Seorang kenalan heran melihat saya dan suami turun tangan sendiri mengurus toko alat musik yang sedang kami rintis. "Nggak salah nih, punya 4 majalah musik kok masih ngangkat-ngangkat barang sendiri?" komentarnya, entah sekedar basa-basi atau meledek. Saya cuek aja. Kayaknya urat malu saya memang sudah putus hehe..
Sejujurnya saya mau melakukan pekerjaan itu karena memang senang dan menikmatinya. Tapi ada beberapa alasan lain yang bikin saya selalu turun tangan sendiri, terutama di awal-awal memulai usaha baru. Pertama, dengan mengerjakan sendiri semuanya, saya jadi lebih memahami usaha yang sedang saya geluti. Kalau suatu saat punya karyawan, saya nggak bisa dibohongi apalagi dibodoh-bodohi sama karyawan karena saya tahu pasti semua seluk beluk usaha ini sampai ke hal sekecil-kecilnya.
Itu juga yang saya lakukan waktu pertama kali bikin usaha majalah dulu. Saya ikut terlibat dalam setiap prosesnya mulai dari menentukan isi majalah sampai mengepak sebelum majalah didistribusikan ke agen-agen di seluruh Indonesia. Kalau ada karyawan yang bilang nggak bisa saat saya minta ia mengerjakan suatu pekerjaan, saya bisa dengan tegas bilang,"Dulu sebelum ada kamu, saya sendiri yang mengerjakan pekerjaan itu. Jadi seharusnya kamu juga bisa."
Keuntungan lain, saya jadi nggak punya ketergantungan dengan karyawan. Pernah ada seorang karyawan saya yang mendadak mengundurkan diri. Saya tenang-tenang saja karena tanpa dia pun majalah bisa tetap terbit tepat waktu. Saya atau suami bisa kok mengerjakan pekerjaan yang selama ini menjadi tanggung jawab dia, sampai saya mendapatkan penggantinya. Tapi bukan berarti saya jadi nggak menghargai karyawan lho.. Buat saya, karyawan adalah keluarga kedua dan sebisa mungkin dijaga dan dibikin betah di kantor.
Kedua, untuk menghemat pengeluaran. Saya selalu tertantang memulai usaha dengan modal seminimal mungkin (tepatnya sih karena memang punya modalnya pas-pasan :D). Dengan modal yang nggak terlalu besar, resiko relatif lebih kecil dan target mencapai BEP (Break Event Point) juga relatif lebih masuk akal. Jadi, daripada di awal usaha sudah menggaji orang padahal keuntungannya belum jelas, mendingan saya tangani sendiri dulu pekerjaan-pekerjaan yang bisa saya kerjakan sendiri. Kepuasannya juga beda karena saya jadi dipaksa lebih kreatif dan pintar-pintar mengelola modal yang cuma segitu-segitunya agar bisa berputar secara maksimal.
Saya kenal seseorang yang di awal-awal usaha -menurut saya- sudah boros duluan. Usaha belum sepenuhnya jalan tapi sudah menyewa kantor besar dan menggaji banyak karyawan. Memang kelihatannya lebih keren dan lebih bergengsi dibandingkan pengusaha kere seperti saya. Tapi belum apa-apa pengeluarannya sudah membengkak untuk hal-hal yang seharusnya bisa direduksi. Kalau modalnya besar nggak masalah. Nah, kalau modalnya ngepas? Saya sih mendingan dianggap pengusaha kere daripada kehabisan nafas duluan sebelum memenangkan pertempuran.. :P
Tidak ada komentar:
Posting Komentar