Rabu, 17 Agustus 2011

STRATEGI GILA AGAR ACARA LANCAR JAYA

Tulisan ini adalah sambungan dari tulisan sebelumnya, Cerita Konser Jubing Kristianto di Medan. Karena kepanjangan, saya bikin jadi dua tulisan biar kayak sinetron. :p

Karena di konser Jubing ini saya sama sekali nggak dapat sponsor dana, maka untuk persiapan acaranya pun saya memakai pendekatan yang berbeda. Waktu menyebarluaskan informasi tentang acara ‘Guitar For Fun’ ke toko-toko dan sekolah musik di Medan, saya sambil sounding sekalian kalau saya juga akan bikin acara lain dalam waktu berdekatan. Berhubung persiapan acaranya mepet banget, saya tentu nggak bisa berharap banyak mereka akan mau memberi support dalam bentuk dana. Tapi bukan berarti nggak bisa diajak kerja sama dalam bentuk lain kan?

Buktinya ada juga tuh beberapa toko dan sekolah musik yang bersedia diajak kerja sama untuk penyelenggaraan acara ini. Ada yang men-support sound system, menjadi tiket box, membantu menyebarluaskan informasi dan lain-lain. Nah, kunci utama keberhasilan acara ini terletak pada kerja sama saya dengan sekolah-sekolah musik. Kok bisa?

Iya dong, untuk konser ini saya melibatkan siswa-siswa berbagai sekolah musik dan kampus jurusan musik di Medan untuk tampil satu panggung bersama Mas Jubing, di antaranya Farabi, Purwacaraka, Medan Musik, Vivo Musik, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas HKBP Nommensen, Fakultas Seni Musik Unimed, SMM Negeri Medan, dan lain-lain. Satu per satu saya kunjungi sekolah dan kampus musik tersebut untuk menawarkan kerja sama. Ada yang langsung menyambut baik tawaran saya, tapi ada juga yang ogah-ogahan, memasang tampang judes, bahkan ada juga yang bahkan ketemu saya pun nggak mau. Ya udah, nggak apa-apa, saya ngajak kerja sama yang mau doang kok. Untung saya udah biasa ditolak dan nggak gampang sakit hati dijudesin orang. Jadi ya cuek dan hajar bleh teruuuss! :-D

Ada beberapa kejadian lucu waktu saya menelepon salah satu sekolah musin untuk saya ajak bekerja sama menyukseskan acara ini.

"Saya mau bikin konser gitar klasik di Medan dan mau menawarkan siswa di sekolah musik ini untuk tampil sepanggung dengan Mas Jubing di acara itu," ujar saya baik-baik.

Eh, malah dijawab dengan ketus, "Maaf, saya lagi sibuk! Coba kalau mau minta sumbangan proposalnya diajukan dulu."

"Saya bukan mau minta sumbangan, saya justru menawarkan peluang. Saya kasih kesempatan siswa di sekolah ini untuk tampil sepanggung dengan salah satu maestro gitar klasik Indonesia dan saya sudah siapkan semuanya. Venue, panggung, lighting, sound system, publiasi, artis.. semuanya gratis! Siswa sekolah ini tinggal datang, main, dan pulangnya saya kasih sertifikat yang menyatakan kalau siswa tersebut sudah pernah tampil sepanggung dengan Mas Jubing. Kapan lagi mereka punya kesempatan seperti ini? Acaranya diliput media nasional lagi!" balas saya tegas. Enak aja saya dikira minta sumbangan! :p

Belakangan, orang dari sekolah musik itu berubah jadi ramah dan baik sekali sama saya, dan nggak putus-putus mengucapkan terima kasih karena saya sudah bersedia melibatkan siswa-siswanya.

Ada lagi guru sekolah musik yang awalnya ogah-ogahan menanggapi tawaran saya. "Tempat kursus kami sudah sering bikin konser siswa sendiri, Bu," tolaknya dengan tampang judes.

"Ok, sekolah musik ini mungkin bisa setiap minggu bikin konser siswa sendiri. Tapi yang mendatangkan bintang tamu Jubing Kristianto dan acaranya diliput di majalah nasional? Kesempatan seperti ini belum tentu datang setahun sekali. Sekolah musik lain berebutan ingin memanfaatkan kesempatan ini, masa sekolah musik ini justru melewatkannya? Tapi terserah Anda sih, saya nggak maksa. Permisi ya, saya masih banyak urusan." Lalu saya tinggalin guru yang masih bengong-bengong kaget karena saya galakin. Emang situ doang yang bisa judes hahahaa.. Nggak disangka, sorenya beliau menelpon saya dan menyatakan kesediaan untuk mengirim siswanya tampil di acara saya.

"Saya harus bayar berapa untuk setiap siswa yang ikut tampil?" tanyanya.

"Gratis! Kan tadi saya udah bilang, saya nggak minta dana sepeser pun dari sekolah maupun siswa yang tampil.." sahut saya sabar. Hmmm.. kadang-kadang orang memang harus dibantu untuk mengubah cara pandangnya biar bisa melihat sesuatu dari sisi yang berbeda. Ini jelas bikin pekerjaan saya tambah banyak; bukan sekadar menawarkan kerja sama dan menyiapkan acara, tapi sekaligus 'mencuci otak' orang yang akan saya ajak bekerja sama agar bisa lebih jernih melihat niat baik saya hahahahaa..


Nah, kalau yang tampil gratis, dari mana saya dapat dana untuk sewa venue, lighting, honor artis dan lain-lain? Dari tiket yang saya jual ke penonton dong! Memangnya kalau anaknya (yang siswa di salah satu sekolah musik yang saya ajak bekerja sama) tampil di panggung, orang tuanya bakal cuek-cuek aja? Pasti papa-mama-kakak-adek-kakek-nenek-oom dan tante rame-rame pengen nonton semua. Yang main gratis, yang nonton bayar, fair kan? :p

Di acara ini saya berhasil mengumpulkan 45 orang siswa dari berbagai sekolah musik dan kampus jurusan musik di Medan untuk ikut tampil satu panggung bersama Mas Jubing. Nah, tinggal dihitung saja tuh berapa banyak keluarga atau teman yang pengen ikut menyaksikan mereka tampil.

Di sini lagi-lagi saya mengalami kejadian ajaib yang belum pernah saya alami di acara-acara yang lain. Kalau di acara Guitar For Fun, jual tiket harga Rp 30.000 aja susah, di konser Mas Jubing ini lain lagi ceritanya. Saya bahkan sudah berhasil menjual 100 lembar tiket –sebagian besar tiket kelas termahal- sebelum poster acaranya dibuat! Kok bisa? Ya, bisalah. Begitu dapat nama siswa sekolah musik yang akan tampil, langsung saya –dibantu pihak sekolah musik yang bersangkutan- konfirmasi ke keluarganya berapa orang yang mau beli tiket untuk nonton. Rata-rata anak yang ikut kursus musik berasal dari keluarga mampu, jadi biasanya mereka dengan senang hati akan menonton dan kalau bisa duduk di kursi paling depan, nggak perduli berapa pun harga tiketnya. Beda pasar memang harus beda cara menanganinya kan? Hehehe..


Konser gitar klasik yang pertama kali saya selenggarakan ini akhirnya menjadi konser gotong royong. Kenapa saya sebut begitu? Soalnya biaya acara akhirnya ditanggung rame-rame oleh berbagai pihak. Untuk tiket pesawat Mas Jubing Jakarta-Medan pp, saya mendapat support dari IMC Records selaku perusahaan rekaman yang merilis album solo gitar Mas Jubing dari album pertama sampai yang keempat. Akomodasi Mas Jubing disupport oleh Farabi Music School Medan, sound system disupport oleh Tango dan Brothers Musik Medan, publikasi dibantu oleh Dunia Musik dan radio Trijaya FM, dan sisa biaya saya tutup dari penjualan tiket yang saya jual dalam tiga kelas; Rp 30.000, Rp 50.000 dan Rp 100.000. Lumayan lho, penonton yang memadati Royall Room Hotel Danau Toba malam itu mencapai 300 orang, termasuk siswa-siswi yang ikut tampil satu panggung dengan Mas Jubing. Nggak kalah rame dari acara ‘Guitar For Fun’ Medan yang saya persiapkan jauh-jauh hari sebelumnya!

Konser gitar klasik ini saya buat nyaris tanpa media publikasi. Untuk menghemat biaya, saya cuma bikin poster dan flyer sekadarnya yang saya sebar ke sekolah-sekolah musik, kampus-kampus, serta beberapa SMP SMA swasta di Medan. Selebihnya, saya gencar berpromosi lewat internet dan langsung gerilya ke pasar penonton yang tepat; sekolah-sekolah dan kampus-kampus jurusan musik. Bikin acara kan juga harus pakai strategi. Dan dengan pendekatan yang berbeda, acara yang persiapannya mepet banget serta cuma dikerjakan oleh dua orang ternyata bisa terselenggara dengan sukses dan lancar jaya. Hidup nekat! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar