat mencoba melakukan sesuatu yang belum pernah saya lakukan sebelumnya, saya cuma akan dihadapkan pada 2 kemungkinan; berhasil atau gagal. Kalau berhasil, saya bersyukur karena sudah berani mencoba sehingga saya jadi tahu ternyata saya mampu. Tapi kalau nggak berhasil, ya tinggal dicoba lagi. Semua orang pernah gagal, jadi jangan takut dan malu kalau kita pun sesekali mengalami kegagalan. Banyak temennya gitu loh. Coba, coba, coba dan coba terus melakukan lagi hal yang sama sambil dievaluasi apa penyebab kegagalannya, kalau perlu dengan cara yang berbeda sampai akhirnya kita ketemu celahnya. Kalau masih gagal terus, kita bisa coba belajar dari orang lain yang sudah pernah berhasil melakukannya. Jangan malu bertanya dan meniru ilmunya. Saya percaya, kalau kita terus mencoba melakukan hal yang pernah gagal kita lakukan, suatu saat akan ada jalannya kita bisa berhasil. Tapi kalau nggak pernah dicoba, kita akan tetap di situ-situ aja, nggak akan pernah sampai kemana-mana. Berani mencoba? ^^d

OLEH-OLEH DARI BANDUNG

Sabtu, 18 Juni 2011 lalu adalah salah satu hari bersejarah buat saya. Hari itu saya launching buku pertama saya yang berjudul 'Bermain Dengan Uang'. Bukan sekadar launching biasa, acara itu dimeriahkan oleh penampilan sekitar 50 gitaris dan dihadiri lebih dari 500 gitaris yang datang untuk menonton dan bersilaturahmi dengan teman-teman sesama gitaris.

Acara yang dimulai jam 13.00 dan berakhir sekitar pukul 22.00 WIB itu berlangsung sangat meriah. Sejak siang penonton sudah memadati Planet Dago yang dipilih sebagai tempat penyelenggaraan acara. Para pengisi acara datang tepat waktu, bahkan banyak di antaranya yang sudah nongkrong di venue sejak siang hari. Dari semua yang dijadwalkan tampil, hanya Bengbeng PAS Band dan Adhit Jimmu yang batal tampil karena mendadak berhalangan.



Setiap pengunjung yang membeli buku di acara ini mendapat diskon spesial dan kesempatan memenangkan doorprize berupa alat musik. Nggak tanggung-tanggung, hadiah doorprize-nya ada strap gitar Shredder, Vox Amplug, gitar elektrik Rockwell, produk dari Ouval Research, dan lain-lain. Kalau nasib lagi bagus, beli buku seharga Rp 40 ribu (di toko buku harganya Rp 44.800) bisa dapet gitar seharga sejutaan. Kapan lagi ada kesempatan beli buku model begini? :-D

Sejak awal saya yakin, acara launching buku saya bakal dihadiri banyak gitaris. Makanya sekalian aja saya kasih tema acaranya 'Bandung Lautan Gitar'. Tapi di tengah lautan gitaris yang memenuhi Planet Dago hari itu, ternyata ada juga lho beberapa orang yang jauh-jauh datang khusus untuk membeli buku, minta tanda tangan, dan foto bareng saya.

"Saya nggak ngerti gitar-gitaran, nggak kenal satu pun gitaris yang tampil. Saya datang cuma untuk ketemu Mbak Intan," ujar salah seorang pengunjung yang datang jauh-jauh dari Depok. Aduuuh, jadi terharu.. ^^

Seorang bapak yang datang bersama istrinya juga mengaku dari Jakarta. "Saya denger waktu Mbak Intan talkshow di radio Smart FM. Dari situ saya tahu kalau hari ini Mbak Intan launching buku di Bandung, makanya saya sempatkan ke sini." Wah, makasih ya, Pak!

Ada juga fans-nya Pupun RoR yang bela-belain datang dari Subang. Awalnya mungkin dia datang untuk nonton aksi panggung Pupun, tapi belakangan -entah karena dipengaruhi atau diancam sama pasangan Pupun-Rara yang gencar banget bantu promosiin buku saya- akhirnya dia beli juga buku saya. (Pupun dan Rara, kalian memang luar biasa!)

Sahabat saya dari jaman kuliah, Anjar Anastasia, yang juga penulis dan sudah menghasilkan beberapa buku pun bela-belain datang. Padahal hari itu Anjar yang sebenernya tinggal di Bandung kebetulan ada urusan di Jakarta. Begitu urusan selesai, dia buru-buru balik ke Bandung untuk datang ke launching buku saya. Saya meihatnya sebagai bentuk dukungan dan perhatian yang sederhana, tapi amat menyentuh. Begitu juga kehadiran orang tua dan adik-adik saya, sungguh bikin saya nggak bisa berhenti bersyukur atas segala hal yang diberikan Tuhan untuk saya.

Hari itu saya dikelilingi orang-orang hebat yang luar biasa. Teman-teman dari Indonesian Guitar Community, Pasundan Guitar Community, Guitartaintment, Castavaria, Pupun RoR, Agung Burgerkill, Firman Alhakim, Ezra Simanjuntak, Azis Jamrud, John Paul Ivan, Akew Beside, Ace J, Billy Mujizat, Iwan Wong, Balum, para pemain perkusi, duo MC yang ancur, Andrew Raharjo dari perwakilan Guitar Force.. Juga para sponsor yang memungkinkan acara ini terlaksana; Djarum Super, Ouval Research, Shredder Guitar n Amplifier, Artrock Guitar, Rockwell Guitar, Hardee Guitar, Cora Amplifier, Marvell Amplifier, Vox Amplifier, Bumsmart Production, Pratama Sound, Radio CBL, Elex Media selaku penerbit buku saya, & media cetak maupun online yang sudah meliput acara ini. Saya kehabisan kata, nggak tahu lagi harus ngomong apa untuk mengungkapkan betapa berartinya semua yang sudah kalian lakukan buat saya. Terima kasih ya! Cuma itu yang bisa saya ucapkan, tulus dari lubuk hati saya yang paling dalam.


Foto bareng panitia selesai acara

Senin, 27 Juni 2011

TERNYATA SAYA MUAT JUGA MASUK KORAN :-D

Sabtu, 18 Juni lalu saya menggelar acara launching buku 'Bermain Dengan Uang' di Planet Dago Bandung dimeriahkan penampilan lebih dari 50 gitaris junior dan senior. Menjelang acara, saya sempat ngobrol-ngobrol dengan beberapa teman wartawan dari media lokal di Bandung. Beberapa di antara mereka tertarik menuliskan cerita tentang saya dan acara launching buku saya di media. Ternyata saya muat juga ya masuk koran :-D

Tahu Cara Memperlakukan Uang
Wednesday, 22 June 2011

Lebih dari tujuh tahun Caesilia Intan Pratiwi, 38,mengelola majalah yang fokus mengupas seputar gitar,yaitu GitarPlus.


Boleh dikata,majalah ini merupakan pionir yang menyajikan informasi bagi para pencinta alat atau penikmat musik gitar.Namun, perempuan yang akrab disapa Intan ini sama sekali tidak memahami musik tersebut, apalagi cara memainkannya. Intan yang awam akan dunia musik,memang terbilang nekat dengan keberaniannya menerbitkan majalah tersebut.Bahkan selain GitarPlus, masih ada tiga majalah lainnya yang diterbitkan tentang gitar, tetapi semuanya berbeda segmentasi pemasaran.

Selain itu,dia pun membuka usaha lain,yaitu membuka toko alat musik. Saat berbincang di sebuah kafe di Jalan Soka,Kota Bandung, baru-baru ini,dirinya mengaku memiliki motivasi tinggi dalam pengelolaan uang. Soal memilih majalah musik gitar sebagai objek usaha,lebih hanyalah upaya untuk menciptakan lahan pasar sendiri. Saat merintis usahanya pada awal tahun 2000-an,di Indonesia memang belum ada satu media pun yang menyajikan secara khusus mengenai gitar.

Apalagi yang menyajikan rubrik berisi lirik lagu lengkap dengan gripnya.“Padahal 20% orang Indonesia bermain gitar, meski dengan keahliannya yang berbeda-beda.Saya melihat ini sebagai peluang emas untuk usaha,”ujar Intan. Beruntung sang suami memiliki visi dan misi yang sama dengan dirinya soal berbisnis.Mengelola majalah tersebut dikerjakannya berdua,meski dengan modal ala kadarnya.

Dia pun ekstra ketat dalam mengelola keuangan. Bahkan pendistribusian majalah pun dikerjakan bersama suami.“Meski mengedarkannya hanya mengandalkan motor butut,” ucap perempuan lulusan Editing Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini. Intan mengaku tidak pernah khawatir menjalankan usaha tersebut,meski sama sekali tidak mengenal dunia musik,termasuk gitar.Soal keredaksian,dia menyerahkan kepada ahlinya.

Meski pada tahap awal harus ekstra ketat dalam menjalankan perusahaan, namun hasil kerja keras itu akhirnya membuahkan hasil. Kuncinya,terletak pada kejelian Intan dalam membidik pasar,di mana setiap orang yang menyukai alat musik gitar akan membutuhkan media penunjang agar lagu yang dinyanyikan bisa diiringi. Tidak terasa,kini Intan sudah bisa menuai hasil jerih payahnya selama ini.

Paling tidak,dia sudah memiliki kantor,rumah,dan mobil sendiri,termasuk aset perusahaan lainnya.Padahal pada awal merintis usaha,dia menyulap ruang tamu rumah kontrakannya menjadi kantor redaksi sekaligus kantor perusahaan.Dia mendapatkan semua itu dari keuntungan perusahaan yang bersumber dari hasil penjualan majalah serta keuntungan dari klien perusahaan yang memasang iklan di majalahnya.“Oplah majalah ini antara 17.000 hingga 18.000 eksemplar per bulan.

Terkadang sampai 20.000 eksemplar kalau ada permintaan lebih,”ujar perempuan kelahiran Jakarta ini. Ternyata dia tidak pelit dalam hal resep kesuksesan menjalankan usaha atau mengelola keuangan,baik keuangan rumah tangga maupun perusahaan.Intan menuliskan bagaimana dirinya mengelola keuangan dalam sebuah buku yang berjudul Bermain dengan Uang.

Buku itu tidak berisi nasihat atau tata cara mengelola keuangan,tetapi lebih pada paparan secara persuasif,bagaimana memperlakukan serta mengelola keuangan.“Saya punya prinsip uang itu yang penting bukan besarannya, tetapi bagaimana kita mengelolanya.Semoga tulisan saya ini akan berguna bagi orang lain,”harap Intan.

ATEP ABDILLAH KURNIAWAN
Kota Bandung

Berita tentang Buku 'Bermain Dengan Uang' di koran Pikiran Rakyat :


Masih tentang launching buku 'Bermain Dengan Uang' di koran Galamedia :


Masih ada beberapa media online yang menulis berita tentang launching buku saya, tapi berhubung saya mau ada keperluan dulu, disambung lagi nanti kapan-kapan kalau lagi sempat yaa.. ^^d

Kamis, 09 Juni 2011

MENULIS BUKU MEMBERI BANYAK CERITA BARU BUAT SAYA

Saya banyak mengalami kejadian luar biasa selama proses penerbitan buku ‘Bermain dengan Uang’ sampai akhirnya beredar di pasaran sejak kurang lebih sebulan yang lalu. Kejadian yang membuat hati saya bolak-balik meleleh, sekaligus mengingatkan saya untuk terus menerus bersyukur.

Waktu buku saya masih dalam proses cetak, misalnya. Editor meminta saya mencari 3-5 orang beken untuk memberi endorsement di calon buku saya. Saat saya sebarkan ke teman-teman gitaris, ternyata komentar yang terkumpul bukan hanya 3 atau 5, tapi sekaligus 26! Padahal banyak di antara gitaris yang memberi komentar itu bahkan belum mengenal saya secara pribadi sebelumnya. Soalnya selama mengelola usaha penerbitan majalah musik yang salah satunya adalah GitarPlus, saya memang selalu bermain di belakang layar. Nyaris nggak pernah bersentuhan langsung dengan para gitaris itu, kecuali beberapa yang pernah ikut acara-acara yang saya buat. Mereka lebih mengenal redaksi GitarPlus, terutama Mudya, yang sebelum Majalah GitarPlus ada pun sudah dikenal sebagai wartawan musik. Tapi meskipun nggak terlalu kenal saya, para gitaris ini dengan suka rela meluangkan waktu untuk membaca blog saya dan memberikan komentar positif yang bikin editor saya bingung memilih. Akhirnya, 26 komentar itu semuanya dimuat di buku saya, sampai-sampai beberapa teman secara bercanda meledek saya,’Kayaknya buku kamu tebelan komentar pembacanya deh daripada isi bukunya sendiri!” Hahaha.. Buat saya itu luar biasa.

Pada hari buku saya mulai beredar di toko-toko buku sesuai jadwal dari penerbit, tepatnya 11 Mei 2011 lalu, lagi-lagi saya mengalami peristiwa luar biasa. Siang-siang, waktu saya lagi bĂȘte-betenya di kantor karena diuber-uber kerjaan yang secara bersamaan harus selesai siang itu juga, ditambah besok paginya saya harus berangkat ke Medan untuk survey tempat dan persiapan acara Guitar For Fun, tiba-tiba saya dikejutkan kedatangan kurir yang mengantar kiriman berupa sekotak cupcakes spesial dengan hiasan cover buku saya plus seikat mawar merah segar. Nyesss… kepala saya yang mulai berasap saking banyaknya yang harus dipikirkan langsung seperti disiram air dingin rasanya. Dan lagi-lagi, hati saya meleleh karena terharu diberi perhatian dan support yang menyentuh banget seperti ini..

jingkrak-jingkrak dapat cupcakes dan mawar :-D

Cupcakes yang bikin saya dan teman-teman sekantor nggak tega buru-buru memakannya saking bagusnya itu adalah kiriman seorang sahabat dari Surabaya, pasutri Eka dan Dony. Kok bisa-bisanya kirim cupcakes dari Surabaya? Itu adalah hasil persekongkolan dengan bakul kue top markotop Mbak Yuliana Christina, sahabat saya di dunia maya yang meskipun sama-sama tinggal di Bintaro tapi belum pernah ketemuan. (Mbak Yuliiii, kenapa setiap kali aku ke rumahmu dikau nggak pernah ada di rumaaah? :p). Mbak Yuli inilah yang membuat kiriman cupcakes dari Eka-Dony berbonus seikat mawar merah yang bikin hati saya ikut berbunga-bunga seharian. Buat saya itu luar biasa..

Setelah buku beredar, saya jadi banyak mendapat teman baru, baik di fb maupun di dunia nyata. Mendadak banyak yang nge-add saya dan inbox fb saya penuh dengan pesan dari orang-orang yang belum pernah saya kenal sebelumnya. Beberapa pesan yang masuk di antaranya berbunyi, “Mbak, thanks ya.. bukunya sangat menginspirasi saya.’, ‘Setelah baca buku Mbak Intan, saya jadi berani melanjutkan kembali usaha saya yang sudah sempat vakum. Thanks referensi dari bukunya!’, ‘Sudah baca bukunya.. Awesome!!! Inspiratif banget..! Thanks untuk share-nya!’, ‘Setelah baca buku Intan, saya jadi kepikiran untuk lebih berhemat dan investasi beli rumah..’ dan masih banyak lagi. Waduh, beneran saya nggak nyangka kalau buku saya yang berisi kumpulan tulisan di blog –yang awalnya saya buat sekadar untuk pengingat di masa tua nanti sehingga isinya lebih mirip curhat emak-emak yang lagi belajar bikin usaha sendiri- ternyata mampu menginspirasi banyak orang. Lagi-lagi, buat saya itu luar biasa..


Dan belakangan ini rasanya makin banyak kejadian luar biasa yang saya alami. Tiba-tiba sebagian orang merasa perlu meminta tanda tangan saya, foto bareng saya, mewawancarai saya untuk dimuat di media, menawarkan talkshow di radio, mengundang saya menjadi nara sumber, dan hal-hal baru lainnya yang bahkan nggak pernah saya bayangkan sebelumnya. Yang lebih membuat hati saya meleleh, beberapa teman dari komunitas gitaris di Bandung berinisiatif membuatkan acara untuk launching buku saya. Ada 3 komunitas gitaris yang terlibat; Indonesian Guitar Community (IGC), Pasundan Guitar Community (PGC), dan Guitartaintment serta komunitas bass Castavaria dan pemain-pemain perkusi. Merekalah yang sibuk menyiapkan tempat, mengurus perijinan, sewa sound system dan lighting, mengatur talent-talent yang akan tampil memeriahkan acara dan lain-lain.

Saat saya menyebarluaskan informasi ini di bbm, berbagai dukungan bertubi-tubi datang dari teman-teman gitaris. Secara spontan mereka menawarkan untuk tampil di acara saya dan dalam waktu nggak lebih dari setengah jam terkumpulah nama Agung ‘Burgerkill’, John Paul Ivan, Azis ‘Jamrud’, Pupun ‘RoR’, Bengbeng ‘Pas Band’, Adhit ‘Jimmu’, Firman Alhakim, dan Ezra Simanjuntak. Mereka bersemangat untuk meramaikan acara launching buku saya, meskipun tahu acara ini sama sekali belum ada sponsornya.. Buat saya, semua itu betul-betul luar biasa!

foto bareng pembaca GitarPlus di GFF Medan

talkshow di radio Trijaya FM Medan ditemani Jubing Kristianto dan Andy Owen


Belakangan, launching buku yang kemudian saya beri tema ‘Bandung Lautan Gitar’ ini ternyata menarik perhatian beberapa pihak untuk men-support acara dengan berbagai cara. Sampai saat catatan ini saya buat, sebuah perusahaan rokok dan beberapa distributor alat musik menyatakan kesediaan untuk menyiapkan materi promosi dan publikasi serta ‘patungan’ menanggung biaya produksi acara. Nggak ketinggalan, teman-teman dari media cetak maupun elektronik di Bandung juga bersedia mendukung dengan ikut mempublikasikan acara, baik sebelum maupun sesudah acara berlangsung. Aduuuuh, siapa sih saya ini kok orang-orang di sekeliling saya begitu baik dan perhatian banget sama saya? Rasanya nggak ada kata yang cukup untuk mengungkapkan betapa berartinya semua yang sudah teman-teman lakukan buat saya.. *speechless sampai mau nangis*

desain poster acara launching buku saya

Buat teman-teman yang tinggal di wilayah Bandung dan sekitarnya, atau yang pada tanggal 18 Juni 2011 nanti kebetulan lagi ada di Bandung, saya mengundang kalian untuk datang ke launching buku saya yang pastinya akan menjadi launching buku yang berbeda dari yang pernah ada sebelumnya. Bukunya bukan tentang gitar, tapi diramaikan oleh penampilan dan kehadiran banyak gitaris dari berbagai aliran dan kalangan. Acara yang akan digelar di Planet Dago, Bandung mulai pukul 13.00 – 22.00 WIB ini sebenarnya lebih merupakan acara silaturahmi para gitaris karena launching bukunya sendiri hanya akan memakan waktu setengah jam, yaitu sekitar pukul 4 sore. Acaranya gratis dan kalau beli buku ‘Bermain Dengan Uang’ selama acara akan mendapat diskon spesial sekaligus kesempatan untuk memenangkan doorprize berupa alat musik yang harganya pasti jauh lebih mahal daripada harga buku saya.

Setelah ini, apa lagi yang bakal saya alami? Saya nggak tahu dan nggak pernah berharap macam-macam. Saya hanya menjalani saja hidup saya serta menikmati setiap proses yang harus saya lalui.. Dan selalu mensyukurinya, tentu saja. 

Sabtu, 30 April 2011

KENAPA SAYA MEMBUAT GUITAR FOR FUN?

Ide saya menyelenggarakan Guitar For Fun sederhana saja, saya ingin merangkul gitaris-gitaris di Indonesia dalam satu acara, dimana mereka bisa berkumpul mempererat tali silaturahmi, berbagi wawasan dan pengalaman seputar dunia gitar, serta saling mensupport dan menunjukkan eksistensi dengan harapan sesudahnya jadi terpacu untuk berkarya lebih dan lebih baik lagi. Saya menamai acara ini Pesta Gitaris 'Guitar For Fun' karena awalnya memang saya rancang untuk para gitaris. Tapi pada kenyataannya banyak musisi yang bukan gitaris ikut dan orang awam datang untuk mendukung dan meramaikan acara ini. Nggak apa-apa, kehadiran mereka justru membuat pesta jadi lebih meriah.

Sama seperti waktu membuat GitarPlus sebagai majalah gitar pertama -dan saat ini masih satu-satunya- di Indonesia, ide saya menggelar Guitar For Fun (GFF) awalnya juga nggak langsung mendapat respon dari berbagai pihak yang saya harapkan dapat mensupport acara ini. Tapi saya sadar, memang beginilah resikonya membuat sesuatu yang berbeda, yang belum pernah ada sebelumnya. Apalagi saya sebagai penggagas acara bukan siapa-siapa di dunia musik. Perlu upaya ekstra untuk membuat orang-orang yakin dan percaya kalau apa yang saya lakukan tujuannya baik dan bukan semata-mata mengejar keuntungan materi. Di balik ide membuat Majalah GitarPlus dan GFF, sebetulnya saya menyimpan sebuah impian. Saya ingin memajukan dunia gitar Indonesia. Saya ingin gitaris dari berbagai daerah saling terhubung dan memiliki keterikatan melalui majalah dan acara-acara yang saya buat.

Guitar For Fun pertama saya selenggarakan di Jakarta tahun 2007 dengan bintang tamu Cella 'Kotak', Adrian Adioetomo, Pupun RoR (dulu Kapten), Prisa Adinda, dan Andy Owen. Waktu itu baru beberapa teman dari distributor alat musik yang bersedia mensupport acara dengan menanggung honor sebagian gitaris yang menjadi bintang tamu. Biaya lain seperti sewa tempat, perijinan, honor bintang tamu yang lain, publikasi, promosi, konsumsi, dan sebagainya harus saya tanggulangi sendiri. Tapi saya senang-senang saja, apalagi acara berjalan lancar dan meriah meskipun masih jauh dari konsep yang saya bayangkan sebelumnya. Ya, maklumlah baru pertama. Saya masih meraba-raba, masih berusaha mencari bentuknya.


Tahun 2008 saya kembali menggelar Guita For Fun kedua di Bandung, dengan bintang tamu Eet Sjahranie, Coki 'Netral', Agung 'Burgerkill', Budi 'Time Bomb Bluess', Syarif 'Aksara', Iwan 'Wong' dan Andy Owen. Lagi-lagi saya harus nombok untuk biaya acara. Apalagi, seperti halnya GFF pertama, acara kedua ini pun saya buat tanpa ada tiket masuk bagi penonton alias gratis. Kenapa saya buat gratis? Soalnya selama ini distributor alat musik juga selalu menggelar acara klinik gitar gratis, bahkan waktu mendatangkan bintang tamu gitaris top dunia seperti Paul Gilbert, Herman Lee 'Dragon Force', Kiko 'Angra', dan lain-lain. Dan meskipun GFF bukan klinik untuk demo produk, karena ini adalah konsep acara yang baru, banyak orang yang sebelum datang ke acara ini masih berpikir GFF sama dengan klinik yang diadakan distributor alat musik.

Terus-terusan nombok, apakah lalu saya jadi kapok? Nggak sama sekali! Saya justru langsung merencanakan GFF ketiga. Tahun 2009 saya bikin lagi GFF di Yogyakarta dengan bintang tamu Bengbeng PAS Band, Adhit Jimmu (dulunya Element), I Wayan Balawan, Jubing Kristianto dan Andy Owen. Tempat penyelenggaraan acara semakin jauh, biaya yang dibutuhkan juga semakin besar. Maka saya terpaksa melakukan sedikit perubahan konsep acara. Kalau tadinya penonton boleh masuk secara gratis, mulai GFF di Yogyakarta ini saya mulai menjual tiket masuk. Bukan untuk mencari keuntungan, tapi dengan membuat acara ini berbayar sebetulnya saya ingin menggalang solidaritas.

Dari awal, GFF saya rancang sebagai acara dari gitaris untuk gitaris. Saya mempertemukan berbagai kepentingan di sini. Distributor alat musik perlu mempromosikan produknya, toko alat musik perlu mendekatkan diri dengan konsumennya, gitaris senior perlu menunjukkan eksistensinya, gitaris junior perlu memperluas wawasan dan jaringan, penonton perlu mendapat acara yang tidak sekadar menghibur tapi sekaligus mengedukasi, dan nggak bisa dipungkiri, GitarPlus juga perlu menguatkan image-nya. Semua diuntungkan dengan adanya acara ini. Jadi, saya rasa wajar kalau semua pihak yang terlibat harus mengorbankan sesuatu demi terselenggaranya acara. Kebetulan saya punya sedikit kemampuan mengorganisir, maka saya menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengurus segala persiapan acara. Dan juga dana, tentu saja.


Di detik terakhir menjelang acara GFF 2009 itu, ada sebuah perusahaan rokok yang bersedia mensponsori dalam bentuk dana tunai, namun jumlahnya hanya cukup untuk membayar sebagian sewa venue. Tapi saya menerimanya dengan senang hati. Yang lebih menggembirakan, upaya saya menggalang solidaritas ternyata langsung mendapat respon positif dari gitaris-gitaris Yogya. Ada yang memberi fasilitas bagi panitia dan pendukung acara berupa penginapan gratis di hotel milik keluarganya. Yang lain membantu mencarikan venue untuk penyelenggaraan acara. Ada juga yang mengusahakan amplifier dan keperluan panggung lain yang dibutuhkan pengisi acara, membantu menyebarkan brosur dan mempublikasikan acara, menjualkan tiket, mengatur penjemputan bintang tamu di bandara, dan menyumbang hadiah untuk doorprize.

Saya terharu dengan semua bentuk dukungan itu. Apalagi ketika kemudian acara berjalan lancar, meriah dan ramai dipadati penonton yang rela membayar tiket masuk. Di GFF 2009 itu saya memang masih harus mengeluarkan biaya dan pontang-panting mengurus acara, tapi sudah nggak seberat di penyelenggaraan sebelum-sebelumnya karena sudah semakin banyak yang mendukung perjuangan saya. Kenyataan ini membuat saya lebih berani dan yakin untuk mengadakan acara serupa di kota-kota lain. Lagi dan lagi. Sambil terus menyempurnakan konsep dan kemasan acaranya. Sampai saat ini, saya sudah 5 kali menggelar GFF, dua yang terakhir di Yogya (lagi) dan Bali. Dalam waktu dekat, saya kembali akan menggelar Guitar For Fun di Medan dan Makassar.

Selama proses penyelenggaraan GFF, saya banyak menghadapi tantangan, sering menerima penolakan, sesekali kelelahan, dan pernah juga merasa gagal. Tapi saya nggak menyerah dan melangkah terus ke depan. Kenapa? Karena saya menikmati apa yang saya lakukan. Dan karena saya tahu, semakin lama semakin banyak teman, khususnya gitaris dan penggemar gitar, yang dengan caranya sendiri memberikan dukungan untuk saya.

Saya bukan gitaris, main gitar pun saya nggak bisa. Saya cuma peduli. Saat ini -dengan segala keterbatasan saya- saya masih ingin berbuat banyak untuk dunia gitar dan gitaris. Karena itu saya menuliskan catatan ini dengan satu harapan, semoga semakin banyak pihak yang ikut peduli dan bersedia menemani saya dalam perjalanan ini. Setidaknya agar saya tahu, saya tidak berjuang sendirian..