Sabtu, 30 April 2011

KENAPA SAYA MEMBUAT GUITAR FOR FUN?

Ide saya menyelenggarakan Guitar For Fun sederhana saja, saya ingin merangkul gitaris-gitaris di Indonesia dalam satu acara, dimana mereka bisa berkumpul mempererat tali silaturahmi, berbagi wawasan dan pengalaman seputar dunia gitar, serta saling mensupport dan menunjukkan eksistensi dengan harapan sesudahnya jadi terpacu untuk berkarya lebih dan lebih baik lagi. Saya menamai acara ini Pesta Gitaris 'Guitar For Fun' karena awalnya memang saya rancang untuk para gitaris. Tapi pada kenyataannya banyak musisi yang bukan gitaris ikut dan orang awam datang untuk mendukung dan meramaikan acara ini. Nggak apa-apa, kehadiran mereka justru membuat pesta jadi lebih meriah.

Sama seperti waktu membuat GitarPlus sebagai majalah gitar pertama -dan saat ini masih satu-satunya- di Indonesia, ide saya menggelar Guitar For Fun (GFF) awalnya juga nggak langsung mendapat respon dari berbagai pihak yang saya harapkan dapat mensupport acara ini. Tapi saya sadar, memang beginilah resikonya membuat sesuatu yang berbeda, yang belum pernah ada sebelumnya. Apalagi saya sebagai penggagas acara bukan siapa-siapa di dunia musik. Perlu upaya ekstra untuk membuat orang-orang yakin dan percaya kalau apa yang saya lakukan tujuannya baik dan bukan semata-mata mengejar keuntungan materi. Di balik ide membuat Majalah GitarPlus dan GFF, sebetulnya saya menyimpan sebuah impian. Saya ingin memajukan dunia gitar Indonesia. Saya ingin gitaris dari berbagai daerah saling terhubung dan memiliki keterikatan melalui majalah dan acara-acara yang saya buat.

Guitar For Fun pertama saya selenggarakan di Jakarta tahun 2007 dengan bintang tamu Cella 'Kotak', Adrian Adioetomo, Pupun RoR (dulu Kapten), Prisa Adinda, dan Andy Owen. Waktu itu baru beberapa teman dari distributor alat musik yang bersedia mensupport acara dengan menanggung honor sebagian gitaris yang menjadi bintang tamu. Biaya lain seperti sewa tempat, perijinan, honor bintang tamu yang lain, publikasi, promosi, konsumsi, dan sebagainya harus saya tanggulangi sendiri. Tapi saya senang-senang saja, apalagi acara berjalan lancar dan meriah meskipun masih jauh dari konsep yang saya bayangkan sebelumnya. Ya, maklumlah baru pertama. Saya masih meraba-raba, masih berusaha mencari bentuknya.


Tahun 2008 saya kembali menggelar Guita For Fun kedua di Bandung, dengan bintang tamu Eet Sjahranie, Coki 'Netral', Agung 'Burgerkill', Budi 'Time Bomb Bluess', Syarif 'Aksara', Iwan 'Wong' dan Andy Owen. Lagi-lagi saya harus nombok untuk biaya acara. Apalagi, seperti halnya GFF pertama, acara kedua ini pun saya buat tanpa ada tiket masuk bagi penonton alias gratis. Kenapa saya buat gratis? Soalnya selama ini distributor alat musik juga selalu menggelar acara klinik gitar gratis, bahkan waktu mendatangkan bintang tamu gitaris top dunia seperti Paul Gilbert, Herman Lee 'Dragon Force', Kiko 'Angra', dan lain-lain. Dan meskipun GFF bukan klinik untuk demo produk, karena ini adalah konsep acara yang baru, banyak orang yang sebelum datang ke acara ini masih berpikir GFF sama dengan klinik yang diadakan distributor alat musik.

Terus-terusan nombok, apakah lalu saya jadi kapok? Nggak sama sekali! Saya justru langsung merencanakan GFF ketiga. Tahun 2009 saya bikin lagi GFF di Yogyakarta dengan bintang tamu Bengbeng PAS Band, Adhit Jimmu (dulunya Element), I Wayan Balawan, Jubing Kristianto dan Andy Owen. Tempat penyelenggaraan acara semakin jauh, biaya yang dibutuhkan juga semakin besar. Maka saya terpaksa melakukan sedikit perubahan konsep acara. Kalau tadinya penonton boleh masuk secara gratis, mulai GFF di Yogyakarta ini saya mulai menjual tiket masuk. Bukan untuk mencari keuntungan, tapi dengan membuat acara ini berbayar sebetulnya saya ingin menggalang solidaritas.

Dari awal, GFF saya rancang sebagai acara dari gitaris untuk gitaris. Saya mempertemukan berbagai kepentingan di sini. Distributor alat musik perlu mempromosikan produknya, toko alat musik perlu mendekatkan diri dengan konsumennya, gitaris senior perlu menunjukkan eksistensinya, gitaris junior perlu memperluas wawasan dan jaringan, penonton perlu mendapat acara yang tidak sekadar menghibur tapi sekaligus mengedukasi, dan nggak bisa dipungkiri, GitarPlus juga perlu menguatkan image-nya. Semua diuntungkan dengan adanya acara ini. Jadi, saya rasa wajar kalau semua pihak yang terlibat harus mengorbankan sesuatu demi terselenggaranya acara. Kebetulan saya punya sedikit kemampuan mengorganisir, maka saya menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengurus segala persiapan acara. Dan juga dana, tentu saja.


Di detik terakhir menjelang acara GFF 2009 itu, ada sebuah perusahaan rokok yang bersedia mensponsori dalam bentuk dana tunai, namun jumlahnya hanya cukup untuk membayar sebagian sewa venue. Tapi saya menerimanya dengan senang hati. Yang lebih menggembirakan, upaya saya menggalang solidaritas ternyata langsung mendapat respon positif dari gitaris-gitaris Yogya. Ada yang memberi fasilitas bagi panitia dan pendukung acara berupa penginapan gratis di hotel milik keluarganya. Yang lain membantu mencarikan venue untuk penyelenggaraan acara. Ada juga yang mengusahakan amplifier dan keperluan panggung lain yang dibutuhkan pengisi acara, membantu menyebarkan brosur dan mempublikasikan acara, menjualkan tiket, mengatur penjemputan bintang tamu di bandara, dan menyumbang hadiah untuk doorprize.

Saya terharu dengan semua bentuk dukungan itu. Apalagi ketika kemudian acara berjalan lancar, meriah dan ramai dipadati penonton yang rela membayar tiket masuk. Di GFF 2009 itu saya memang masih harus mengeluarkan biaya dan pontang-panting mengurus acara, tapi sudah nggak seberat di penyelenggaraan sebelum-sebelumnya karena sudah semakin banyak yang mendukung perjuangan saya. Kenyataan ini membuat saya lebih berani dan yakin untuk mengadakan acara serupa di kota-kota lain. Lagi dan lagi. Sambil terus menyempurnakan konsep dan kemasan acaranya. Sampai saat ini, saya sudah 5 kali menggelar GFF, dua yang terakhir di Yogya (lagi) dan Bali. Dalam waktu dekat, saya kembali akan menggelar Guitar For Fun di Medan dan Makassar.

Selama proses penyelenggaraan GFF, saya banyak menghadapi tantangan, sering menerima penolakan, sesekali kelelahan, dan pernah juga merasa gagal. Tapi saya nggak menyerah dan melangkah terus ke depan. Kenapa? Karena saya menikmati apa yang saya lakukan. Dan karena saya tahu, semakin lama semakin banyak teman, khususnya gitaris dan penggemar gitar, yang dengan caranya sendiri memberikan dukungan untuk saya.

Saya bukan gitaris, main gitar pun saya nggak bisa. Saya cuma peduli. Saat ini -dengan segala keterbatasan saya- saya masih ingin berbuat banyak untuk dunia gitar dan gitaris. Karena itu saya menuliskan catatan ini dengan satu harapan, semoga semakin banyak pihak yang ikut peduli dan bersedia menemani saya dalam perjalanan ini. Setidaknya agar saya tahu, saya tidak berjuang sendirian..

Senin, 25 April 2011

CERITA DI BALIK COVER BUKU BERMAIN DENGAN UANG

Proses menerbitkan buku ternyata lumayan berliku-liku ya.. Tadinya buku saya, 'Bermain Dengan Uang' dijadwalkan terbit April 2011 ini. Tapi karena satu dan lain hal -salah satunya karena saya sibuk ke luar kota terus :p- jadwal itu terpaksa mundur. Kabar terakhir dari Mbak Paulin, editor saya yang sabar banget menghadapi penulisnya yang lari-larian terus, buku akan selesai cetak 11 Mei 2011. Ya, mudah-mudahan nggak mundur lagi deh.. ^^

Dan inilah cover buku saya yang sedang dalam proses cetak :


"Kok ada foto congklaknya?" tanya beberapa teman.

Memang sengaja. Kan judul bukunya 'Bermain Dengan Uang', isinya cerita-cerita saya seputar pengalaman mengelola uang dan usaha. Dalam kegiatan membuat uang berputar yang saya sebut sebagai bermain itu, saya nggak pakai ilmu dan teori-teori yang rumit. Cuma pakai logika sederhana dan strategi, tentu saja. Begitu juga dengan main congklak, semua orang bisa memainkannya karena simpel dan gampang dipelajari -bahkan untuk orang yang belum pernah memainkannya sebelumnya. Tapi tetap dibutuhkan strategi untuk memenangkan permainan. Supaya menguatkan konsep bermain dengan uang, biji congklak saya ganti dengan uang logam. Begitu ceritanya.. ^^d

Dan saya harus mengakui, desain cover seperti di atas nggak bakal terwujud tanpa dukungan dari berbagai pihak yang berbaik hati membantu saya. Untuk itu, secara khusus saya berterima kasih pada teman-teman dari DeLV Band (Sidi, Yogas, Ardi, Wikan, Fajar dan Rizal) yang sudah bersusah payah membawakan congklak super keren itu jauh-jauh dari Yogya, Adi Wirantoko (fotografer GitarPlus) yang telah meluangkan waktu memotret sang congklak wasiat sambil diuber-uber Mudya (Pemred GitarPlus) karena udah telat janjian motret Tohpati untuk cover GitarPlus edisi 85, dan suami tercinta yang rela nggak tidur semalaman untuk membuat rough desain cover buku saya, serta Bang Doel dari tim Elex Media yang merapikan rough desain buatan suami sehingga tampil menarik seperti yang teman-teman liat di atas.

Cover GitarPlus ini hampir gagal gara-gara fotografernya saya 'culik' untuk memotret congklak :D

Cover belakang buku diisi dengan endorsement dari Mas Butet Kartaredjasa dan Mas Frans Sartono, wartawan Kompas. Mudah-mudahan cover buku yang ngejreng ini bikin teman-teman semakin tergoda untuk segera membeli bukunya. Percayalah, buku ini bukan bagus bagian luarnya doang, dalemannya juga keren, menarik dan cihuy banget. Itu kalau menurut saya sebagai penulisnya lho hehehe..

Senin, 04 April 2011

SEBETULNYA USAHA IBU APA?

Ini cerita kisah nyata yang saya alami sendiri, sama sekali nggak ada rekayasa di sini. Saya membagikan cerita ini sekadar untuk sharing, ternyata nggak semua marketing kredit di bank cukup cerdas untuk diajak bekerja sama. Maka berhati-hatilah kalau mau cari pinjaman ke bank. Bank-nya boleh jadi besar dan bonafit, tapi kalau ketemu oknum petugas yang culun, bisa-bisa tujuan awal kita mengajukan pinjaman bisa berubah menjadi keinginan untuk menimpuk si petugas pakai sendal hehe…

Beberapa waktu lalu, saya sempat mengajukan pinjaman modal usaha ke bank dan sungguh apes, saya dibantu marketing yang nggak cuma lemot tapi juga dogolnya minta ampun. Saya bukan baru sekali ini ngutang ke bank. Sebelum-sebelumnya, proses pengajuan pinjaman sampai akhirnya dana cair bisa dibilang selalu berjalan lancar. Tapi baru kali ini saya nemu petugas bank yang bikin saya emosi jiwa membara di dalam dada.

"Alamat percetakan Ibu dimana?" tanya Mas marketing kredit dari sebuah bank swasta yang penampilannya doang rapi dan selalu berdasi, tapi kayaknya otaknya sering ditinggal-tinggal di taksi. Busyet deh, padahal dia sudah tiga kali bolak-balik survey ke tempat usaha saya.

"Saya nggak punya percetakan. Usaha saya penerbitan dan distribusi majalah," sahut saya sabar. Hari itu cuaca cerah. Sebelum berangkat ke kantor saya juga nggak dapat firasat apa-apa.

"Tapi majalahnya dicetak kan, Bu?" tanya si marketing dengan tampang sok tahu.

"Ya iyalah, tapi proses cetaknya saya order ke percetakan."

"Berarti Ibu punya percetakan dong?”

“Nggak, percetakannya punya orang lain. Saya cuma order cetak di situ.”

“Kalau begitu berarti bukan Ibu yang bikin majalah?”

“Loh, yang bikin majalah saya dan karyawan saya di kantor. Mereka cari berita dan mendesain lay out-nya, setelah itu baru dibawa ke percetakan untuk dicetak jadi majalah. Selesai cetak, majalah yang sudah jadi dikirim balik ke kantor saya untuk didistribusikan ke agen-agen.”

“Tapi kan bukan Ibu yang mencetak..” Si Mas masih ngotot..

“Ya memang bukan saya. Dari awal kan saya juga nggak pernah ngaku-ngaku kalau usaha saya percetakan.” Saya mulai emosi.

“Kalau begitu, berarti usaha ibu bukan bikin majalah. Kan bukan Ibu yang mencetak majalahnya...” Tanpa merasa bersalah, si Mas marketing mengucapkan kalimat yang bikin saya heran, kok bisa-bisanya ya bank swasta sebesar itu mempekerjakan marketing seculun ini?

“Mas, nggak semua penerbit buku juga punya percetakan sendiri. Mereka cari naskah yang layak dijadikan buku, setelah selesai diedit dan di-lay out naskahnya juga dicetak di percetakan punya orang lain. Tapi kalau pemilik penerbitannya ditanya usahanya apa, ya penerbitan buku, bikin buku. Makanya ada istilah ‘isi di luar tanggung jawab percetakan’ segala. Karena percetakan juga belum tentu menerbitkan sendiri buku yang mereka cetak,” jawab saya panjang lebar.

“Ooo.. saya tahu…” ujarnya dengan nada riang. Saya menarik nafas panjang sambil ngipas-ngipasin kepala yang mulai berasap. Tapi kalimat selanjutnya si lemot bin dogol ini bener-bener bikin saya sulit mengendalikan emosi. “Berarti Ibu usahanya bukan bikin majalah, tapi pencetus ide doang. Kan Ibu cuma mencetuskan ide apa aja isi majalahnya. Tapi yang bikin majalah percetakan. Begitu kan, Bu?”

Saya langsung naik darah beneran. Terserah elo dah, gerundel saya dalam hati. Mau dibilang usaha saya jualan kacang bawang, semir sepatu, apa tambal panci juga suka-suka elo!

Percakapan siang itu seketika memantapkan niat saya untuk cari pinjaman ke bank lain. Bank kan mitra pengusaha untuk maju bersama. Gimana usaha saya mau maju kalau bermitra sama bank yang marketing kreditnya bahkan nggak paham bidang usaha calon nasabahnya!

Jumat, 01 April 2011

BEGINILAH CARA SAYA MERAYAKAN ULTAH SUAMI.. ^^

Kayaknya nggak banyak deh istri seromantis saya di dunia ini. Bayangin aja, untuk ngerayain ulang tahun suami, saya menyiapkan acara di sebuah kafe dengan mengundang relasi dan teman-teman dekatnya. Yang lebih keren, saya juga mendatangkan –nggak tanggung-tanggung- 3 orang musisi papan atas untuk tampil memeriahkan acara, yaitu Bengbeng gitaris PAS Band, Eno drummer Netral, dan Arya Setyadi bassist Wolf Gangs. Pake bikin poster, brosur, dan baliho segala lagi! Mantap kaaan…

Di postingan sebelumnya saya cerita kalau mulai Maret 2011 ini saya menjadi dealer resmi sebuah merk alat musik. Sebagai dealer baru, saya perlu dong kasih pengumuman ke para pelanggan toko dan warga di wilayah seputaran toko saya supaya mereka tahu, mulai sekarang kalau pengen beli alat musik merk tersebut nggak usah jauh-jauh keluar Bintaro. Di GH Music & Studio udah ada kok.. Gimana cara ngasih pengumumannya? Saya bikin acara bertajuk ‘Bintaro Music For Fun’, yaitu klinik gitar, bass, dan drum yang dimeriahkan oleh penampilan band-band yang suka latihan di GH Studio dan siswa-siswa kursus gitar di GH Music, terus iklan acara dan liputannya dimuat di Majalah GitarPlus. Kebetulan 1 April suami saya ulang tahun.. Daripada repot-repot menyiapkan 2 acara, saya gabung aja acara ulang tahun dan klinik di hari yang sama. Biar meriah dan biar sekalian capeknya!

Buat ngerayain ultah suami, saya bikin poster kayak gini :


Berapa biaya yang saya keluarkan untuk acara ini? Hampir nggak ada! Kok bisa? Saya gitu looh.. ^^d

Untuk acara ini saya mengajak distributor alat musik merk bersangkutan untuk bekerja sama. Saya sudah menyiapkan tempat, konsep acara, promosi, panitia, konsumsi, penonton sekaligus mengadakan pameran dan penjualan alat musik merk tersebut di lokasi acara. Maka saya minta pihak distributor menyiapkan artis untuk demo klinik alat musik yang dipamerkan (sekaligus dijual) di acara itu. Mau nggak distributornya? Mau dong! Kan mereka bisa promo produk tanpa perlu repot-repot bikin acara karena semuanya sudah saya siapkan. Lagian kalau barangnya banyak yang laku kan distributornya juga yang senang. Saya sebagai toko juga untung, tentu saja. Hehe..

Beres kan tuh urusan artis pengisi acara? Saya lalu mulai ‘celamitan’ cari sponsor untuk membiayai sewa tempat, sound system, bikin materi promosi, dokumentasi, konsumsi artis + panitia, dan lain-lain. Dihitung-hitung, luamayan juga lho biaya yang harus saya keluarkan untuk itu kalau nggak menggandeng sponsor. Saya coba-coba mengajukan proposal ke salah satu perusahaan rokok, eh ternyata direspon. Dari mereka saya di-support sejumlah uang untuk membayar sewa tempat, sound system, konsumsi, dan biaya-biaya lain yang harus saya keluarkan plus dibikinin baliho, spanduk serta brosur acara.

Dan inilah baliho untuk merayakan ultah suami yang dipasang di pinggir jalan besar :p


Urusan tempat, sound system, promosi, dan konsumsi aman kan? Yah, kalau pun akhirnya saya harus keluar uang untuk membayar kekurangan-kekurangan biaya, pasti jumlahnya nggak sebesar kalau saya harus membiayai sendiri semua pengeluaran untuk acara ini. Hmmm… jadi ini judulnya acara ulang tahun apa klinik musik? Nggak penting! Yang penting, ayo kita pestaaaa! Hahaha..