Selasa, 25 Mei 2010

JADI BISANYA APA?

Seorang klien bertanya pada saya dengan nada yakin, “Punya 4 majalah musik, dan toko alat musik pasti Bu Intan jago main musik ya?”

“Nggak juga…” jawab saya kalem.

“Ya, paling nggak main gitar pasti bisa dong?”

“Wah, nggak tuh. Saya dan suami sama sekali nggak bisa main musik.”

“Oh, kalau gitu pasti ngerti banget soal musik ya? Bu Intan kan yang bikin-bikin artikel di majalah?”

“Jangan nuduh gitu dong, Pak. Masing-masing majalah saya ada penanggung jawab redaksinya dan saya nggak ikut-ikutan nulis karena saya nggak ngerti-ngerti banget tentang musik dan alat musik..”

“Lho, nggak bisa main musik dan nggak ngerti musik kok punya majalah musik?”

“Emang nggak boleh ya?”

“Boleh sih.. cuma aneh aja… Atau mungkin Bu Intan generasi kedua usaha ini ya? Hmm…maksudnya gini, dulunya orang tua Bu Intan atau Pak Eka usaha majalah dan toko musik, terus Bu Intan yang melanjutkan?”

“Nggak, Pak.. Saya dan suami merintis dari awal usaha ini. Kami yang memulainya dari nol, dari belum ada bentuknya…”

“Oh… “ Si bapak menatap saya dengan tatapan yang sulit saya tangkap maknanya. Mungkin dia lagi terheran-heran dan dalam hati bertanya-tanya, “Jadi Bu Intan bisanya apa?”

Sejujurnya, nggak sekali dua kali pertanyaan seperti ini mampir ke telinga saya. Sejauh ini sih saya selalu berusaha menjawab dengan sabar dan bijaksana (cuih! :-p). Tapi saat saya mencoba menjawab sejujur-jujurnya, nggak sedikit teman yang lalu geleng-geleng kepala antara heran, nggak percaya dan pengen nimpuk.. ^_^

Sejak awal menggeluti usaha majalah dan toko alat musik, saya memang nggak bisa main musik, nggak punya pengetahuan yang sangat luas tentang musik, dan nggak jago menulis artikel-artikel musik. Saya juga bukan ahli manajemen, nggak pernah kursus keuangan, dan belum sekalipun mengikuti pelatihan dasar-dasar kepemimpinan. Bahkan modal uang dalam jumlah besar pun saya nggak ada. Saya cuma punya keberanian untuk mewujudkan mimpi, kemauan untuk selalu belajar, kejelian menangkap peluang, serta sedikit keberuntungan.

Nggak heran, kalau karir saya sebagai pengusaha yang bergelut di bidang musik diwarnai beberapa ‘insiden’ yang mungkin buat orang lain memalukan. Saat melayani pelanggan di toko musik, misalnya, saya sebagai penjual seringkali kalah pinter sama pembeli. Si pembeli sudah tahu bentuk alat musik yang dicarinya, fitur-fiturnya, keunggulannya serta cara memakainya, saya kadang ngeliat barangnya aja belum pernah, cuma tahu harganya (karena pegang price list dari distributor). Begitu ada yang nanya alat musik tertentu yang bentuknya pun belum pernah saya lihat, Oom Google-lah andalan saya. Dari Oom Google saya tahu seperti apa alat musik yang dimaksud pelanggan, lengkap dengan spec dan harganya, tapi tetep aja nggak tahu cara memakainya. Sampai-sampai teman-teman distributor alat musik suka ngeledek, “Jualan kok nggak tahu barang tapi tahu harga...” Tapi anehnya, “Kok bisa laku juga ya?” komentar mereka.. Hehe.. *Belakangan saya malah jadi akrab sama pelanggan itu dan banyak belajar tentang alat musik dari dia*

Seorang teman saya, dia adalah gitaris band rock ternama, sempat merasa amat sangat ‘tertipu’. Gara-garanya, di awal-awal kami berkenalan dulu dia mengaku hati-hati banget ngobrol soal gitar dengan saya dan suami.

“Takut salah ngomong. Ngobrol sama yang punya majalah musik, pasti pengetahuan tentang musik dan gitarnya luas banget,” ujarnya.

Setelah kami kenal lebih lama, barulah saya ketahuan ‘belangnya’. Ternyata orang yang selama ini dianggapnya sakti mandraguna dalam hal pergitaran sama sekali nggak bisa main alat musik dan pengetahuan musiknya pun pas-pasan. Langsung deh dia merasa kena tipu.. ^_^

Saat memutuskan untuk menekuni suatu usaha kita memang HARUS PAHAM bidang yang akan kita geluti, tapi NGGAK HARUS BISA mengerjakan semua pekerjaan sendiri. Banyak orang yang nggak terlalu jago masak tapi bisa buka restoran. Dan nggak sedikit yang sama sekali nggak bisa menjahit tapi sukses mengelola usaha konveksi atau buka toko pakaian.

Orang yang ahli di satu bidang bukan jaminan pasti mampu menjalankan usaha. Seorang koki, misalnya, mungkin jago banget bikin aneka masakan tapi belum tentu berani dan mampu bikin restoran sendiri. Sementara orang yang nggak begitu pintar masak bisa jadi malah sukses buka restoran karena memahami betul seluk beluk usaha tersebut secara detil. Satu hal yang saya pahami belakangan, seorang pengusaha dituntut untuk mampu melihat setiap permasalahan di usaha yang digelutinya dari semua sisi, secara menyeluruh. Seorang pengusaha harus punya kemampuan untuk mengelola, memimpin, mengatur strategi, dan mengambil keputusan, bukan sekadar mampu melakukan sendiri semua pekerjaan di tempat usahanya.

Barangkali banyak pengusaha lain yang selain memahami seluk beluk usahanya secara detil dan punya kemampuan mengelola usaha yang baik, juga mampu mengerjakan semua jenis pekerjaan di usaha yang digelutinya, meskipun akhirnya bukan dia sendiri yang kemudian melakukannya. Tapi dengan keterbatasan kemampuan yang saya miliki, saya harus mengakui kalau saya bukan termasuk salah satu di antara mereka. Apakah saya malu dan jadi minder dengan keterbatasan saya? Nggak juga tuh. Saya mungkin nggak bisa menulis artikel musik yang cihuy, tapi saya paham proses produksi dan distribusi majalah serta cara menjalankan usaha ini secara keseluruhan, bukan hanya per bagian saja. Yang lebih penting saya mampu menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat serta mengelola orang-orang tersebut –juga unsur-unsur lain di usaha yang saya tekuni- agar bersama-sama bisa mencapai hasil yang diharapkan.

Jadi, jangan keburu putus asa duluan kalau kita ingin buka usaha di bidang tertentu, tapi nggak punya kemampuan untuk turun tangan langsung menangani semua pekerjaan di kantor. ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar