Kamis, 22 April 2010

NGGAK MAU MAIN HATI

Kalo lagi bermain-main dengan uang, saya berusaha banget untuk nggak main hati. Maksudnya, apa pun yang terjadi dengan uang saya, sebisa mungkin nggak saya masukkin ke dalam hati, nggak terlalu saya pikirin. Dari awal saya menanamkan kesadaran pada diri sendiri bahwa uang datang dan pergi nggak sepenuhnya bisa saya kendalikan. Ada faktor lain di luar kuasa saya yang ikut mempengaruhi perputaran uang, dan tugas saya cuma menikmati permainan.

Dengan kesadaran itu, bermain dengan uang jadi menyenangkan buat saya. Saya nggak pernah ragu mengambil langkah sepanjang itu berpeluang menjadikan uang saya berkembang. Saya nggak punya keterikatan emosi dengan uang atau harta saya dalam bentuk yang lain seperti rumah atau mobil, sehingga saya lebih ringan membuatnya berputar. Waktu akan membelinya, lalu kemudian harus melepasnya, saya berusaha nggak melibatkan perasaan. Niatnya mau mengembangkan uang, ya bener-bener cuma mikirin untung doang hehehe…

Tahun 2007, misalnya. Waktu itu, komplek perumahan tempat saya tinggal menggelar program ‘Great Sale’ (jual kavling-kavling sisa dengan diskon gede). Saya langsung blingsatan di kantor pemasaran nyari-nyari kavling diskon yang luas dan posisinya cukup oke. Ketemulah sebuah kavling seluas 262 m2. Harga pasaran tanah di komplek saya waktu itu Rp 1,8 juta per meter. Setelah diskon 35%, jadi tinggal 1,3 jutaan per meter setelah ditambah PPN. Total harganya kurang lebih Rp 337 jutaan.
Yang jadi masalah, beli kavling nggak bisa pakai fasilitas KPR.

Sama marketing perumahan itu saya dikasih keringanan mencicil kavling idaman tersebut selama 3 bulan saja. Walah, saya langsung susah tidur mikirin gimana caranya punya uang Rp 112 juta-an sebulan selama 3 bulan. Setelah bertapa di bukit kapur *halah!*, akhirnya saya nekat menjual mobil Kijang kapsul saya (padahal itu mobil pertama yang punya nilai sejarah luar biasa buat saya sekeluarga), menggadaikan rumah yang saya tempati ke bank, dan sisanya ngorek-ngorek tabungan sampe licin.. Saya sama sekali nggak menyesal harus melepas mobil kijang dan menggadaikan rumah karena awal tahun ini harga pasaran kavling saya sudah meroket jadi Rp 2,3 juta per meter! (NJOP-nya Rp 2,1 juta per meter). Mau iseng-iseng langsung saya jual lagi pun saya udah untung Rp 265 jutaan, cukup buat beli mobil baru atau melunasi hutang KPR rumah yang saya gadaikan untuk membeli kavling ini. Coba waktu itu saya sayang-sayang ngelepas si kijang, pasti sekarang saya ngiler tiap kali ngelewatin kavling idaman itu.. :-D

Nggak terlalu main hati sama uang juga berguna banget lho buat pengusaha seperti saya. Namanya orang usaha kan pasti mengalami pasang surut. Nggak sekali dua kali saya rugi puluhan, bahkan ratusan juta rupiah atau sebaliknya, meraup untung besar-besaran. Saya selalu berusaha untuk nggak sedih atau justru gembira berlebihan saat mengalaminya. Biasa-biasa saja..

Uang lepas dari genggaman, ya sudah direlakan... Punya uang banyak pun setiap saat bisa aja hilang. Saya sudah sangat berhati-hati menjaga dan menggunakannya, tetep aja kok uang bisa lenyap dari genggaman kalau kita memang lagi apes. Dirampok, ditipu, kena bencana alam, disimpan di bank ternyata bank-nya bermasalah, dibelikan saham ternyata nilainya anjlok, diputar untuk mengembangkan usaha ternyata merugi… dan banyak lagi hal lain yang bisa bikin kita kehilangan uang. Kalau saya punya keterikatan emosi sama uang, bisa-bisa saya udah gila dari dulu-dulu. Atau sebaliknya, mungkin saya malah nggak bakalan pernah berani bermain-main dengan uang kalau belum apa-apa bawaannya sudah takut kehilangan duluan. Iya nggak? :-)

1 komentar:

  1. Listianto (list.irawan@yahoo.co.uk)18 Mei 2011 pukul 08.37

    Salam kenal Mbak Intan.
    Saya baru aja selesai baca buku Mbak "Bermain Dengan Uang" langsung dari awal sampai akhir tanpa putus, ini rekor Mbak, biasanya baca bentar langsung ngantuk. Buku ini sangat inspiratif, sangat membumi, dan bagaimana proses belajar berbisnis dari awal. Ini mirip seperti saya Mbak, sudah hampir 2 tahun ini juga memulai berwiraswasta, dan masih terus berjuang. Saya tunggu buku-buku Mbak selanjutnya.

    BalasHapus