Masih cerita tentang perjuangan memiliki rumah pertama nih. Jilid duanya gitu lho... :)
Tahun 2002, bunga bank turun. Logikanya bunga KPR saya ikut turun dong… (dan berarti cicilan juga turun). Lama ditunggu, kok bunga KPR saya tetap 20%, padahal bank lain sudah ada yang menawarkan KPR dengan bunga 18%. Waktu saya tanya ke bank tempat saya mengambil fasilitas KPR, jawab CS-nya, “Kalau bunga bank turun, bunga KPR nggak langsung ikut turun. Ibu coba saja menulis surat permohonan penurunan bunga KPR, nanti saya sampaikan ke atasan saya.”
Wah, kok enak di mereka, rugi di saya? Giliran bunga naik, seketika itu juga bunga KPR ikutan naik (kecuali yang flat 1 tahun dan belum melewati masa 1 tahunnya). Tapi begitu bunga bank turun, nasabah harus bikin surat permohonan untuk minta bunga KPR diturunkan.
Kebetulan waktu itu ada bank lain sedang promo dengan memberikan bunga KPR 16% untuk flat 1 tahun dan bebas biaya administrasi untuk KPR pindahan dari bank lain. Saya langsung sibuk berhitung untung ruginya, dengan hasil akhir saya memindahkan KPR ke bank tersebut. Memang, ada juga sih biaya yang harus saya keluarkan, tapi nggak banyak. Proses pindahnya juga agak repot, seperti pertama kali mengajukan permohonan KPR. Tapi saya selalu rela kok repot-repot begini, sepanjang itu membuat pengeluaran bulanan saya berkurang… :p
Kelihatannya kurang kerjaan banget. Tapi beneran, saya rajin memantau promo yang ditawarkan berbagai bank. Kalau tawaran di satu bank lebih menguntungkan, saya nggak ragu-ragu pindah KPR atau memanfaatkan fasilitas lain yang ditawarkan (misalnya pinjaman dengan bunga rendah, tapi ini selalu saya gunakan untuk menutupi kebutuhan yang sifatnya produktif). Hasilnya, dengan sistem 'tambal sulam' begitu saya bisa punya 4 majalah, beberapa rumah, tanah, dan beberapa mobil (Ceritanya di tulisan saya berikutnya)
Oh ya, saat itu saya punya tabungan sekitar Rp 10 juta yang lalu saya pakai untuk melunasi sebagian pinjaman. Efeknya luar biasa, dengan jumlah cicilan yang sama, jangka waktu KPR saya jadi lebih cepat sekitar satu tahun lebih (saya lupa berapa pasnya). Hemat banget tuh! Jadi, kalau tadinya saya harus nyicil selama 10 tahun, setelah pindah bank dan dilunasi sebagian, cicilan saya berkurang sekitar setahunan, jadi nggak sampai 9 tahun. Setelah itu, setiap ada rejeki lebih, saya pakai untuk melunasi sebagian hutang biar cicilan rumah cepat lunas.
Tapi kenyataanya, pernah juga rumah yang seharusnya sudah hampir lunas saya 'sekolahin' alias digadaikan lagi ke bank waktu saya butuh tambahan modal untuk mengembangkan usaha (Sabar, nanti saya ceritain di tulisan saya berikutnya ya... :p) Inilah untungnya punya rumah sendiri. Selain bisa langsung ditempati, saat kita butuh dana segar, rumah bisa digadaikan ke bank dengan nilai yang makin naik setiap tahunnya (beda dengan menggadaikan mobil yang tiap tahun malah turun nilainya).
Karena itu, pada saat akan membeli rumah, kita harus jeli memperhitungkan nilai investasinya. Saya sendiri memilih membeli rumah di komplek perumahan yang pengembangnya sudah terkenal reputasinya dan terletak di lingkungan yang masih terus berkembang. Lebih mahal memang dibandingkan rumah-rumah lain di komplek perumahan yang bertetanggaan dengan tempat tinggal saya, tapi peningkatan nilai investasinya juga berbeda. Jadi, selain faktor keamanan dan kenyamanan, hal yang menjadi perhatian saya saat membeli rumah adalah bagaimanakah nilai rumah saya beberapa tahun ke depan? Apakah ada peningkatan harga yang signifikan mengingat setiap tahun nilai uang kita berkejar-kejaran dengan laju inflasi? Belakangan saya juga baru tahu kalau bank ternyata lebih mudah memberikan pinjaman dengan agunan rumah yang jalanan di depannya muat dilewati dua mobil.
Nggak terasa (sebenernya terasa juga sih, cuma nggak dirasa-rasain :p) Oktober ’09 ini cicilan rumah saya lunas. Nggak rugi deh saya jungkir balik beli rumah ini karena sekarang harga pasarannya sudah sekitar Rp 400 juta-an, padahal tahun 2001 dulu belinya Rp 181 juta-an. Saya pikir-pikir, kalau dulu saya nggak nekad beli rumah ini, mungkin sampai sekarang pun saya belum punya rumah sendiri. Jadi, beli rumah itu memang harus niat dan nekad. Ayo siapa yang mau ikutan nekad? :D
😎 Bergaya Sambil Mencari Pahala, Kenapa Tidak 😎
BalasHapus.
Dengan Kaos Dakwah dari Gootick Apparel yang akan membuat penampilan teman-teman pasti berbeda dari yang lain 😍😍😍
.
Dengan bahan Material dari Catton Bamboo yang memiliki kualitas tidak perlu di ragukan dan Sablon yang Rapih dan Kuat. Baca Terlebih dahulu kelebihan dari Cotton Bamboo
Tersedia 5 tulisan bermakna Islami dan pilihan warna yang pastinya cocok di pakai untuk kegiatan sehari-hari yang akan terlihat Elegan dan Simple, Rapih dan Pastinya Keren.
.
"Promo HEMAT" Harga Normal Rp.100 K dan dapatkan potongan diskon harga sebesar Rp. 30 K.
.
Untuk informasi pemesanan silahkan klik link dibawah ini:
Jual Kaos Dakwah
Testimoni di >>>Instagram<<<:
.
Tunggu apalagi Langsung Ambil Promonya selagi masih Tersedia
Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
Fashion