Saya paling anti bilang nggak punya uang, seperti apa pun kondisi keuangan saya. Kebetulan sih saya memang nggak pernah bener-bener nggak punya uang. Inget, saya hobi nabung lho… :) Jadi, saya selalu punya uang di tabungan. Tapi kalaupun toh uang di tabungan saya sedang menipis (biasanya kalau habis saya kuras untuk membeli sesuatu), dan uang di dompet pun tinggal beberapa ribu, saya pantang banget bilang nggak punya uang. Kalau ada yang tanya, “Kamu punya uang?” Pasti saya jawab, “Punya.” Kalau memang uang yang saya punya sedikit, saya akan bilang, “Ada sih, tapi nggak banyak.”
Jangan dikira saya bisa ngomong begitu karena selalu banyak uang. Nggak juga. Saya pernah kok ngalamin yang namanya hidup pas-pasan, sampai rela berantem sama kondektur bis cuma gara-gara si kondektur ngasih uang kembaliannya kurang dua ratus perak :D Atau beli makan di warteg sebungkus dimakan berdua suami –yang saat itu masih berstatus pacar- untuk menghemat pengeluaran. Tapi dalam kondisi seperti itu pun saya pantang banget bilang nggak punya uang.
Kalau memang kita punya uang (biarpun sedikit), jangan pernah sekali-sekali bilang nggak punya. Bukannya saya sombong atau gengsinya gede. Nggak, sama sekali saya nggak bermaksud seperti itu. Saya cuma menerapkan pikiran positif dalam diri saya bahwa saya SELALU punya uang. Saya berharap, saya NGGAK PERNAH nggak punya uang. Dan kenyataannya saya memang jadi nggak pernah kekuarangan uang. Ada saja uang yang mengalir ke kantong saya dan saya selalu merasa cukup, berapapun jumlahnya. Sebaliknya, kalau kita terus-terusan merasa nggak punya uang, kita pasti akan selalu merasa kekurangan.
Pikiran bahwa saya selalu punya uang membuat saya lebih nyaman berbagi dengan orang lain. Saya nggak pernah takut membagi uang yang saya punya dengan orang lain, sepanjang orang tersebut memang betul-betul membutuhkan. Salah satu keajaiban uang yang saya tahu, semakin ketat kita memegang uang ternyata bukanlah jaminan bakal semakin cepat juga kita mengumpulkan banyak harta. Begitu juga sebaliknya. Kalau kita gampang mengeluarkan uang, belum tentu akan membuat kita makin cepat jatuh miskin –selama kita menggunakan uang tersebut untuk hal-hal yang baik. Apalagi untuk menolong orang lain. Berdasarkan pengalaman, biasanya saya justru memperoleh ganti yang jauh lebih besar daripada yang saya keluarkan untuk membantu sesama yang memerlukan. Tapi bukan berarti saya menolong orang karena berharap dapat gantinya yang lebih besar lho… :D
Uang yang kita miliki sebaiknya memang dibiarkan mengalir. Bukan berhenti di satu tempat saja; di kantong atau rekening pribadi kita. Dengan begitu uang jadi punya nilai lebih, jadi memberi manfaat untuk banyak orang. Kalau kita mampu membuat sedikit uang yang mampir ke tangan kita mengalir dan memberi manfaat untuk banyak orang, saya percaya akan lebih banyak lagi uang yang datang menghampiri kita. Sebaliknya, kalau kita nggak mau berbagi dan ingin menguasai sendiri uang yang kita miliki, rejeki yang kita dapat biasanya ya juga cuma segitu-segitu aja. Saya sudah membuktikan, uang jadi lebih membawa berkah, lebih benilai kalau digunakan untuk kepentingan banyak orang.
Tiga tahun terakhir ini, setiap hari saya menyediakan makan siang untuk seluruh karyawan di kantor saya, meskipun sebetulnya mereka sudah saya beri uang makan. Selain biar para karyawan nggak repot beli makanan untuk makan siang, saya pikir seru aja kalau satu kantor bisa makan sama-sama dengan menu yang sama, apa pun jabatannya. Di akhir bulan, saat uang di dompet mulai menipis, setidaknya karyawan saya nggak pusing mikirin makan siang. Udah terjamin, kecuali kalau mereka nggak suka menunya dan memilih makan di luar (tapi ini hampir nggak pernah terjadi, karena mereka pasti lebih milih yang gratisan doooong… Lagian kan masakan yang saya sediain nggak asal-asalan, soalnya saya juga setiap hari makan makanan itu... :p)
Setiap Sabtu, saya membuat menu masakan untuk seminggu lalu Mpok, salah seorang ART saya, belanja ke pasar untuk keperluan masak seminggu. Sebulan kurang lebih saya mengeluarkan uang sebesar Rp 1.800.000 untuk kegiatan masak memasak tersebut, sudah termasuk beras, gas, minyak goreng, kecap, terigu… pokoknya sudah semuanya deh. Dengan uang sejumlah itu, saya sudah menyediakan makan untuk 15 orang di kantor selama 5 hari kerja, Mpok bisa membawa pulang makanan untuk makan suami dan anak-anaknya di rumah (Mpok nggak nginep di rumah saya, cuma datang pagi pulang siang), dan masih ada sisa di lemari makan saya untuk makan Hugo –jagoan kecil saya- dan Mbak, ART saya yang menginap di rumah. Total makanan yang dimasak setiap hari adalah 21 porsi. Kalau dihitung-hitung, biaya masak saya sehari Rp 1.800.000 : 22 (hari kerja) = cuma Rp 82 ribuan!
“Masa sih? Aku aja masak buat sekeluarga yang cuma berlima sehari belanja Rp 35 ribu sampai Rp 40 ribu. Kamu masak apaan tuh?” tanya kakak saya heran.
“Ya, biasa… masakan rumah gitu. Setiap hari Mpok masak 3 menu, misalnya nih, Senin ; sayur lodeh, ikan kembung goreng, tempe goreng tepung, dan sambal terasi. Selasa : orak-arik buncis, telor balado, dan pepes tahu. Rabu : Sop, ayam goreng, bakwan jagung, kerupuk dan sambal… dan seterusnya gitu deh. Pokoknya dalam seminggu itu biasanya 2 hari menunya telor, 2 hari ikan, dan 1 hari ayam atau daging..”
“Cukup tuh 82 ribu buat makan 15 orang?”
“Kok 15 orang sih? 21 dong. Kan Mpok selalu bawa pulang makanan dan di rumah juga masih ada buat Hugo dan Mbak. Aku pulang kantor pun masih ada kok lauk untuk makan malam. Cukup-cukup aja tuh…” jawab saya yang kadang suka heran juga, uang sejumlah itu cukup untuk memberi makan sebegitu banyak orang. Tapi semua pengeluaran selalu saya catat di komputer kok…
Kenyataan itu membuat saya semakin percaya bahwa uang yang kita punya memang harus dibiarkan mengalir. Saya yakin, saya nggak bakal jatuh miskin gara-gara memberi makan orang banyak. Dan saya nggak akan jadi bangkrut karena berbagi rejeki dengan orang lain. Ketika uang berputar, kita nggak bisa seratus persen mengendalikannya. Ada faktor-faktor lain di luar kuasa kita yang membuat hitung-hitungan yang kita pakai nggak selamanya akurat. Jadi, jangan pernah takut berbagi karena justru dengan berbagi kita akan menerima lebih dan lebih banyak lagi...
😎 Bergaya Sambil Mencari Pahala, Kenapa Tidak 😎
BalasHapus.
Dengan Kaos Dakwah dari Gootick Apparel yang akan membuat penampilan teman-teman pasti berbeda dari yang lain 😍😍😍
.
Dengan bahan Material dari Catton Bamboo yang memiliki kualitas tidak perlu di ragukan dan Sablon yang Rapih dan Kuat. Baca Terlebih dahulu kelebihan dari Cotton Bamboo
Tersedia 5 tulisan bermakna Islami dan pilihan warna yang pastinya cocok di pakai untuk kegiatan sehari-hari yang akan terlihat Elegan dan Simple, Rapih dan Pastinya Keren.
.
"Promo HEMAT" Harga Normal Rp.100 K dan dapatkan potongan diskon harga sebesar Rp. 30 K.
.
Untuk informasi pemesanan silahkan klik link dibawah ini:
Jual Kaos Dakwah
Testimoni di >>>Instagram<<<:
.
Tunggu apalagi Langsung Ambil Promonya selagi masih Tersedia
Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
Fashion