Minggu, 23 Mei 2010

JUALAN BERMODAL BROSUR

Memenuhi kebutuhan pasar, alat musik yang di-display di toko saya sudah semakin banyak dan lengkap. Belum lagi yang di gudang. Rumah kontrakan yang saya jadikan toko dan baru ditempati 6 bulanan ini langsung penuh sesak dalam sekejap (nggak sekejap juga sih, emangnya sulapan? :p). Tapi itu pun ternyata belum cukup memenuhi permintaan pelanggan karena belakangan saya baru sadar, produk alat musik itu jenis dan merknya sangat beragam. Sebetulnya saya tahu banget cara membuat toko alat musik yang lengkap dan banyak variasi barangnya. Asak kita siap modal uang dalam jumlah besar itu gampang diatasi, Masalahnya dana saya cekak, cuma semangatnya aja yang luar biasa besar hehe..

Soalnya buka toko alat musik ternyata banyak ‘godaannya’. Awalnya saya cuma jualan gitar, bass, ampli, drum dan aksesoriesnya. Tapi pembeli yang datang ke toko suka tanya yang lain-lain. Misalnya, “Ada mixer 32 channel nggak?” Padahal toko saya punya persediaannya yang 12 dan 16 channel. Begitu saya stock mixer yang 32 channel, datang pelanggan lain yang cari mixer 24 channel.. tapi merk A. Sementara saya punya merk-nya C doang.. Walaaah.. ^_^

Sebagai pedagang yang baik dan benar, saya tentunya nggak pengen mengecewakan pelanggan. Setiap ada yang nanya barang tertentu yang belum ada di toko, saya segera cari informasi tentang barang tersebut di internet atau langsung ke distributornya, lalu buru-buru menyediakannya di toko. Tapi kalau diikutin terus, upaya melengkapi barang dagangan di toko ternyata nggak tamat-tamat. Apalagi belakangan toko saya mulai dikunjungi orang-orang yang berbelanja perangkat sound system. Modal buat belanja gitar atau ampli biar kelihatan ada stock di toko mungkin cukup Rp 10-20 jutaan. Lah, kalau sound system? Sudah merogoh kantong Rp 100 juta juga masih kurang. Kalau langsung ada yang beli sih lumayan. Tapi kalau nggak laku-laku dan barang itu nangkring di toko berbulan-bulan? Ya, duit segitu terpaksa mandek, nggak bisa diputar.

Kalau ingin toko berkembang, saya memang harus bisa memenuhi kebutuhan pelanggan dan menjadi toko alat musik yang bisa diandalkan. Pelanggan bisa ilfil duluan dong kalau setiap kali datang untuk cari alat musik, ternyata di toko saya nggak ada dan saya nggak bisa menyediakan? Jadi, memang perlu modal untuk melengkapi barang dagangan di toko, kecuali saya cukup senang dengan kondisi toko yang segitu-segitu aja. Kebetulan saya bukan orang yang cepat puas dalam hal bermain uang. Kalau ada kesempatan untuk membuat uang saya berkembang menjadi lebih banyak lagi, saya pasti tergoda untuk mengusahakannya.. Terlanjur basah, ya udah nyebur sekalian. Dalam hal ini saya harus mengakui, syair lagu dangdut pun kadang-kadang inspiratif.. ^_^

Seperti yang sudah saya tulis di awal, nggak ada masalah kalau saya adalah pengusaha kaya dengan modal besar. Usaha perlu dikembangkan, tinggal mengucurkan dana untuk tambahan modal. Apalagi saya dan suami melihat prospek usaha ini cukup bagus. Sayang kan kalau nggak dikembangkan secara maksimal? Tapi berhubung uang yang saya punya pas-pasan, saya harus pintar-pintar mengatur strategi –dan uang tentu saja- agar tujuan saya punya toko yang lengkap tercapai dengan modal seminimal mungkin. Kayaknya saya memang akrab banget nih dengan situasi kayak gini; keinginan besar, tapi kemampuan keuangan pas-pasan hehe.. Dan dalam situasi seperti ini, saya sungguh terselamatkan oleh kalimat andalan tentang uang yang konsisten saya terapkan, ‘yang penting bukan berapa banyaknya tapi bagaimana mengelolanya’.. :-D

Saya lalu ganti taktik; nggak lagi stock segala macam barang untuk melengkapi toko, tapi jadi lebih rajin mengumpulkan brosur-brosur alat musik yang biasanya disediakan oleh distributor. Suami juga lebih rajin cari informasi sebanyak-banyaknya tentang produk yang banyak diminati orang dan curi-curi ilmu dari teman-teman distributor alat musik. Inilah untungnya kalau kita selalu menjaga hubungan baik dengan banyak pihak. Begitu buka alat musik, saya merasa terbantu banget karena teman-teman dari distributor berbagai alat musik tersebut men-support saya dan suami dalam banyak hal dan nggak pelit bagi-bagi ilmu.

Nah, kalau ada pembeli datang menanyakan alat musik yang kebetulan nggak tersedia di toko, langsung saja saya dan suami bagi tugas. Sementara suami menyodorkan brosur atau foto dan spec barang yang biasanya ada di internet, saya blingsatan menelpon ke distributornya untuk menanyakan kesediaan barang sekaligus mengecek harga (kadang sedang ada promo turun harga atau sebaliknya kenaikan harga untuk produk tertentu). Kalau pembeli sepakat dengan harga yang kami tawarkan dan barang di distributor ready, karyawan toko langsung berangkat mengambil barang tersebut (kalau distributornya ada di sekitar Jakarta). Tapi kalau distributornya di luar Jakarta? Saya jelaskan ke pembeli bahwa barang baru datang besok, dan kalau memang serius membeli, saya minta si pembeli meninggalkan sejumlah uang sebagai tanda jadi.

Ternyata cara itu cukup efektif. Saya nggak perlu modal uang ratusan juta untuk melengkapi toko, tapi pelanggan puas karena setiap kali datang mencari alat musik tertentu saya bisa memenuhi meskipun barangnya nggak selalu ready di toko. Bisa dibilang, pelanggan cari alat musik apa aja saya punya deh! (Kecuali stock barang di distributor memang lagi kosong). Terbukti kan, uang bukan satu-satunya modal penting dalam mengelola usaha? Relasi dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan usaha kita juga merupakan modal yang nggak bisa diabaikan. Dan benda yang kelihatannya sepele seperti brosur, ternyata justru bisa tampil sebagai penyelamat. ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar