Mungkin banyak yang menuduh saya sombong waktu baca judul di atas. Hehe… saya nggak bermaksud begitu lho.. Makanya baca dulu sampai selesai biar nggak ketipu judulnya doang.. :-D
Beberapa waktu lalu saya ketemu seorang teman yang sudah lamaaa banget hilang dari peredaran. Nggak jelas juga sih yang hilang dari peredaran sebetulnya saya atau dia. Yang pasti kami lama nggak ketemu, nggak saling berhubungan, meskipun ternyata sama-sama tinggal di satu kota.
“Sekarang kamu udah kaya ya,” komentarnya saat main ke kantor saya.
“Kaya diukur dari apanya dulu nih?” Saya balik bertanya.
Dibandingkan sepuluh tahun yang lalu, dilihat secara kasat mata hidup saya sekarang mungkin bisa dibilang lebih mapan. Punya beberapa rumah (biarpun kecil-kecil), beberapa mobil (meskipun bukan mobil mewah keluaran tahun terbaru), dan beberapa usaha (walaupun masih jatuh bangun kayak judul lagu dangdut :p). Beda banget sama sepuluh tahun lalu, jaman saya masih tinggal di rumah mungil di sebuah gank sempit di daerah Mampang, Jakarta Selatan. Waktu itu rumah aja masih ngontrak, kerja masih serabutan dan kemana-mana masih naik sepeda motor butut.
Tapi sejujurnya, bahkan pada saat itu pun saya sudah merasa kaya. Soalnya saya selalu mensyukuri segala sesuatu yang saya punya, apa pun bentuknya. Saya percaya, sekecil apa pun sesuatu yang kita miliki, kalau kita syukuri pasti membuat kita puas memilikinya, Tapi sebesar apa pun, kalau nggak disyukuri ya tetap saja rasanya kurang dan nggak bikin kita bahagia.. Satu hal lagi, dari dulu sampai sekarang yang membuat saya merasa kaya bukanlah berapa banyak uang yang saya punya, tapi bagaimana uang tersebut –berapa pun jumlahnya- cukup untuk saya. Dan untungnya dari dulu saya sadar, itu tergantung dari bagaimana saya memaknai dan mengelolanya (teteeep.. baliknya ke situ-situ lagi.. :-p). Saya menyebut kegiatan mengelola dan memutar uang itu bermain; bermain dengan uang.
Dalam kehidupan sehari-hari, saya melihat banyak orang berusaha mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Nggak salah sih, karena untuk hidup kita memang butuh uang. Tapi sayangnya banyak orang sering terjebak dalam pemikiran bahwa seseorang bisa disebut kaya kalau ia punya cukup banyak uang, banyak harta. Padahal menurut saya, orang yang banyak uang belum tentu kaya. Kok bisa?
Iya dong. Contoh aja nih, seseorang dengan penghasilan Rp 15 juta sebulan, mana bisa dibilang kaya kalau pengeluaran bulanannya Rp 17 juta, misalnya. Yang ada tiap bulan dia harus nombok 2 juta. Sebaliknya, seseorang yang cuma berpenghasilan 3 juta tapi pengeluarannya 2,5 juta dan bisa menabung sisanya, menurut saya lebih bisa dibilang kaya. Hidupnya pasti lebih aman-tentram-damai-sejahtera dibandingkan dengan orang berpenghasilan besar yang selalu nombok setiap bulannya.
Kaya menurut saya adalah apabila pengeluaran saya tidak lebih besar daripada pemasukkan. Sekali lagi, bukan besarnya uang yang membuat saya kaya, tapi bagaimana saya memaknai dan mengelolanya. Kalau uang yang saya punya cuma sedikit, berarti saya harus pintar-pintar mengatur pengeluaran sedemikian rupa biar cukup buat biaya hidup sehari-hari dan menambah tabungan. Kalau kebetulan uangnya banyak, justru seharusnya ada lebih banyak juga yang bisa disisihkan untuk ditabung, bukan malah habis semua untuk biaya hidup sehari-hari, bahkan kurang. Nah, saat semua kebutuhan hidup bisa tercukupi dari uang yang saya punya, saya merasa diri saya kaya dan sejahtera meskipun mungkin tercukupi dalam artian sederhana, nggak berlebihan. Di sinilah saya harus mampu menentukan prioritas secara benar, mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Saya bersyukur atas apa yang saya miliki dan selalu berusaha mencukup-cukupkan kebutuhan hidup dengan uang yang saya punya. Tapi bukan berarti saya cepat puas dan jadi nggak berambisi untuk mengumpulkan uang lebih dan lebih banyak lagi lho. Sepanjang ada peluang dan kesempatan untuk membuat uang berkembang, nggak usah ditanya deh.. semangat saya tetap menyala-nyala untuk mencoba bermain dengan segala resikonya. Belakangan saya sadar, tujuan utama saya bermain dengan uang ternyata bukan untuk mempunyai uang sebanyak-banyaknya. Saya menikmati permainannya, menyukai proses bermainnya. Kalau kegiatan tersebut ternyata membuat uang saya beranak pinak, ya saya menganggapnya sebagai bonus. Kalau ternyata malah bikin uang saya berkurang? Tetap bersyukur dong. Setidaknya saya sudah merasakan kesenangan saat bermain-main dengan uang. Nggak semua orang punya keberanian dan kesempatan seperti saya kan? ^_^
Kombinasi antara selalu bersyukur serta menikmati setiap proses dalam bermain dan mengelola uang itulah yang membuat saya merasa kaya, bahkan sebelum saya punya apa-apa yang bagi sebagian orang merupakan simbol kekayaan dan kemapanan. Kembali ke percakapan dengan teman lama saya, makna kaya buat tiap-tiap orang tentu beda-beda ukurannya. Buktinya, ada juga tuh kenalan saya yang belum juga merasa kaya meskipun di mata saya mereka sebetulnya sudah berkecukupan secara materi. Rumah punya, mobil ada, pekerjaan dan jabatan yang mapan juga sudah di dalam genggaman. Tapi kenapa masih merasa belum kaya?
“Punya rumah tapi kecil, punya mobil juga masih nyicil, jabatan tinggi tapi kan masih kerja sama orang. Padahal gue udah kerja keras banting tulang, dapetnya cuma segitu-segitu aja,” keluh kenalan saya itu.
Walah, itu sih namanya kurang bersyukur.. :-D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar